Foto: Sabrina Yuniawati
Korporasi koperasi akan membangkitkan industri sapi perah rakyat
Butuh proses panjang mencapai 40% produksi susu nasional.
Upaya pemerintah meningkatkan produksi susu segar dalam negeri (SSDN) mencapai 40% pada 2045 atau Indonesia Emas, belum terlihat pergerakannya. Tahun 2045 tepat ulang tahun Indonesia ke-100, merupakan periode meningkatnya penduduk usia produktif.
Pada tahun itu pula produksi protein, terutama susu diharapkan meningkat tajam. Target ini tentu harus diupayakan dari sekarang mengingat masih banyak kendala yang dihadapi peternak sapi perah nasional.
Masalah Klasik
Menurut Deddy F Kurniawan, CEO Dairy Pro Indonesia, peternak menghadapi masalah klasik yang tak kunjung usai, yaitu harga selalu merosot.
Selain itu, produksi SSDN menurun karena peralihan sapi perah ke sapi potong, minimnya kemitraan akibat revisi Permentan No. 26/2017, dan skala kepemilikan sapi perah masih kecil.
“Meningkatkan produksi (SSDN) mencapai 40% butuh proses yang panjang. Perlu adanya dorongan dari pemerintah. Peternak tidak bisa jalan sendiri,” ulas Deddy saat acara “Indonesia Bovine Practitioners, 2045 Challenge” di Malang, Jatim (28/4).
Pasalnya, produksi SSDN sangat rendah, hanya mencapai 7-12 l/ekor/hari. Penurunan populasi rata-rata dari 2012-2016 sebesar 2,03% per tahun. Di periode yang sama, penurunan produksi SSDN sebanyak 0,67% per tahun.
Deddy menjelaskan, pemerintah perlu mengambil langkah konkret untuk mengubah keadaan SSDN. Upaya pemerintah sudah baik dengan ditetapkannya Permentan No. 26/2017 tentang Penyediaan dan Peredaran Susu.
Permentan mengarahkan kemitraan yang saling menguntungkan antara peternak sapi perah dengan industri pengholahan susu (IPS). Tentu hal ini akan mendongkrak produksi SSDN mencapai 40% saat ultah Indonesia Emas sekaligus meningkatkan kesejahteraan peternak.
Sayang, Permentan No. 26/2017 sudah direvisi. “Dulunya ada Permentan 26/2017 tetapi karena sudah tidak berlaku lagi harapan peternak seperti hancur berkeping-keping dan tidak jelas. Pemerintah menargetkan produksi susu nasional juga tidak jelas langkahnya seperti apa,” ungkapnya. Peternak menyeru pemerintah memberlakukan kembali aturan tersebut.
Perlu diketahui kurang dari sebulan, Permentan 26/2017 diubah dua kali. Pertama, menjadi Permentan No. 30/2018 yang ditetapkan pada 20 Juli 2018. Tidak lama setelah itu, pada 1 Agustus 2018 diubah lagi menjadi Permentan No. 33/2018.
Isi aturan itu menghilangkan kata “wajib” melakukan kemitraan dengan peternak. “Kita punya 2 opsi, antara lain kembalikan Permentan No. 26/2017 atau revisi Permentan No. 33/2018. Kedua, pemerintah harus mendukung korporasi yang berbentuk koperasi,” tegas Deddy.
Korporasi Koperasi
Gerakan korporasi yang berasal dari koperasi, kata Deddy, paling bagus untuk membangun kembali peternakan sapi perah yang mati suri. Indonesia bisa berkaca pada negara maju seperti Belanda dengan Frisian Flag, Selandia Baru dengan Fonterra, dan Amerika dengan Land O’Lakes.
Negara tersebut memiliki industri pengolah susu yang dipegang secara langsung oleh peternak.
Sedangkan di Indonesia, lanjutnya, masih jalan masing-masing. Sehingga, peternak hanya menjadi objek paling bawah dan tidak akan naik pangkat. Sebetulnya peternak dapat membentuk asosiasi dan koperasi.
Koperasi itu akan membentuk pabrik yang didukung pemerintah dari sisi kemudahan perizinan, introduksi teknologi, dan pembelian produk peternak.
Kelanjutan tentang tulisan ini baca di Majalah AGRINA versi Cetak volume 15 Edisi No. 300 yang terbit Juni 2019. Atau, klik : https://ebooks.gramedia.com/id/majalah/agrina, https://higoapps.com/browse?search=agrina, https://www.mahoni.com, dan https://www.magzter.com/ID/PT.-Permata-Wacana-Lestari/Agrina/Business/