Senin, 26 Oktober 2015

Harlan Bestari Bengardi, Membangun Sinergi dengan Empat Filosofi

Menerapkan filosofi dahsyat, mantan pecandu berat narkoba ini sukses memimpin perusahaan dan menemukan kebahagiaan hidup sejati.

Dalam waktu 13 tahun, pria ini berhasil mengembangkan perusahaan yang tadinya hanya satu kantor dan mempekerjakan 10 orang menjadi 18 cabang serta menggaji 1.100 karyawan. Omzetnya pun menggelembung sampai 2.000 kali lipat. “Ini adalah end result (hasil akhir) yang datang sendiri setelah menerapkan filosofi kita,” tutur Harlan Bestari Bengardi kepada AGRINA di kantornya beberapa waktu lalu.

Sempat Diusir

Perjalanan Om Harlan, begitu karyawan PT Agricon, produsen pestisida di Bogor, menyapa dia, sampai ke titik tersebut cukup panjang dan mengasyikkan untuk diikuti ceritanya. Bagaimana tidak, lelaki kelahiran Bogor, 12 Februari 1973 ini memulai kisahnya dari masa lalu yang kelam.

Harlan muda menempuh pendidikan S1 Manajemen Bisnis di San Francisco, Amerika Serikat dan S2 Perhotelan di Swiss. Sesudah itu ia menjalani magang hingga menjadi asisten general manager sebuah hotel di Timika, Papua. Namun kebiasaannya mengonsumsi narkoba sejak sangat muda bikin hidupnya kacau. Bahkan pada 1998, ia sempat “diusir” keluarganya dan melanglang ke Batam selama dua tahun.

Setelah berhenti mengonsumsi narkoba dan kembali ke Bogor pada 2001, papinya minta Harlan mengurusi Terminix, perusahaan waralaba penyedia jasa pengendalian hama yang dibeli pada 1995. Untuk dapat mengelola perusahaan dengan baik, sang papi mengirimnya pelatihan ke kantor pusat di Amerika Serikat. Di sanalah ia dibuat kagum oleh filosofi perusahaan besar yang beroperasi di 14 negara dengan karyawan 220 ribu orang dan berpendapatan Rp40 triliun itu.

Filosofinya kurang lebih, mencari rido Tuhan, mengembangkan sumberdaya manusia, selalu melakukan yang terbaik, barulah mencari keuntungan bersama. Suasana kerjanya beda. Di perusahaan sebesar itu kita masih bisa ketemu presidennya dengan mudah. Demikian pula atasan-atasan yang lain. Nggak kepikiranlah itu suatu konglomerasi,” ungkap Harlan dengan nada kagum. Sekembalinya ke Tanah Air, ayah dua anak tersebut bertekad menerapkan filosofi itu di perusahaan yang akan dikelolanya.

Mulai dari yang Kecil

Tak mudah mengubah kultur kerja di perusahaan tersebut. “Waktu itu karyawan datang terlambat seenaknya, nepotisme kental, kacau balaulah. Saya mulai dari hal yang kecil. Habis subuh dari Bogor, saya langsung ke sana (Gunungputri). Saya bersihin mobil operasional dan peralatan sprayer-nya. Saya ngepel kantor biar bersih. Karyawan yang datang terlambat itu melihat mobil sudah bersih. Lalu karyawan itu datang pagi, dia lihat saya cuci mobil, ‘Udah Pak, saya yang cuciin. Ya kalau mau cuci, datang lebih pagi dari gue. Besoknya dia datang lebih pagi. Sejak itulah karyawan datang pagi,” kenang Harlan dengan tawa berderai.

Ketika langkah kecil itu berhasil, ia mulai mengimplementasikan filosofi pertama. Selama kita bekerja untuk Yang di Atas, semuanya akan berjalan dengan baik. Jadi, bagaimana kita bekerja dengan benar, bukan yang baik lho! Kita tidak membohongi karyawan, kita tidak membohongi pelanggan,” katanya takzim.

Harlan pun bertutur tentang karyawan yang mendapat tender senilai Rp8 miliar atau setara targetnya selama tiga bulan. Namun pihaknya diminta memberikan imbal jasa. “Saya bilang, nggak! Itu sesuatu yang nggak bener. Alhamdulillah! Dengan itu ditolak, dua minggu kemudian dapat ganti kerjaan yang sama tapi tanpa uang lain-lain,” tandasnya.

Ada lagi testimoni seorang staf pemasaran baru yang mencoba membohongi calon pelanggan agar mendapat order. Namun, karena merasa bersalah, staf ini kembali ke calon pelanggannya. “Saya bohong, di tempat Bapak belum ada rayap, dan saya dikejar target. Kebetulan istri saya sakit, saya minta maaf. OK, kata si Bapak, saya minta kamu survei ke empat pabrik saya. Nyampai deh 400% targetnya! True story membuat filosofi ini dahsyat. Bekerjalah secara benar!” ujar Harlan bersemangat.

Mengembangkan Karyawan

Dalam mengembangkan kemampuan karyawan, Harlan berpendapat, “Kadang ada kesalahan manajemen nggak ngobrol dengan karyawannya. Dan sebaliknya, karyawanpun nggak mau menceritakan mimpinya kepada perusahaan. Kita mesti tahu tiap individu karyawan itu mau jadi apa. Kami punya individual development program. Kalau ada yang mau jadi general manager, kita improve communication, leadership, juga negotiation skill-nya. Yang mimpi jadi sales, kita kencengin training salesmanship-nya.”

Untuk itu, Harlan membangun pola komunikasi tidak berjarak antara pimpinan dan karyawan. Yang pria disapa Om, yang wanita dipanggil Tante. Ia juga percaya, bila menginginkan karyawannya jujur, maka ia harus jujur dulu ke karyawan sehingga ia menerapkan transparansi, termasuk dalam laporan keuangan. “Tiap bulan saya buka, profit and loss. Sampai office boy pun tahu. Setiap bulan saya adakan gathering,” urai pria yang kini menjabat Direktur Operasional di PT Agricon ini.

Transparansi itu menumbuhkan rasa memiliki yang tinggi terhadap perusahaan. Kalau dulu staf operasional mengambil rute ke pelanggan seenaknya saja, kemudian berubah menjadi rute yang paling efisien. Demikian pula bujet pelatihan dihitung ulang agar lebih efektif. Intinya, “Lebih bertanggung jawab, ada rasa kebersamaan. Atasan bawahan saling menghormati. Kita juga merasa sebagai satu keluarga,” imbuh pria ramah ini.

Dalam suasana akrab, perusahaan tetap mencanangkan target bersama karyawan dan memacu mereka untuk memberikan yang terbaik dan tidak berada di zona nyaman. “Kita harus berinovasi mencari kebijakan yang efektif. Kita pasang target naik terus, reward-nya juga kita kencengin. Jangan cepat puas diri, tapi juga tetap rendah hati,” tuturnya bijak.

Filosofi terakhir, mencari keuntungan bersama. Meski termasuk perusahaan keluarga, kata Harlan, pemegang saham tidaklah pelit. Setelah mengambil profit dalam jumlah tertentu, perusahaan menyisakan keuntungan untuk investasi. “Bisa dalam bentuk kenaikan gaji karyawan, bagi-bagi bonus, dan sekarang berbentuk koperasi karyawan. Semua mobil operasional perusahaan dimiliki koperasi. Perusahaan menyewa ke koperasi. Inilah jalan menuju keuntungan bersama,” terang Harlan yang sejak 2009 diminta menularkan filosofi yang membuat Terminix sukses tersebut ke Agricon.

Mencapai Kebahagiaan Sejati

Sukses Harlan membawa perusahaan ke jenjang yang tinggi juga diikuti penemuannya tentang kebahagiaan hidup sejati. Konsep hidup yang paling enak adalah how to work, to love, and to play. Saat ini saya mendapat ketiga-tiganya,” ujar lelaki yang hobi jalan kaki ini.

Suami …  yang sejak 2001 memeluk Islam tersebut mengawali hari-harinya dengan sholat subuh, membangunkan anak-anak untuk sekolah, jalan kaki sekitar sejam, mandi, sholat dhuha, ke kantor, dan pukul lima sudah kembali ke rumah bercengkerama dengan keluarga.

Saya sudah mulai mendapatkan kenikmatan dalam setiap gerakan sholat. Akhirnya itu menjadi purpose of life mengabdi kepada Allah. Alhamdulilah, sekarang saya bener, result-nya datang mengikuti. Jadi, apapun saya merasa dicukupkan rezeki dan kesehatan saya,” Harlan mengakhiri obrolannya dengan senyum.

Peni Sari Palupi, Untung Jaya, Syaiful Hakim











 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain