Ekosistem agribisnis membuat pelaku usaha agribisnis saling ketergantungan satu sama lain.
Muliaman Dharmawan Hadad, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menawarkan konsep ekosistem agribisnis agar sektor pertanian di Indonesia lebih bertaji dan kesejahteraan petani makin meninggi. Berada di dalam ekosistem agribisnis membuat petani tidak lagi kesulitan akses modal dan pasar, sedangkan perusahaan tidak lagi terkendala suplai barang. Seperti apa modelnya? Mari simak percakapan hangat pria yang gemar berkebun ini dengan AGRINA.
Dualisme Ekonomi
Muliaman tampak cerah dan santai saat menjamu AGRINA beberapa waktu lalu. Ide-ide segar mengalir lancar dari hasil pemikirannya yang mendalam meski berbagai aktivitas berjajar merayap menantinya sepanjang hari itu.
Ketua Umum Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) ini melihat bentuk dualisme yang cukup kentara pada sektor pertanian dan perekonomian di Indonesia. Di satu sisi ada pelaku ekonomi yang sangat modern. Yakni, sudah menggunakan state of the art of the technology atau mampu bersaing dengan pelaku ekonomi di negara maju. Mereka umumnya berupa perusahaan pertanian. Di sisi lain masih banyak pelaku ekonomi yang menjalankan usaha pertanian secara tradisional. Mereka adalah para petani yang masih tradisional.
Kedua jenis pelaku ekonomi ini perlu didorong untuk bersinergi. “Yang sudah maju membantu yang belum maju dalam suatu kemitraan. Yang belum maju didorong agar bersungguh-sungguh meningkatkan kinerja supaya usaha pertaniannya sejalan dengan tuntutan,” ulas pria kelahiran Bekasi, Jabar, 3 April 1960 ini sambil tersenyum.
Perusahaan yang bergerak di sektor pertanian biasanya lebih maju, menggunakan sarana-prasarana produksi berkualitas, mempunyai modal kuat, serta memiliki informasi dan akses pasar yang luas. Kepedulian dan sinergi perusahaan tersebut terhadap petani kecil, sambungnya, sangat potensial meningkatkan akses petani. Misalnya, akses penggunaan sarana-prasarana teknologi berkualitas, informasi dan pemasaran yang lebih luas dan efisien, serta membantu mengatasi kesulitan permodalan.
“Sekitar dua per tiga dari total penduduk miskin Indonesia berada di pedesaan,” ungkapnya. Langkah-langkah membuka akses petani dan penduduk desa terhadap sumber permodalan akan meningkatkan kinerja usaha dan pendapatan sehingga membantu mengurangi kemiskinan secara berkelanjutan.
Kelanjutan tentang tulisan ini baca di Majalah AGRINA versi Cetak volume 12 Edisi No. 265 yang terbit pada Juli 2016. Atau klik di www.scanie.com/featured/agrina.html, https://www.wayang.co.id/index.php/majalah/agrina