Untuk menciptakan pertandingan bisnis sapi perah yang positif, semua pihak harus tersinkronisasi.
Pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) menerbitkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No 26 Tahun 2017 tentang Penyediaan dan Peredaran Susu. Sugiono, Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) menegaskan, “Terbitnya permentan tersebut merupakan momentum yang sangat baik untuk membangkitkan dunia persusuan nasional, khususnya bagi peternak sapi perah.”
Pihak akademisi pun melihat model kemitraan ini sebagai model yang bagus. “Sekarang ini kemitraan lebih dari sekadar hubungan perusahaan dengan peternak,” papar Arief Daryanto pada Seminar Nasional “Meningkatkan Produktivitas dan Kualitas Susu Segar Dalam Negeri (SSDN): Sharing Peternak Muda” di Aula Puslitbang Peternakan Kementan, Bogor (25/4). Model kemitraan ini, lanjut Arief, juga mengarah pada pembangunan untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals-SDGs).
Menurut Dosen Senior Sekolah Bisnis (SB) IPB itu, ada tiga kunci untuk mencapai kesuksesan program kemitraan. Yang pertama adalah signifikan, jangan terlalu rumit. Kedua, harus ada komitmen dan yang terakhir yaitu integritas. Dengan cara itu, ucapnya, keinginan untuk meningkatkan SSDN akan tercapai. Perlu diperhatikan juga, untuk mencapai produksi maksimal, pelaku usaha harus mencari cara bagaimana agar si sapi senang dan peternak bahagia sehingga mendapat pemasukan yang menggembirakan.
Integrasi
Untuk meningkatkan SSDN, tentu terkait erat dengan pakan. Pakan menjadi tantangan karena sekarang mencari pakan lumayan susah. Namun, Arief melihat, saat ini sudah ada perusahaan pakan besar yang bekerja sama membuat laboratorium yang ditujukan menghasilkan pakan siap makan. Ini yang disebut integrasi vertikal.
Sedangkan untuk pelaku usaha kecil, tidak bisa melakukan integrasi vertikal. Yang ada adalah integrasi horizontal. “Kunci integasi itu tidak bisa sendiri-sendiri mengusahakannya, peternak harus kolektif,” terang Direktur SB IPB periode 2005-2017 itu. Jadi, koperasi adalah suatu keniscayaan.
Selain integrasi, para pelaku usaha harus memperhatikan model kemitraan yang mampu meningkatkan daya saing. Salah satu tolak ukurnya dengan meningkatkan produksi yang dinilai dengan berkurangnya biaya produksi. Juga, konsistensi menjaga kualitas supaya kadar bakteri (total plate count-TPC) dan total solid (TS) sesuai standar.
Jangan sampai pula konsumen terlupakan. Berdasarkan penuturan Arief, selama ini konsumen diam. Pelaku usaha perlu memperhatikan efisiensi distribusi produknya hingga sampai ke tangan konsumen. Jangan sampai konsumen membayar dengan harga yang terlalu mahal. Keamanan pangan juga harus selalu dijaga. “Kuncinya, bagaimana membuat semua partisipan happy,” jabar Master Ekonomi jebolan University of New England, Australia itu.
Hal ini memang tidak mudah. Tetapi jika pemerintah menjadi regulator dan fasilitator yang jujur dan berada di semua kepentingan, ia memprovokasi, peningkatan SSDN bisa dari 20% menjadi 25%, bahkan 30%.
Generasi Muda
Petani di Jepang berusia rata-rata sekitar 61 tahun. Untuk itu, Jepang memiliki beberapa program untuk menarik generasi muda masuk ke ranah agribisnis. Dari pemaparan Arief yang sempat berkunjung ke Jepang beberapa waktu lalu, model pendekatan negeri matahari terbit itu merupakan contoh yang bagus. “Ada dua program yang diterapkan untuk menarik generasi muda ke lapangan,” paparnya.
Yang pertama, Jepang menganggap pertanian sebagai pabrik. Jadi, kerja di bidang pertanian dan peternakan sama seperti bekerja di pabrik. “Konsep itu sederhana tapi sangat memotivasi,” ungkap Doktor jebolan University of New England, Australia itu.
Kedua, negeri bunga sakura itu menggabungkan model industrialisasi yang keenam. Model ini merupakan proyek kombinasi antara sektor pertanian, pengolahan pangan, dan retail untuk menelurkan produk baru. Konsep ini adalah konsep yang komprehensif dan terintegrasi.
Kembali melihat ke dalam negeri, di Indonesia pun sudah ada sebagian pengusaha yang menjalankan bisnis peternakan secara terintegrasi. M. Dwi Satriyo dan Deddy Fakhrudin Kurniawan merupakan dua sosok muda yang patut dicontoh karena sudah menerapkan konsep kemitraan peternakan sapi perah plus bisnis terintegrasi. Menurut Arief, konsep diversifikasi yang mereka usung cukup baik karena nilai tambah produk hilir lebih tinggi dari produk hulu.
Arief melanjutkan, saat ini kemampuan untuk membayar produk susu pun semakin tinggi. Generasi zaman now mampu membeli susu ataupun bahan pangan yang terbuat dari susu dengan mudah. “Di sekitar saya ada Momo Milk. Itu tempat kumpulnya anak-anak muda,” cerita Arief. Selain Momo Milk, banyak juga waralaba berbasis susu lainnya di beberapa daerah. Itu artinya, bisnis susu bukan hanya sekadar bisnis kandang tapi sudah menjadi konsep from grass to glass.
Gencar Promosi
Permentan menyatakan, pelaku usaha yang tidak memproduksi susu olahan wajib melakukan promosi. Promosi ini merupakan promosi gerakan minum susu olahan yang berasal dari SSDN. Dari pantauan Arief, metode promosi diterapkan di negara maju seperti Australia yang menerapkan levy system (sistem urunan) di bawah Department of Agriculture and Water Resources of Australian Government. Selain Australia, sistem yang sama diadopsi pemerintah Amerika Serikat.
Pelaku industri membayar urunan untuk mendanai penelitian dan pengembangan (litbang), pemasaran dan promosi, serta aktivitas pengujian residu pada program kesehatan tanaman dan hewan. “Peternak urunan untuk litbang dan promosi. Bahkan, promosinya ada di pesawat terbang,” beber akademisi yang ahli di bidang ekonomi industri itu. Selain di pesawat terbang, lanjutnya, promosi juga muncul di koran, YouTube, dan beberapa platform untuk beriklan lainnya.
Sejak lima tahun lalu, Arief mengajak Jafi Alzagladi, Asisten Deputi Peternakan dan Perikanan, Kemenko Bidang Perekonomian, untuk menerapkan konsep urunan seperti sistem di Australia tersebut. Tetapi, sangat susah. “Pungutan liar di mana-mana tapi diajak yang resmi kok yo angel tenan (sangat susah),” ungkapnya.
Galuh Ilmia Cahyaningtyas, Windi Listianingsih