“Kadang manusia lupa bahwa mereka sendiri adalah produk sustainability.”
Dia begitu energik, luwes, dan murah senyum. Wanita cantik ini juga berwawasan luas. Ia berusaha memandang sektor ekonomi secara menyeluruh. Tidak hanya efisiensi produksi bagi para pelaku usaha tetapi juga dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan yang ditimbulkan.
“Saya melihat inilah sesungguhnya ekonomi yang lebih baik (yaitu) yang holistik. Yang memperhitungkan dampak sosial dan lingkungannya untuk perkembangan ekonomi,” ujar Tiur Rumondang br Mangunsong.
Dia juga cakap mengobrol soal keberlanjutan (sustainability) sehingga asyik dibahas dan mudah dipahami. Apa kaitannya keberlanjutan dengan manusia secara individu? Mari simak obrolannya dengan AGRINA.
Menyasar Konsumen dan Produsen
Dua belas tahun sudah berlalu sejak hadirnya Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) di Indonesia. Suplai sebagian minyak sawit dari Nusantara pun sudah memenuhi kaidah berkelanjutan. Persepsi umum yang berkembang, ungkap Tiur, produk sawit yang memenuhi prinsip dan kriteria RSPO lebih mengedepankan pasar barat, yaitu Eropa dan Amerika. “Ini tidak soal barat atau timur, ini soal proses perkembangan pasar,” kata Direktur Eksekutif RSPO Indonesia itu.
Penduduk Indonesia yang berjumlah 250 juta jiwa adalah target pasar yang sangat besar. Terlebih, sambungnya, pada 2020 RSPO menargetkan Indonesia bisa menyerap 50% produk minyak sawit bersertifikasi berkelanjutan (certified sustainable palm oil-CSPO). Pasar Eropa juga harus mengonsumsi 100% CSPO, sedangkan pasar Tiongkok sebesar 10% CSPO.
Meski tantangan mewujudkannya cukup berat, Tiur merasa bangga Indonesia memperoleh target 50% CSPO. “Kalau Indonesia ditarget 50% berarti kita sudah lebih siap untuk mengenal sustainability dibanding tempat lain. Saya cukup bangga Indonesia sudah di-set potensinya besar dengan serapan pasar yang kuat,” papar dia.
Perempuan kelahiran Jakarta, April 1974 itu juga sangat optimistis memandang target tersebut. ”Saya selalu bilang bisa. Semuanya bisa kita atasi,” katanya, “Tidak ada yang tidak bisa kita atasi asal kita berpikir lebih jernih, lebih tenang.”
Kelanjutan tentang tulisan ini baca di Majalah AGRINA versi Cetak volume 12 Edisi No. 261 yang terbit pada Maret 2016. Atau klik di https://www.getscoop.com/id/majalah/agrina, https://www.wayang.co.id/index.php/majalah/agrina