Foto: Istimewa
Kiri-kanan: Valeska (Country Manager MLA Indonesia), Radju Munusamy (Chairman Jebsen & Jessen Indonesia), Manu Sridhar (Head of Operations AgriGate Australia), Filippo Candrini (Managing Director HappyFresh Indonesia), dalam panel diskusi “Beef Talk: Towards Industry 4.0”
Daging impor dari Australia cukup familiar di Indonesia. Setidaknya hal itu yang dilontarkan Country Manager of Meat & Livestock Austalia (MLA) – Indonesia, Valeska di Jakarta, Kamis (25/7). Di sela-sela diskusi “Beef Talk: Towards Industry 4.0” tersebut, ia menjamin, daging sapi asal Negeri Kangguru sudah memiliki sertifikasi halal. Di dalam negeri pun, Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah menyatakan secara resmi perihal kehalalan daging impor Australia.
“Daging sapi Australia terpelihara kualitas dan sistem keamanannya. Sistem pendistribusian daging juga sangat terjaga,” ulasnya.
Dari riset pasar yang dilakukan MLA Asean pada awal tahun, daging sapi menjadi yang paling sering dikonsumsi di antara red meat lainnya yang tersedia di Jakarta. Sebanyak 31% konsumen mengonsumsi daging hampir setiap hari, dan 45% rumah tangga lebih memilih untuk membeli pada hari tertentu.
Sementara itu, lembaga riset Gira memperkirakan, volume konsumsi daging sapi Indonesia pada 2022 mendatang dapat mencapai 840.000 ton, meningkat 8,3% dibandingkan volume konsumsi pada 2018 sebanyak 770.000 ton. Kenaikan volume konsumsi daging sapi tersebut berbanding lurus dengan pertumbuhan jumlah penduduk yang diproyeksi mencapai 277,4 juta jiwa pada 2022.
Distrupsi Teknologi Terhadap Konsumsi
Valeska meyakini, dalam industri 4.0 keterbukaan informasi sangat mudah diakses oleh siapaun. Tren digitalisasi tak luput memasuki industri pangan. Sebagai pertimbangan terhadap suatu produk pangan, konsumen akan dengan mudah mencari informasi yang tersedia secara digital.
Lebih lanjut Valeska menuturkan, dengan terdisrupsinya sektor pangan oleh teknologi, konsumen tidak hanya lagi memilih produk langsung di pasara dan swalayan. Pembelian secara online (daring) pun sudah marak dilakukan.
Managing Director HappyFresh Indonesia, Filippo Candrini menimpali, industri 4.0 membantu pemasok (supplier) memenuhi permintaan konsumen yang berubah. Perubahan industri ini sangat jelas manfaatnya bagi perusahan yang berbasis digital.
“Kami memanfaatkan AI (Artificial Intelligence) dan big data untuk mengetahui keinginan konsumen. Sehingga bisa memberikan dan menyesuaikan pengalaman berbelanja mereka,” beber Filippo.
Ia menyimpulkan, data dan wawasan sangat membantu perusahaannya untuk meningkatkan layanan ke depan. Dengan mengandalkan personal shopper, mayoritas pengguna HappyFresh, ungkapnya, 80% adalah wanita. Kebanyakan berasal dari keluarga muda dan milenial.
Try Surya Anditya
Editor: Windi Listianingsih