Foto: DOK. AAL
SAPI INDUKAN di lepas di kebun sawit
Perusahaan ini termasuk satu di antara segelintir feedlot yang mampu memenuhi regulasi satu lima. Bagaimana caranya?
Bisnis sapi PT Astra Menara Rachmat, begitu nama anak usaha PT Astra Agro Lestari Tbk. (AAL), tentu saja bukan bisnis utama bagi salah satu perusahaan sawit besar di Indonesia itu. Menurut Santosa, Presdir AAL, dalam acara “Talk to the CEO” di Bandung, 15 Februari 2019, bisnis sapi, “Tidak rugi, tapi jangan tanya profitnya, pasti jauh dari kelapa sawit yang luasnya 220 ribu ha. Ya, paling tidak, kita bisa berkontribusi terhadap ketahanan pangan nasional dan intangible benefit-nya soil quality lebih baik dengan adanya pupuk organik dari sapi.”
Santosa cukup takjub dengan perkembangan bisnis sapi yang berlokasi di Pangkalanbun, Kalimantan Tengah itu. Pada 2017, perusahaan hanya menjual sekitar 2.500 ekor sapi siap potong, tapi tahun lalu bisa lebih dari 10 ribu ekor. Ia menambahkan, tahun ini pihaknya akan membuka peternakan sapi untuk penggemukan di kebun perusahaan yang ada di Kalimantan Timur dan ke depan di Sumatera. “Mudah-mudahan feasible (layak) sehingga kontribusi kita semakin meningkat dari tahun ke tahun,” harapnya.
Mulai dari Pembiakan
Bisnis sapi tersebut, menurut Widayanto, Senior Vice President Cattle Business AAL, dirintis sejak 2008. Waktu itu ia mendapat amanah untuk membuat studi kelayakan dan mengkaji prospek finansialnya.
“Memang, berdasarkan kajian itu kelayakannya kecil kalau harus melakukan menerapkan breeding 1 : 5. Hitungannya tidak semanis dulu (penggemukan saja, Red.). Namun, keputusan manajemen tetap go karena melihat yang lain dan itu kita rasakan sekarang. Dari sisi sapi, fattening itu quick yield, making money-nya di situ. Begitu breeding, orang ogah-ogahan karena bleeding (berdarah-darah/rugi). Sesuatu yang menarik kita dapetin justru bukan dari proses peternakan, tapi dari sisi perkebunan,” ungkap Widayanto kepada AGRINA.
AAL sebagai perusahaan terbuka, lanjut dia, segala sesuatunya harus clear and clean. Karena itulah setelah ada Permentan 105/2014 tentang Integrasi Usaha Perkebunan Kelapa Sawit dengan Usaha Budidaya Sapi Potong sebagai payung hukum, perusahaan baru mantap melangkah. Kegiatannya dibagi dua divisi, yaitu Cow Calf Operation (pembiakan) dan Fattening (penggemukan).
Menurut pria yang sebelumnya menjabat Regional Mill Controller itu, impor sapi mulai dilakukan pada Juli 2016 sebanyak 2.000 ekor betina untuk pembiakan (breeding) ditambah pejantan 20 ekor dari Balai Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BPTU-HPT) Sembawa, Sumatera Selatan. Setelah terbit regulasi satu lima, pada 2017 Astra mengimpor lagi 5.000 ekor betina dan 200 ekor jantan. Total induk betina dan anakannya saat ini sebanyak 7.560 ekor.
Keuntungan Langsung dan Tak Langsung
Sapi-sapi betina tersebut dilepas di blok-blok kebun sawit yang luasnya 30 ribu ha. Satu koloni terdiri dari 300-400 ekor tergantung daya dukung blok. Sapi terutama makan gulma (rumput liar) dan membuang kotoran di kebun yang notabene menjadi sumber pupuk organik. “One day one block, kita masuk mengikuti rotasi panen, H+1 atau H+2. Posisi koloni sapi di depan orang yang melakukan rawat dan memupuk tanaman. Satu koloni kembali ke blok yang sama tiga bulan kemudian,” papar alumnus Teknik Mesin Undip, Semarang, itu.
Betina-betina yang diumbar tersebut akan kawin secara alami menghasilkan anakan setiap 15-16 bulan. Jarak beranak (calving interval) ini lebih panjang karena dipelihara secara ekstensif. Dari jumlah betina yang ada, tingkat kebuntingannya (pregnancy rate) 80%-90% dan tingkat kelahirannya, “Alhamdulillah 56%-60%. Yang menarik, anakan-anakan yang lahir itu daya tahannya luar biasa,” ujarnya gembira.
Kelanjutan tentang tulisan ini baca di Majalah AGRINA versi Cetak volume 14 Edisi No. 297 yang terbit Maret 2019. Atau, klik : https://ebooks.gramedia.com/id/majalah/agrina, https://www.mahoni.com, dan https://www.magzter.com/ID/PT.-Permata-Wacana-Lestari/Agrina/Business/