Selasa, 5 Maret 2019

Untung Rugi Bisnis Breedlot

Pelaku bisnis penggemukan sapi (feedlotter) harus berjuang mewujudkan integrasi usaha pembibitan dan penggemukan (breedlot). Mampukah mereka?
 
 
 
Sampai saat ini produksi daging sapi yang berasal dari populasi di dalam negeri tak kunjung mampu mengimbangi laju konsumsi. Gabungan Pelaku Usaha Sapi Potong Indonesia (Gapuspindo) pada 6 Desember 2018 memproyeksikan, kesenjangan antara produksi lokal dan kebutuhan konsumsi nasional baru akan tertutup pada 2030. Itu pun dengan intervensi peningkatan pelaksanaan Inseminasi Buatan (IB) sampai 80%.
 
 
Dalam upaya menutup kesenjangan itu pemerintah melalui Kementerian Pertanian meluncurkan berbagai program untuk meningkatkan populasi yang bermuara pada bertambahnya pasokan daging domestik. Program itu antara lain Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau Bunting (Upsus Siwab) yang diatur dalam Permentan 48/2016 tanggal 3 Oktober 2016. Program ini untuk mengoptimalkan populasi dengan betina yang sudah ada melalui Inseminasi Buatan (IB) dan mengatasi gangguan reproduksi. 
 
 
Selain itu, pemerintah juga meminta kalangan swasta pelaku usaha penggemuk sapi (feedlotter) untuk berkontribusi meningkatkan ketersediaan indukan sapi potong melalui Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No.49/Permentan/PK.440/10/2016 tentang Pemasukan Ternak Ruminansia Besar ke Dalam Wilayah Negara RI bertanggal 17 Oktober 2016. Regulasi ini direvisi pada 21 Februari 2017 menjadi Permentan No.02/Permentan/PK.440/2/2017.
 
 
Regulasi tersebut mengatur, pemasukan sapi bakalan oleh pelaku usaha harus disertai pemasukan dan pemeliharaan sapi indukan dengan rasio 1 (indukan) : 5 (bakalan). Pemasukan indukan boleh bertahap, tetapi sampai akhir Desember 2018 harus memenuhi rasio tersebut. Audit pertama dilakukan pada 31 Desember 2018. Audit selanjutnya dilaksanakan dua tahun sekali. 
 
 
Menurut Fajar Sumping Tjaturasa, Direktur Kesehatan Hewan, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH), Kementan, pihaknya telah melakukan evaluasi terhadap pemasukan indukan pada feedlot sesuai amanat Permentan tersebut. 
 
 
“Adapun hasil evaluasi, yakni terdapat beberapa importir sapi tidak dapat memenuhi rasio 1:5 dan sebagian telah memenuhi rasio tersebut.  Pemasukan indukan dari luar negeri sejak 2016 hingga 2018 sekitar 23.981 ekor. Saat ini Ditjen PKH sedang me-review kebijakan Rasio 1:5. Diharapkan setelah bulan April 2019, Ditjen PKH sudah mendapatkan hasil dari kajian kebijakan tersebut,” ungkap Fajar melalui pesan singkat, 8 Maret 2019.
 
 
Padahal beleid itu menyebutkan, bila pelaku usaha tidak berhasil memenuhi rasio tersebut, konsekuensinya akan diberikan sanksi administratif, yaitu tidak diterbitkan rekomendasi untuk pemasukan sapi selama satu tahun. Bagaimana tanggapan akademisi dan pelaku usaha?
 
 
 
Breedlot Bikin Repot
Kalangan akademisi, Dr. Andre Rivanda Daud, S.Pt., M.Si. dan Cecep Firmansyah, S.Pt.M.P., keduanya dari Laboratorium Ekonomi Agribisnis, Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran, menilai, regulasi 1 : 5 adalah kebijakan yang inovatif. “Itu merupakan upaya untuk mendorong tumbuhnya usaha pembiakan secara intensif dan berskala besar melalui pengintegrasian usaha tersebut ke dalam industri penggemukan yang selama ini telah berkembang dengan baik.”
 
 
Namun, usaha penggemukan dan pembiakan memiliki aspek produksi dan finansial yang berbeda. Usaha penggemukan bisa berjalan tiga siklus per tahun. Sementara usaha pembiakan hanya 0,8 siklus per tahun. Karena itu mereka tertarik untuk meneliti kelayakan finansial usaha penggemukan yang terintegrasi dengan pembiakan (breedlot). 
 
 
Salah satu pelaku usaha, PT Lembu Jantan Perkasa (LJP) yang sudah berupaya melaksanakan kebijakan tersebut misalnya, menilai memandang kebijakan rasio 1 : 5 secara teknis dan ekonomis sulit diimplementasikan. Buktinya, kata Ketut Karyawisana, realisasi impor indukan hanya 2% untuk dua tahun, 2017-2018. “Jumlah indukan kami 1.600 ekor ditambah anakannya 800 ekor, jadi 2.400 ekor.  Ini sudah memakan seperempat kapasitas kandang kami,” ungkap Communication Officer LJP itu kepada AGRINA yang mengunjungi farm LJP di Serang, Banten (24/1).
 
 
Lebih jauh, Ketut memaparkan secara gamblang tentang empat aspek teknis. Satu, “Kebutuhan luasan sapi indukan lebih besar daripada sapi bakalan. Satu ekor bakalan cukup 3 m2, sementara satu ekor indukan 15 m2 atau lima kali lipat. Kalau penggemukan, satu pen bisa isi 50 ekor. Tapi indukan paling isi 15-20 ekor. Kalau penggemukan dipadet-padetin bisa, budidaya (breeding/pembiakan, Red.) nggak bisa,” urai Ketut.
 
 
Kedua, infrastruktur yang berbeda. Penggemukan hanya butuh kandang dan cattle yard. Sedangkan budidaya butuh lab, harus ada kandang jepit untuk Inseminasi Buatan (IB), kandang execise untuk sapi bunting, kandang melahirkan, kandang laktasi, dan kandang anakan. Jadi, dengan adanya indukan, feedlot perlu melakukan penyesuaian beberapa fasilitas.
 
 
Ketiga, soal pakan. Pada usaha budidaya, sapi memerlukan lebih banyak rumput, sekitar 10% bobot badan atau 35 kg/ekor/hari. Bila memiliki 1.500 ekor induk, maka paling tidak harus ada persediaan lahan rumput seluas 80 ha. Sementara total luas farm LJP hanya 25 ha. “Kami tidak punya lahan seluas itu. Kesulitan ini diintervensi dengan mengurangi rumput dan mensubstitusi dengan konsentrat. Jadi, rumput 10-15 kg dan konsentrat 3 kg. Artinya cost mahal,” ujar alumnus D3 Peternakan IPB ini.
 
 
Keempat, operasional budidaya lebih kompleks ketimbang penggemukan. Dengan kawin suntik (IB) berarti ada yang mencatat waktu paling tepat untuk di-IB, kapan estrus (berahi), menguji kualitas semen secara berkala, ada inseminator yang trampil. Ini baru sampai membuntingkan, belum lagi memelihara sapi bunting, menangani kelahiran, merawat anakan (pedet) sampai menjadi bakalan atau dara untuk mengganti indukan yang diafkir. 
 
 
 
Kelanjutan tentang tulisan ini baca di Majalah AGRINA versi Cetak volume 14 Edisi No. 297 yang terbit Maret 2019. Atau, klik : https://ebooks.gramedia.com/id/majalah/agrina, https://www.mahoni.com, dan https://www.magzter.com/ID/PT.-Permata-Wacana-Lestari/Agrina/Business/
 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain