Jatuh bangun meniti karir benar-benar
dari bawah, pria muda ini akhirnya berhasil meraih posisi puncak Banyak karyawan meraih
sukses setelah berpindah kerja ke beberapa perusahaan. Namun ada kalanya karyawan
meraih sukses setelah berkiprah di perusahaan yang sama selama bertahun-tahun. Inilah
buah manis yang dipetik Sindra Wijaya dari PT Bumitangerang Mesindotama atau
lebih dikenal dengan BT Cocoa. Jatuh Bangun Ketika ditemui
AGRINA beberapa waktu lalu, Sindra mengungkap sejarah kiprahnya di BT Cocoa. Pada
1996, Piter Jasman, pemilik BT Cocoa, mengembangkan bisnisnya dengan mendirikan
perusahaan general contractor.
Diajaklah Sindra ikut mengurus perusahaan barunya ini. Sayang, setelah sempat
berjalan dua tahun, krisis moneter menerjang Indonesia. Order-an pun mulai seret lantaran
jarang sekali pelaku bisnis melakukan ekspansi. Termasuk salah satu calon
investor di Sulawesi yang minta dibuatkan penawaran pabrik pengolahan kakao termasuk
mesin-mesinnya. Calon investor ini juga membatalkan order-nya. Kegagalan mendapat order
tersebut malah mendatangkan hikmah bagi Piter dan Sindra. “Kami lihat data,
kakao ini potensial sekali. Jadi, begitu calon investor itu batal, kami putuskan
masuk ke industri ini. Kami memulai dengan investasi yang nggak begitu besar.
Mesin-mesin yang kami gunakan buatan dalam negeri, kecuali mesin pres dari
Eropa,” kenang Sindra. Itulah cikal bakal BT Cocoa. Dalam waktu 15 tahun, BT Cocoa berkembang
menjadi salah satu industri pengolah biji kakao terkemuka di negeri ini. “Kami
memproduksi cocoa powder, cocoa butter,
dan cocoa liquor. Hasilnya kami
ekspor ke lebih dari 50 negara,” paparnya dengan bangga. Karir Melesat Sindra muda
mengawali langkahnya dari PT Bumitangerang Alam Citra yang membawahi Istana
Nelayan Hotel & Restaurant pada 1992 selepas SMEA di Tangerang, Banten. Posisinya
saat itu asisten accounting manager. Setelah tiga
tahun bekerja di perusahaan yang juga milik Piter Jasman itu, lelaki kelahiran
10 Desember 1973 ini berusaha meningkatkan kualitas dirinya dengan berkuliah
malam di STIE Buddhi. Mengambil jurusan akuntansi, ia berhasil menyelesaikan
pendidikannya pada 2001. Sempat menduduki
jabatan accounting manager di PT
Bumitangerang Biokimia dan BT Cocoa yang masih satu grup pada 1996 - 2000, ia
lalu dikonsentrasikan ke BT Cocoa sebagai logistic
& exim manager pada 2001. Di
sinilah karirnya terus melesat sampai mendapat kepercayaan sang bos untuk
menduduki posisi Presiden Direktur. Perjalanan karir Sindra
dan perusahaan yang menaunginya tidaklah mulus. Sekadar contoh, suami Eny
Joeliati ini menyebut, pada waktu krisis moneter 1998, perusahaan dalam kondisi
yang sulit. Walhasil, gajinya pun tak naik selama dua tahun. Namun ia memilih
untuk bertahan. “Waktu itu saya
yakin, perusahaan ini akan berkembang karena bahan bakunya ada di dalam negeri
dan pasarnya terbuka sekali di luar negeri. Konsumsi di dalam negeri juga masih
rendah sehingga pasar dalam negeri suatu saat akan melejit,” ulas ayah Jessica
Wijaya, Jason Wijaya, dan Jesslyn Valentina Wijaya ini. Keyakinannya
ternyata benar. Apalagi setelah pemerintah menerapkan kebijakan bea keluar
terhadap ekspor biji kakao sejak 2010, industri pengolahan kakao di dalam
negeri terjamin pasokan bahan bakunya. Sampai sekarang, industri pengolahan
kakao berkembang pesat dengan masuknya investor asing yang mendirikan pabrik di
Indonesia. Suka Kakao Bertahan sebagai karyawan dalam satu perusahaan pada waktu lama
membutuhkan tekad yang kuat agar terhindar dari kejenuhan. Lantas apa rahasia
sukses Sindra? Ia merumuskannya dengan kata JITU, yaitu jujur, inovatif, tekun, dan ulet. Sindra
menjelaskan, jujur itu menimbulkan kepercayaan. “Inovatif ya harus kita lakukan untuk
mendapat kepercayaan. Tekun, ya kalau mau sukses harus tekun, apalagi sebagai
pekerja. Ulet, tidak mudah menyerah. Kalau keempat unsur
ini bisa kita lakukan, saya yakin kita bisa sukses,” urai Sindra yang kini
menjabat Direktur Eksekutif Asosiasi Industri kakao Indonesia (AIKI) ini. Sebagai petinggi di industri pengolahan kakao, dalam kehidupannya
sehari-hari Sindra juga tak lepas dari bahan baku cokelat ini. “Di rumah hampir
tiap hari minum cokelat karena pada dasarnya ‘kan cokelat bagus buat
kesehatan,” akunya. Demikian pula anak-anaknya ia budayakan mengonsumsi cokelat
tiap hari. Menurut pria yang juga Wakil Ketua Umum Dewan Kakao Indonesia (Dekaindo) ini,
banyak mitos keliru tentang cokelat. Cokelat dikatakan tidak bagus untuk
kesehatan, menyebabkan diabetes, kolesterol, kegemukan, jerawatan, hipertensi,
dan sebagainya. “Kenapa itu keliru? Berdasarkan penelitian, cokelat yang murni sangat
bermanfaat buat tubuh kita karena banyak mengandung antioksidan flavanoid.
Bahkan jumlah flavanoid yang terdapat dalam cokelat tiga kali lebih tinggi
ketimbang yang ada dalam wine dan lima kali teh. Fungsinya untuk memperlancar
peredaran darah, memperkuat kerja jantung, menghindari kanker,” jelasnya
panjang lebar. Persepsi keliru tersebut terjadi lantaran produk cokelat di Indonesia
cukup berbeda daripada yang ada di Eropa dan Amerika. Di dua benua tersebut,
menurut Sindra, cokelat batangan dibuat dari cocoa liquor dan coco butter.
Konsumen menyukai dark chocolate yang
kandungan cokelatnya 70 % - 80 % yang rasanya pahit. Produsen cokelat juga tidak
menggunakan lemak nabati. Kalaupun ada, dibatasi maksimal 5 %. Jadi, produknya riil cokelat bagus bagi
kesehatan. Di Asia termasuk Indonesia, kata Sindra, cokelatnya berbeda karena pengaruh
iklim dan daya beli. “Daya beli kita masih rendah. Kalau dibuat cokelat yang tinggi kandungannya
tidak terbeli, akhirnya cocoa butter
diganti minyak sawit yang lebih murah,” kata Sindra. Selain itu,
lanjutnya, iklim di Indonesia juga tidak mendukung kalau
cokelat dipasarkan seperti yang di Eropa akan mudah leleh. Itulah kenapa diganti
minyak sawit sehingga cokelatnya keras. Cocoa
liquor juga diganti cocoa powder.
Jadi, cokelat Indonesia bahannya cocoa
powder, minyak sawit, gula, dan susu. “Cokelat dari Eropa begitu di mulut
langsung meleleh, kalau kita punya harus dikunyah-kunyah kayak dodol. Yang
tidak sehat ya campurannya (kalau terlalu banyak dikonsumsi). Di rumah saya
konsumsi cocoa powder ditambah gula
secukupnya,” ucap Sindra menyudahi obrolannya siang itu sambil tersenyum. Peni Sari Palupi, Syatrya Utama (251)