Foto: agrina
HARGA BELI DOC belum tentu sejalan dengan harga jual ayam hidup
Diperlukan kolaborasi antarsemua pemangku kebijakan, baik swasta ataupun pemerintah dalam menumbuhkan kesadaran mengonsumsi ayam secara nasional.
Beberapa tahun terakhir, sektor peternakan terutama perunggasan menghadapi tantangan yang beragam. Mulai dari harga yang kurang baik di tingkat peternak hingga ganjalan regulasi dari pemerintah yang dirasa memberatkan. Belum lama ini, AGRINA berdiskusi dengan Achmad Dawami, Ketua Umum Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas (GPPU) di kantornya, kawasan Serpong, Tangerang.
Dari hasil kongres tengah tahun lalu, Dawami terpilih untuk menakhodai GPPU periode 2018-2022. Kongres GPPU mundur dua tahun lantaran banyaknya tantangan yang dihadapi organisasi ini. Melalui AGRINA, ia mengajak masyarakat luas untuk mengonsumsi protein hewani dari unggas. Dalam protein hewani, imbuh dia, terdapat nutrisi penting yang dapat menumbuhkan kecerdasan anak. “Konsumsi daging ayam kita hanya 12 kg/kapita/tahun. Sementara Malaysia sudah mencapai 38 kg/kapita/tahun,” ungkapnya.
DOC dan Pakan Menjadi Kunci Utama
Bibit ayam umur sehari (day-old chick-DOC) memegang peranan paling hulu di samping pakan dan obat-obatan. Ketersediaan perangkat yang berkualitas ini amat penting dalam memproduksi ayam sehat. Harga DOC mengalami pasang surut di kalangan produsen pembibitan (saat berbincang dengan AGRINA harga di kisaran Rp6.800/ekor, cukup mahal).
Menanggapi hal tersebut, Head of Marketing Broiler Commercial Poultry Division PT Ciomas Adisatwa ini mengatakan, DOC merupakan produk yang sangat sensitif terhadap ketidakseimbangan supply (ketersediaan) dan demand (permintaan). Harga itu sendiri menjadi pertemuan indikasi ketersediaan keduanya.
“Dari sisi pengusaha, mahal atau tidaknya itu bergantung dari harga pokok produksi. Seandainya bahan baku stabil, namun pemeliharaannya jelek dan membuat produktivitasnya rendah, otomatis harga pokok produksinya akan naik,” ulas Dawami.
Untuk komponen bahan baku dalam breeding, ia mengatakan, saat ini jagung sedang mahal. Sementara bahan baku impor seperti SBM (soybean meal) dan MBM (meat and bone meal) mengikuti kurs dolar Amerika. Pengusaha akan berupaya menjual produknya lebih tinggi dari harga pokok produksi. Namun, harga akan otomatis turun ketika tidak diikuti permintaan di lapangan.
Optimis Bisnis Meningkat
Tumbuhnya bisnis ini ditandai dari berapapun DOC yang diproduksi akan mampu diserap semua. Saat ini, banyak peternak baru dan lama yang mendirikan closed house (kandang tertutup) dalam berbudidaya. “Closed house itu jelas meningkatkan kapasitas. Tidak usah peternak baru, peternak lama saja mulai membuat closed house dari yang awalnya open house (kandang terbuka). Dengan tanah yang sama, besar kandang yang sama, namun ada penambahan ventilasi dan bebagai macam kebutuhan kandang, itu akan meningkatkan permintaan (DOC, red.) sekitar 30-40% secara tidak langsung,” tandasnya.
Sementara peternak baru yang langsung membuat kandang closed house, pasti akan membeli DOC berapapun harganya karena perlu mengisi kandang. Tapi di sisi harga jual, nantinya bergantung kepada permintaan di pasar. Sebab, pergeseran harga DOC belum tentu diikuti harga penjualan ayam hidup (live bird) yang baik.
“Produsen berharap harga jual tinggi dan pemilu April nanti bisa meningkatkan permintaan. Namun pemerintah juga tidak menginginkan harga yang terlalu tinggi. Di sinilah harusnya terjadi kolaborasi dan koordinasi yang sangat ketat antarpengambil kebijakan. Sehingga para pengusaha breeding maupun peternak bisa membuat produk yang tidak terlalu mahal,” terang alumnus Fakultas Peternakan UGM Yogyakarta ini.
Di lain sisi, pemerintah perlu mempublikasi jumlah total impor GPS (Grand Parent Stock), PS (Parent Stock), serta SBM per bulan sebagai acuan untuk memproduksi ayam berikutnya. Berdasarkan informasi tersebut, pelaku bisa memutuskan produksi ke depan sehingga potensi kelebihan pasokan bisa dikurangi.
Pada 2019, GPPU memperkirakan produksi ayam broiler final stock (FS) berpotensi tumbuh 5-8%. Sebelumnya, pabrik pakan memperkirakan produksi pakan akan tumbuh sekitar 6-8%. Kisaran tersebut dipicu dari penambahan populasi ternak ayam. Sebab, pasar industri pakan dalam negeri, hingga 90% masih untuk memenuhi kebutuhan industri unggas. Namun demikian, Dawami mengutarakan, permintaan yang tinggi di sisi produksi kadang tidak diikuti dengan harga jual ayam hidup yang bagus.
Kelanjutan tentang tulisan ini baca di Majalah AGRINA versi Cetak volume 14 Edisi No. 296 yang terbit Februari 2019. Atau, klik : https://ebooks.gramedia.com/id/majalah/agrina, https://higoapps.com/browse?search=agrina, https://www.mahoni.com, dan https://www.magzter.com/ID/PT.-Permata-Wacana-Lestari/Agrina/Business/