Senin, 3 Agustus 2015

Sindra Wijaya Meraih Sukses dengan Prinsip ‘Jitu’

 

Jatuh bangun meniti karir benar-benar dari bawah, pria muda ini akhirnya berhasil meraih posisi puncak

 

Banyak karyawan meraih sukses setelah berpindah kerja ke beberapa perusahaan. Namun ada kalanya karyawan meraih sukses setelah berkiprah di perusahaan yang sama selama bertahun-tahun. Inilah buah manis yang dipetik Sindra Wijaya dari PT Bumitangerang Mesindotama atau lebih dikenal dengan BT Cocoa.

 

Jatuh Bangun

Ketika ditemui AGRINA beberapa waktu lalu, Sindra mengungkap sejarah kiprahnya di BT Cocoa. Pada 1996, Piter Jasman, pemilik BT Cocoa, mengembangkan bisnisnya dengan mendirikan perusahaan general contractor. Diajaklah Sindra ikut mengurus perusahaan barunya ini.

Sayang, setelah sempat berjalan dua tahun, krisis moneter menerjang Indonesia. Order-an pun mulai seret lantaran jarang sekali pelaku bisnis melakukan ekspansi. Termasuk salah satu calon investor di Sulawesi yang minta dibuatkan penawaran pabrik pengolahan kakao termasuk mesin-mesinnya. Calon investor ini juga membatalkan order-nya.

Kegagalan mendapat order tersebut malah mendatangkan hikmah bagi Piter dan Sindra. “Kami lihat data, kakao ini potensial sekali. Jadi, begitu calon investor itu batal, kami putuskan masuk ke industri ini. Kami memulai dengan investasi yang nggak begitu besar. Mesin-mesin yang kami gunakan buatan dalam negeri, kecuali mesin pres dari Eropa,” kenang Sindra.

Itulah cikal bakal BT Cocoa. Dalam waktu 15 tahun, BT Cocoa berkembang menjadi salah satu industri pengolah biji kakao terkemuka di negeri ini. “Kami memproduksi cocoa powder, cocoa butter, dan cocoa liquor. Hasilnya kami ekspor ke lebih dari 50 negara,” paparnya dengan bangga.

 

Karir Melesat

Sindra muda mengawali langkahnya dari PT Bumitangerang Alam Citra yang membawahi Istana Nelayan Hotel & Restaurant pada 1992 selepas SMEA di Tangerang, Banten. Posisinya saat itu asisten accounting manager.

Setelah tiga tahun bekerja di perusahaan yang juga milik Piter Jasman itu, lelaki kelahiran 10 Desember 1973 ini berusaha meningkatkan kualitas dirinya dengan berkuliah malam di STIE Buddhi. Mengambil jurusan akuntansi, ia berhasil menyelesaikan pendidikannya pada 2001.

Sempat menduduki jabatan accounting manager di PT Bumitangerang Biokimia dan BT Cocoa yang masih satu grup pada 1996 - 2000, ia lalu dikonsentrasikan ke BT Cocoa sebagai logistic & exim manager pada 2001. Di sinilah karirnya terus melesat sampai mendapat kepercayaan sang bos untuk menduduki posisi Presiden Direktur.  

Perjalanan karir Sindra dan perusahaan yang menaunginya tidaklah mulus. Sekadar contoh, suami Eny Joeliati ini menyebut, pada waktu krisis moneter 1998, perusahaan dalam kondisi yang sulit. Walhasil, gajinya pun tak naik selama dua tahun. Namun ia memilih untuk bertahan.

“Waktu itu saya yakin, perusahaan ini akan berkembang karena bahan bakunya ada di dalam negeri dan pasarnya terbuka sekali di luar negeri. Konsumsi di dalam negeri juga masih rendah sehingga pasar dalam negeri suatu saat akan melejit,” ulas ayah Jessica Wijaya, Jason Wijaya, dan Jesslyn Valentina Wijaya ini.

Keyakinannya ternyata benar. Apalagi setelah pemerintah menerapkan kebijakan bea keluar terhadap ekspor biji kakao sejak 2010, industri pengolahan kakao di dalam negeri terjamin pasokan bahan bakunya. Sampai sekarang, industri pengolahan kakao berkembang pesat dengan masuknya investor asing yang mendirikan pabrik di Indonesia.

 

Suka Kakao

Bertahan sebagai karyawan dalam satu perusahaan pada waktu lama membutuhkan tekad yang kuat agar terhindar dari kejenuhan. Lantas apa rahasia sukses Sindra? Ia merumuskannya dengan kata JITU, yaitu jujur, inovatif, tekun, dan ulet.

Sindra menjelaskan, jujur itu menimbulkan kepercayaan. “Inovatif ya harus kita lakukan untuk mendapat kepercayaan. Tekun, ya kalau mau sukses harus tekun, apalagi sebagai pekerja. Ulet, tidak  mudah menyerah. Kalau keempat unsur ini bisa kita lakukan, saya yakin kita bisa sukses,” urai Sindra yang kini menjabat Direktur Eksekutif Asosiasi Industri kakao Indonesia (AIKI) ini.

Sebagai petinggi di industri pengolahan kakao, dalam kehidupannya sehari-hari Sindra juga tak lepas dari bahan baku cokelat ini. “Di rumah hampir tiap hari minum cokelat karena pada dasarnya ‘kan cokelat bagus buat kesehatan,” akunya. Demikian pula anak-anaknya ia budayakan mengonsumsi cokelat tiap hari.

Menurut pria yang juga Wakil Ketua Umum Dewan Kakao Indonesia (Dekaindo) ini, banyak mitos keliru tentang cokelat. Cokelat dikatakan tidak bagus untuk kesehatan, menyebabkan diabetes, kolesterol, kegemukan, jerawatan, hipertensi, dan sebagainya. Kenapa itu keliru? Berdasarkan penelitian, cokelat yang murni sangat bermanfaat buat tubuh kita karena banyak mengandung antioksidan flavanoid. Bahkan jumlah flavanoid yang terdapat dalam cokelat tiga kali lebih tinggi ketimbang yang ada dalam wine dan lima kali teh. Fungsinya untuk memperlancar peredaran darah, memperkuat kerja jantung, menghindari kanker,” jelasnya panjang lebar.

Persepsi keliru tersebut terjadi lantaran produk cokelat di Indonesia cukup berbeda daripada yang ada di Eropa dan Amerika. Di dua benua tersebut, menurut Sindra, cokelat batangan dibuat dari cocoa liquor dan coco butter. Konsumen menyukai dark chocolate yang kandungan cokelatnya 70 % - 80 % yang rasanya pahit. Produsen cokelat juga tidak menggunakan lemak nabati. Kalaupun ada, dibatasi maksimal 5 %. Jadi, produknya riil cokelat bagus bagi kesehatan.

Di Asia termasuk Indonesia, kata Sindra, cokelatnya berbeda karena pengaruh iklim dan daya beli. Daya beli kita masih rendah. Kalau dibuat cokelat yang tinggi kandungannya tidak terbeli, akhirnya cocoa butter diganti minyak sawit yang lebih murah,” kata Sindra.

Selain itu, lanjutnya, iklim di Indonesia juga tidak mendukung kalau cokelat dipasarkan seperti yang di Eropa akan mudah leleh. Itulah kenapa diganti minyak sawit sehingga cokelatnya keras. Cocoa liquor juga diganti cocoa powder. Jadi, cokelat Indonesia bahannya cocoa powder, minyak sawit, gula, dan susu. Cokelat dari Eropa begitu di mulut langsung meleleh, kalau kita punya harus dikunyah-kunyah kayak dodol. Yang tidak sehat ya campurannya (kalau terlalu banyak dikonsumsi). Di rumah saya konsumsi cocoa powder ditambah gula secukupnya,” ucap Sindra menyudahi obrolannya siang itu sambil tersenyum.

Peni Sari Palupi, Syatrya Utama (251)

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain