Selasa, 16 Juli 2019

Regulasi Importir Pangkas Ekspor Sawit RI

Regulasi Importir Pangkas Ekspor Sawit RI

Foto: Galuh Ilmia Cahyaningtyas
Beberapa negara tujuan ekspor utama menerapkan regulasi yang menghambat ekspor sawit Indonesia.

Beberapa negara tujuan ekspor utama menerapkan regulasi yang menghambat ekspor sawit Indonesia. Dampaknya mulai terasa.
 
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mencatat, ekspor minyak sawit Indonesia secara total (Crude Palm Oil/CPO beserta turunannya, oleokemikal, dan biodiesel) sepanjang April 2019 mengalami penurunan 18% dibandingkan total ekspor Maret lalu yang sebesar 2,96 juta ton menjadi 2,44 juta ton.
 
Mei mulai kinerja ekspor mulai merangkak naik tetapi masih di bawah ekspektasi. Total ekspor minyak sawit Indonesia Mei mencapai 2,79 juta ton atau naik 14% dibandingkan total ekspor April.
 
Khusus total ekspor CPO dan turunannya pada April 2019 turun 27%, dari 2,76 juta ton menjadi 2,01 juta ton. Sementara pada Mei, total ekspor tercatat mencapai 2,40 juta ton atau meningkat 18% dibandingkan bulan sebelumnya.
 
 
Terapkan Hambatan Ekspor
 
Melemahnya pasar ekspor minyak sawit Indonesia menjadi suatu pekerjaan rumah bagi industri sawit Indonesia. Beberapa negara tujuan utama memberlakukan regulasi yang sudah tergolong hambatan dagang. Contoh India, yang menaikkan tarif bea masuk minyak sawit sampai pada batas maksimum. 
 
Malaysia sebagai penghasil minyak sawit terbesar kedua mengambil langkah sigap menghadapi regulasi India dengan memanfaatkan perjanjian dagang berupa Comprehensive Economic Cooperation Agreement (CECA) yang telah ditandatangani sejak 2011 dengan perundingan lanjutan di Free Trade Agreement.
 
Hasilnya, Malaysia mendapatkan diskon bea masuk impor untuk refined products 9%, sehingga Negeri Jiran itu menikmati tarif 45%. Tarif ini lebih rendah dibandingkan bea masuk yang dikenakan kepada Indonesia sebesar 54%.
 
Dengan diskon tarif bea masuk tersebut, Malaysia menggerus pasar minyak sawit Indonesia di India. Volume ekspor CPO dan refined product Indonesia ke India periode Januari – Mei berturut-turut:  604,21 ribu ton, 516,53 ribu ton, 194,41 ribu ton, 185,55 ribu ton, dan 341,80 ribu ton.
 
Sementara volume ekspor Malaysia ke India pada periode yang sama, yaitu 327,58 ribu ton 457,76 ribu ton, 354,65 ribu ton, 532,48 ribu ton, dan  539,99 ribu ton. Tiga bulan terakhir pangsa Indonesia “tersedot” Malaysia. 
 
Menyikapi hal itu, “Pemerintah Indonesia diharapkan dapat segera mengakselerasi kerja sama ekonomi dengan India untuk pemberlakuan tarif impor yang sama, sehingga Indonesia dapat berkompetensi memeriahkan pasar India,” ujar Direktur Eksekutif GAPKI Mukti Sardjono.
 
Contoh lain adalah Uni Eropa. Pengadopsian Delegated Act RED II Maret lalu telah ikut membangun sentimen negatif pasar minyak sawit Indonesia di Eropa. GAPKI mencatatkan ekspor CPO dan turunannya ke Benua Biru ini terus tergerus, mulai Maret hingga Mei 2019. Volumenya berturrut-turut 498,24 ribu ton, 315,24 ribu ton, dan 302,16 ribu ton atau turun 37% dan 4%.
 
Pasar utama ekspor lain yang juga mengalami dinamika adalah China. Pada April membukukan kenaikan impor sebesar 41% dibandingkan Maret, dari 353,46 ribu ton menjadi 499,57 ribu ton. Namun pada Mei melorot 18% dari 499,57 ribu ton turun menjadi 410,56 ribu ton. Hal ini juga diikuti oleh Bangladesh.
 
Dari sisi harga, sepanjang Mei harga CPO CIF Rotterdam bergerak di kisaran US$492,5 – US$535/ton dengan rata-rata US$511,9/ton.
 
 
 
Upaya Kurangi Stok
 
Sementara itu pasar biodiesel di dalam negeri juga belum stabil. Sepanjang April 2019 serapan biodiesel hanya mencapai 516 ribu ton atau terkikis 2% dibandingkan Maret lalu. Pada Meiserapan menunjukkan progres yang positif, yaitu mencapai 557 ribu ton atau terkerek 8% dibandingkan April.
 
Melihat dinamika pasar global yang terus bergejolak terutama sentimen regulasi dari negara tujuan ekspor, berkombinasi dengan cukup tingginya stok di Malaysia dan Indonesia, “Pemerintah Indonesia diharapkan dapat segera mengakselerasi implementasi B30 segera setelah road test (uji coba kendaraan) selesai dilakukan Oktober nanti,” harap Mukti.
 
PLN, lanjut dia, juga semestinya dapat segera merealisasikan penggunaan minyak sawit untuk pembangkit listrik. Jika program penyerapan dalam negeri dapat berjalan maksimal, yaitu B30 sekitar 9 juta ton dan PLN sekitar 3 juta ton, stok domestik menjadi berkurang. 
 
Pada saat yang sama Indonesia dapat mengurangi impor minyak bumi dan kita tidak perlu bergantung sepenuhnya kepada pasar global, khususnya Eropa.
 
Saat ini adalah waktu yang tepat untuk mempercepat program peremajaan kebun sawit rakyat (replanting) untuk menjaga keseimbangan stok. Replanting akan mengurangi produksi untuk beberapa tahun ke depan, Indonesia akan memperbaiki produktivitas dan efisiensi dalam jangka panjang.
 
Produksi minyak sawit pada April dan Mei menunjukkan tren kenaikan, yaitu 4,64 juta ton dan Mei 4,73 juta ton. Faktor cuaca yang baik mendorong kenaikan produksi.
 
Sementara stok minyak sawit Indonesia mulai menumpuk. Sampai Mei lalu, stok bertengger di angka 3,53 juta ton atau naik 11% dibandingkan stok April sebesar 3,18 juta ton.
 
Peni SP
 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain