Dalam mengantisipasi serangan hama pada tanaman padi, perhatikan waktu dan dosis pemakaian insektisida secara tepat.
Menjelang musim tanam, petani sebaiknya mengantisipasi serangan berbagai macam organisme pengganggu tumbuhan (OPT). Petani tidak boleh lengah agar tonase produksi padinya tetap berlimpah. Menurut pantauan Yoyo Suparyo, tokoh petani padi di Pamanukan, Subang, Jawa Barat, beberapa wilayah di daerahnya telah terindikasi terkena serangan wereng. Selain itu, ancaman penggerek batang juga tetap ada.
Sementara itu Arya Yudas, Marketing Manager FMC Agricultural Manufacturing mengungkapkan, musim hujan diramalkan akan tiba November dan perkiraan terjadinya La Nina tahun ini cukup lemah. Dengan periode kemarau yang cukup panjang, petani akan langsung menanam padi begitu masuk musim penghujan. Hal ini dinilai Arya memungkinkan serangan wereng datang meskipun tidak begitu besar.
Dari Januari hingga April, ujar Arya, curah hujan cukup tinggi. Setelah April, tanaman memasuki musim kemarau. Meskipun tidak semarak tahun-tahun sebelumnya, petani harus tetap mewaspadai serangan wereng. Kandungan air di udara yang cukup tinggi memungkinkan serangan hama meningkat. Pada musim tanam kedua (MH II), Arya juga mengingatkan untuk mewaspadai bakteri.
“Sekitar Januari – Februari, kita harus waspadai kresek atau hawar daun bakteri (Bacterial Leaf Blight) (BLB) yang akan jadi problem. Di samping itu masih ada ancaman penggerek batang,” tambahnya saat ditemui AGRINA di Jakarta, Jumat (24/8).
Secara umum, lanjut Arya, terdapat sedikit perbedaan musim di daerah Jawa dan Sumatera, serta daerah-daerah lain di bawah katulistiwa. Meskipun demikian, petani sebaiknya menyiapkan varietas tanaman padi yang tahan terhadap wereng dan bakteri berikut penunjangnya agar keberhasilan panen terjamin pada musim hujan.
Antisipasi Sejak Dini
Senada dengan Arya, Agus Suryanto, Senior Crop Manager PT Bina Guna Kimia (FMC) menimpali, selain serangan hama lembing batu, gempuran wereng sudah terlihat saat musim kemarau ini. Beberapa titik di Indramayu, Jawa Barat dan daerah sentra lainnya mulai terserang. Meskipun tidak sampai hopper burn (seperti terbakar) ataupun mengalami klowor, Agus berharap petani tetap melakukan upaya pengendalian.
“Serangan wereng hampir meledak lagi di Jawa Timur. Mulai dari Jember kemudian Ngawi hampir rata terkena. Bahkan kemarin di Aceh, Sumatera lumayan besar serangannya,” ulas Agus pertengahan Juli.
Pada kesempatan lain, Bayu Nugroho, yang saat diwawancarai AGRINA berposisi sebagai Rice Crop Leader & Category Manager PT Corteva Agriscience, mengutarakan, ada yang bilang ledakan wereng merupakan siklus empat sampai lima tahunan. Namun, daerah Sragen, Sukoharjo, Ponorogo, Ngawi, Indramayu, dan Pantura Jawa tahun lalu parah dan tahun ini pun cukup parah terkena serangan.
Wereng, imbuh Bayu, merupakan OPT yang kerap membuat panik petani. Bahkan ada petani yang menggunakan oli sebagai upaya mengendalikan wereng. Hal demikian amatlah keliru. Waktu itu ia mewanti-wanti bahaya serangan wereng pada Agustus - September dan ternyata perkiraan tersebut ada benarnya. Terbukti ada serangan di seputar Subang.
Untuk melawan potensi terjangan wereng, Agus menyarankan petani untuk antisipasi sejak dini. Ibarat perlindungan dari bawah, Agus merekomendasikan Marshal 5G. “Kita taburkan Marshal berbarengan dengan pemupukan,” jelasnya.
Untuk perlindungan dari sisi atas, Agus menyebut bisa penyemprotan dengan insektisida pengendali wereng seperti Stargate. Kendati tidak ada wereng, treatment tetap diaplikasikan sejak persemaian. Dengan insektisida yang memiliki efek tahan lama, efek residual akan cukup banyak sehingga tetap aman ketika wereng datang.
Di sisi lain, Arya menyebut, yang paling utama untuk menanggulangi serangan hama penyakit adalah pengamatan langsung oleh petani. Penggunaan pestisida adalah ibarat jalan terakhir ketika tidak ada cara lain. “Kalau bisa dikendalikan secara biologis, kemudian mekanis, baru yang terakhir secara kimia,” tuturnya.
Telaten Agar Tidak Resisten
Dari sisi penggunaan pestisida, Arya menyarankan sebaiknya petani selalu memanfaatkan produk yang terdaftar. Yang perlu diingat, jangan sembarang atau seenaknya memakai pestisida. “Salah satu trigger (pemicu) terjadinya outbreak (ledakan) wereng tahun lalu, ya itu, petani memakai produk yang tidak terdaftar untuk padi, apalagi yang bukan untuk wereng. Jadi problem itu,” ulasnya.
Bayu menyambung, baik pihak swasta maupun pemerintah harus bekerja sama dalam mengedukasi petani. Termasuk label hijau pada pestisida yang berarti tidak berbahaya pada penggunaan normal. Insektisida untuk wereng misalnya, sangat banyak tersedia di pasaran. Agar tidak terjadi resistensi dan resurgensi, baiknya petani melakukan rotasi cara kerja pestisida supaya tetap efektif mengendalikan hama.
Wereng sensitif terhadap suatu bahan aktif. Petani dianjurkan tidak menggunakan produk lama yang sudah tergolong resisten. “Kalau sudah resisten, 10 kali semprot juga tidak mempan. Jangan salah pakai seperti yang mengandung golongan piretroid. Piretroid bikin ledakan,” saran Bayu.
Dalam menggunakan pestisida, sudah seyogyanya petani telaten membaca dosis pemakaian dan bijak ketika pengaplikasiannya. Kapan saat yang tepat dan berapa dosis yang dianjurkan saat menyemprotkan pestisida. Tidak hanya wereng, hama lainnya yang sudah resisten terhadap satu bahan aktif, juga akan kebal dan tidak mempan.
Alih-alih ingin mengendalikan hama dengan cepat, penambahan dosis yang berlebihan malah akan menimbulkan resurgensi. Penelitian untuk menemukan bahan aktif baru pengendali hama membutuhkan waktu hingga sepuluh tahun dan modal yang besar. Karena itu, agar tidak terjadi resistensi dan resurgensi, petani harus bijak dalam menerapkannya.
Pada dasarnya, penggunaan pestisida bertujuan untuk mengurangi populasi hama. bukan sebaliknya, yang justru meningkatkan populasi. Pihak swasta dan pemerintah perlu mengingatkan petani tentang dampak penggunaan pestisida yang berlebihan atau melebihi dosis.
Try Surya A, Galuh IC, Peni SP, Untung Jaya