Senin, 4 Juni 2018

Sukses Berisnis Sapi Perah ala Satriyo

Restoran yang menyajikan menu berbahan baku susu memiliki prospek bisnis yang bagus. 
 
 
M. Dwi Satriyo, peternak berprestasi dari Bogor, Jabar, berbagi kisah sukses menjalankan usaha peternakan sapi perah pada seminar nasional “Meningkatkan Produktivitas dan Kualitas Susu Segar Dalam Negeri: Sharing Peternak Muda”. Manajemen usaha beternak sapi perah, ungkap Satriyo, meliputi lima hal, yaitu modal, produksi, pakan, karyawan, serta kesehatan dan kebersihan. 
 
Dalam membangun usaha peternakan sapi perah, modal kesabaran menjadi hal utama yang harus dipupuk. Sebab, umumnya usaha peternakan baru bisa berjaya di atas umur 10 tahun. Bahkan, perusahaan besar pun pasti mengawali kesuksesannya dengan melewati fase kritis. “Peternakan kecil biasanya tidak dipisah antara modal dan uang operasional dengan uang rumah tangga,” katanya. 
 
 
Manajemen Peternakan 
 
Menurut pria kelahiran Magelang, 19 Oktober 1986 itu, poin penting di sisi produksi ialah tidak menjual sapi produktif. “Karena, sapi produktif adalah pabrik susu. Peraturan tidak boleh potong sapi betina produktif sangat tepat,” ulas pengelola Erif Farm itu. 
 
Selain itu, peternak harus menyiapkan regenerasi induk melalui rearing (pembesaran pedet) atau membeli sapi berkualitas. Satriyo mengakui, biaya rearing sangat mahal, mencapai Rp21,7 juta-Rp24 juta selama dua tahun. “Berarti, satu bulan peternak harus mengeluarkan uang sekitar Rp1 juta,” ucapnya. Namun begitu rearing harus tetap dilakukan untuk menjaga kualitas genetik sapi.  
 
Selanjutnya, pakan yang bagus. “Kalau pakan bagus, insya Allah akan bagus termasuk ke masa usia sapinya,” jelas Satriyo. Kemudian, perlakukan karyawan seperti keluarga karena sebagai ujung tombak usaha. Di Erif Farm misalnya, gaji karyawan level SD sebesar Rp1,5 juta dilengkapi jaminan biaya kesehatan, mes gratis, serta fasilitas beras 20 kg dan sembako untuk sebulan. Dengan pendekatan kekeluargaan, karyawan akan loyal. 
 
Selanjutnya, manajemen kesehatan dan kebersihan sangat menentukan performa sapi, kualitas dan kuantitas susu (Total Plate Count, TPC) yang dihasilkan, dan umur sapi. Menurut dia, semua karyawan Erif Farm hafal nama-nama bakteri karena sebulan sekali ada rapat khusus membahas kebersihan. 
 
 
Kemitraan dan Wisata
 
Selain bermitra dengan industri pengolah susu dan koperasi, Erif Farm yang menghasilkan olahan susu seperti yoghurt dan kefir, juga bermitra dengan peternak sekitar. Menurut Satriyo, pihaknya menyediakan sarana produksi seperti wadah penampung susu, bantuan modal berupa peminjaman sapi, dan pemasaran dengan membeli susu segar. Imbal baliknya, kata dokter hewan lulusan IPB itu, setiap bulan peternak diberi target harus bisa meningkatkan produksi susu atau minimal stabil suplainya. 
 
Tidak berhenti hanya mengolah susu menjadi aneka produk, ungkap Satriyo, Erif Farm melebarkan sayap bisnis melalui restoran dan wisata. Erif Farm memiliki kedai susu Dr. Yomi dan gerai susu Milken. “Rencana ke depan ingin mengembangkan restoran-restoran seperti ini karena prospeknya sangat bagus,” imbuhnya. 
 
Sebagai tempat wisata, Erif Farm selalu didatangi sekitar 300 wisatawan pada Sabtu dan Minggu untuk melihat sapi dan membeli produk susu dan olahannya. Pada 2011-2012 Erif Farm juga memberikan susu gratis ke pesepeda gunung dari daerah Puncak sebagai bentuk promosi minum susu di kalangan olahragawan. 
 
 
Windi Listianingsih, Galuh Ilmia Cahyaningtyas

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain