Foto: SYAFNIJAL
SAPI milik warga disuntik antibiotik dan diberi obat cacing
Sejak minggu ketiga Desember tahun lalu hingga sekarang, penyakit Jembrana merebak di Lampung. Bagaimana cara penanganannya?
Nasib apes melanda peternak sapi bali di Kecamatan Pubian dan Anak Ratu Aji, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung. Sudah lebih 100-an ekor sapi bali yang mereka gembalakan mati akibat serangan penyakit. Instansi terkait bersama pemilik sapi bahu-membahu menangani penyakit yang datang hampir bersamaan ini.
Harga Anjlok
Di Kampung (desa-red) Negeri Kepayungan, Kecamatan Pubian, penyakit yang disebabkan virus jembrana tersebut menewaskan 95 ekor sapi sampai akhir Januari silam. Kepala Kampung Negeri Kepayungan Rustin mengakui, penyakit jembrana ini baru pertama kali menyerang sapi bali di wilayahnya.
“Awalnya kami menduga penyebabnya limbah sawit karena sapi yang terserang umumnya yang berada di sekitar pabrik sawit,” ujar Rustin. Tapi hasil koordinasi dengan tim Dinas Perkebunan dan Peternakan menyatakan, penyebabnya bukan limbah sawit.
Akibat kematian sapi-sapi tersebut, Rustin memperkirakan warganya mengalami kerugian lebih Rp1 miliar dengan rata-rata harga normal sapi Rp11 juta - Rp12 juta/ekor. Dari sapi yang mati tersebut hanya sebagian kecil diasuransikan. “Padahal saya sudah sosialisasikan program asuransi sapi yang preminya hanya Rp40 ribu per ekor. Sebagian peternak mengaku tidak perlu. Jika sudah seperti sekarang, baru terasa manfaat asuransi,” ujarnya meyayangkan.
Kepala kampung itu menambahkan, peternak sapi mengalami kerugian besar akibat penyakit sapi ini. Pasalnya, selain sapi yang mati, sapi sehat pun dihargai murah oleh pedagang. Dalam kondisi normal, harga sapi dara atau jantan bujang mencapai Rp12 jutaan, kini jatuh hingga separuhnya.
Dari Jembrana ke Seluruh Sentra
Untuk menangani penyakit jembrana, Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) Cabang Lampung mengadakan seminar di Bandarlampung. Tampil sebagai narasumber adalah Dr. Surachmi Setiyaningsih dari Divisi Mikrobiologi FKH, IPB Bogor; drh. M. Munawaroh, MM, Ketua Umum PB PDHI; drh Anwar Fuadi, Kabid Peternakan Disbunak Provinsi Lampung; dan Eko Agus Srihanto dari Balai Veteriner Lampung.
Menurut Surachmi, virus yang hanya menyerang sapi bali ini pertama kali ditemukan di Kabupaten Jembrana, Bali, pada 1964. “Dari Bali, virus ini menjalar ke berbagai daerah mengikuti penyebaran sapi bali dalam mendukung program transmigrasi dan program swasembada sapi yang dijalankan pemerintah,” ungkapnya.
Sementara di Lampung, virus jembrana pertama kali ditemukan di Kampung Ramadewa, Kecamatan Seputih Raman, Kabupaten Lampung Tengah pada 1976. Selanjutnya, laju penyebaran virus jembrana sudah tidak terkontrol dan ditemukan pada hampir semua sentra sapi bali, seperti Banyuwangi, Jatim, 1978.
Penyakit yang juga disebut penyakit Ramadewa ini lalu menyebar ke Sawah Lunto, Sumbar pada 1992. Kemudian masuk ke Tanah Laut, Kalsel, 1993 dan merebak meluas ke Kalteng serta Kaltim 2004. Di Sumatera, virus jembrana terus menular ke daerah lainnya. Pada 1995, virus mematikan ini muncul di Bengkulu dan terakhir masuk ke Riau 2013.
Kelanjutan tentang tulisan ini baca di Majalah AGRINA versi Cetak volume 14 Edisi No. 297 yang terbit Maret 2019. Atau, klik : https://ebooks.gramedia.com/id/majalah/agrina, https://www.mahoni.com, dan https://www.magzter.com/ID/PT.-Permata-Wacana-Lestari/Agrina/Business/