Masalah apapun, kalau kita bisa melihat secara jelas, jawabannya sangat sederhana. Memang, proses mencari tahunya yang lama.
Permasalahan pertanian di Indonesia cukup kompleks, tetapi tampaknya pemerintah saat ini terburu-buru dalam menelurkan kebijakan sehingga belum mampu menjawab persoalan. “Konsep blusukan itu benar, selama tidak ada muatan yang lain. Pasalnya, orang harus tahu apa masalahnya di lapangan. Petani itu pintar karena setiap hari bergulat dengan pekerjaannya. Pintar dalam arti memahami. Contoh, saat pupuk subsidi langka. Mereka bilang, nggak usah ada subsidi asal barangnya ada. Yang ribut kan yang menganalisis. Buktinya, petani sayuran nggak pernah pakai pupuk subsidi. Mereka berani pakai produk impor yang delapan kali lebih mahal,” komentar Mardiyanto saat diminta pendapatnya tentang kondisi pertanian di negeri ini.
Tiga Kategori Petani
Lebih jauh ia memberikan contoh pembagian traktor untuk petani dalam rangka mencapai swasembada beras. “Kita harus lihat lagi, apakah benar itu masalahnya? Berapa penjualan traktor swasta? Banyak. Itu artinya petani bisa meng-absorb. Di daerah mana orang tanam padi nggak pakai traktor? Sebelum ada bantuan, di mana-mana petani sudah pakai traktor untuk mengolah tanah. Artinya, mereka dibantu sesuatu yang mereka sudah miliki,” ulasnya Sales & Marketing Manager PT Bina Guna Kimia ini saat berbincang dengan AGRINA 18 Maret lalu di kantornya.
Kelanjutan tentang tulisan ini baca di Tabloid AGRINA versi Cetak volume 10 Edisi No. 250 yang terbit pada Rabu, 1 April 2015. Atau klik di www.scanie.com/featured/agrina.html, https://www.wayang.co.id/index.php/majalah/agrina