Minggu, 7 April 2019

Budidaya Tebu Sesuai GAP

Budidaya Tebu Sesuai GAP

Foto: Istimewa
Sunar Pratiwi, bongkar ratoon sebaiknya empat tahun sekali

Petani harus tepat waktu dalam pemupukan dan panen tebu.
 
Meningkatkan produksi dan produktivitas (provitas) tebu memang tidak mudah. Pasalnya masih banyak petani di lapangan tidak melakukan prosedur tanam atau budidaya tebu sesuai Good Agriculture Practices (GAP).
 
Kasubdit Tanaman Tebu dan Pemanis Lainnya, Ditjen Perkebunan, Kementan, Sunar Pratiwi mengungkapkan, perlu adanya pembinaan untuk dapat melakukan budidaya secara tepat dan benar.
 
Tujuannya, “Agar petani dapat menghasilkan panen tebu yang maksimal, sehingga petani mendapatkan rendemen yang tinggi dan nilai jual yang tinggi pula,” katanya saat ditemui AGRINA, Kamis (28/03).
 
Poin Penting GAP
 
Wanita yang biasa disapa Tiwi menjelaskan, teknis budidaya tebu yang paling penting adalah pertama, benih harus bersertifikat. Kedua, pemilihan varietas adaptif dan penentuan daerah yang cocok untuk verietas tersebut. Ketiga, pemupukan yang berimbang. Keempat, tepat  waktu saat panen. Biasanya kesalahan dalam budidaya pada saat pemupukan dan panen yang tidak tepat waktu.
 
Pada masa panen, lanjut dia, masalah yang paling banyak ditemukan di lapangan yaitu saat panen tetapi pabrik belum siap untuk menampung tebu. Hal ini akan berdampak pada turunnya rendemen tebu sampai mencapai 6%. “Jadi secara teknis harus tepat waktu baik tanam dan panen, sehingga tidak turun rendemennya. Kunci utama budidaya sesuai GAP seperti itu. Tapi petani belum sepenuhnya melakukan karena biaya yang bilang mahal,” jelasnya.
 
Sunar menambahkan, sampai saat ini masih minim petani yang menerapkan mekanisasi budidaya dari proses prapanen hingga panen. Biasanya, yang menggunakan mekanisasi secara menyeluruh adalah petani binaan dari perusahaan gula. Petani mandiri masih menggunakan sistem semi mekanisasi. Bantuan dari pemerintah berupa traktor untuk proses pengolahan lahan. Sedangkan, panen petani mandiri menggunakan alat klentek, yaitu arit atau sabit.  
 
“Petani mandiri belum memiliki alat panen, masih manual. Mungkin perlu inovasi baru yang diciptakan untuk tebang tebu yang cocok bagi rakyat. Kalau dulu diberikan alat seperti alat tebang gendong namanya. Sedangkan Perusahaan Gula (PG) BUMN dan swasta menggunakan cane harvester,” katanya.
 
Kelanjutan tentang tulisan ini baca di Majalah AGRINA versi Cetak volume 15 Edisi No. 298 yang terbit April 2019. Atau, klik : https://ebooks.gramedia.com/id/majalah/agrina, https://higoapps.com/browse?search=agrina, https://www.mahoni.com, dan https://www.magzter.com/ID/PT.-Permata-Wacana-Lestari/Agrina/Business/

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain