Gaung swasembada pangan terus terngiang, percepatan langkah menuju ke sana pun harus dilakukan.
Komitmen mewujudkan kedaulatan dan swasembada pangan dalam tiga tahun ke depan yang digaungkan Presiden Joko Widodo disambut antusias Andi Amran Sulaiman. Apalagi Amran, sapaan akrabnya, dipercaya menjadi Menteri Pertanian dalam Kabinet Kerja Jokowi – JK yang saat ini memasuki bulan kelima masa kerjanya.
Menteri yang berlatar belakang pengusaha ini bahkan berkeyakinan swasembada beras bisa tercapai setahun lebih cepat dari target pemerintah untuk swasembada padi, jagung, dan kedelai pada 2017. “Kita bisa kok karena kita mampu melakukannya. Tentu itu semuanya butuh dukungan lintas sektoral, tidak bisa dikerjakan oleh Kementerian Pertanian saja,” tandasnya kepada AGRINA dalam kunjungan kerja di Bali minggu lalu.
Untuk mengetahui permasalahan di lapangan, pada awal masa kerjanya Amran sibuk blusukan ke berbagai daerah di Nusantara. Benang merah permasalahan yang ia dapatkan dari blusukan adalah masih kuatnya ego sektoral di antara kementerian terkait. Karena itu, “Demi merah putih, tanggalkan dulu ego sektoral karena upaya ini untuk bangsa dan masyarakat Indonesia. Semua harus ikut mendukung swasembada pangan agar bangsa ini berdaulat dalam hal pangan yang insya Allah bisa kita capai tiga tahun atau mungkin dua tahun ini,” urai Menteri Pertanian Indonesia ke-26 tersebut.
Petani Harus Sejahtera
Amran tak memungkiri masih ada faktor-faktor yang mempengaruhi produksi pertanian untuk percepatan swasembada. Faktor yang harus segera diselesaikan yaitu masalah irigasi, pupuk, benih, alat mesin pertanian, dan penyuluhan. “Irigasi perlu diperbaiki karena banyak yang rusak, pupuk sering terlambat, benih terlambat, alat mesin pertanian kurang, dan kekurangan petugas penyuluhan di desa-desa,” ulas alumnus Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin, Makasaar, ini.
Ego sektoral menyebabkan munculnya regulasi yang kurang pas. Pemerintah dengan BUMN penyedia sarana pertanian seperti pupuk dan benih, Kementerian Pertanian dan Kementerian Pekerjaan Umum yang mengurusi masalah irigasi, Kementerian Pertanian dan kementerian-kementerian lain pendukung percepatan swasembada ini.
“Kita masih sering mendengar keterlambatan (penyaluran) pupuk dan benih. Jangan sampai petani mengalami saat tanam tidak ada benih. Saat pemupukan, pupuknya belum datang. Kita tidak mau ini terjadi lagi,” tandas lelaki asal Bone, Sulawesi Selatan, itu dengan bersemangat.
Sekadar memberi contoh adalah proses pengadaan benih padi yang harus melalui tender. Ini butuh waktu tidak kurang dari dua bulan, sementara itu musim tanam sudah berlangsung. “Kita harus berjuang bersama-sama sebagai anak bangsa karena Merah-Putih ada di dada kita,” ajaknya.
Meski fokus terbesar swasembada padi, jagung, dan kedelai, bukan berarti swasembada komoditas lain tidak menjadi perhatiannya. Bali yang memiliki jenis sapi berkualitas tidak kalah bersaing dengan sapi dari negara lain yang juga menghasilkan daging berkualitas. “Kita harus bangga dan bisa mengembangkan sapi bali sehingga bisa juga disebar ke daerah lainnya. Kita bisa swasembada. Mimpi saya Bali, NTT (Nusa Tenggara Timur), dan NTB (Nusa Tenggara Barat) mampu menjadi penyuplai daging sapi di Asia," ucapnya antusias di sela kunjungan kerjanya di Desa Cemagi, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, Bali.
Istirahat Berkualitas
Sampai sekarang Amran masih saja sibuk mengunjungi daerah-daerah yang menjadi sentra produksi pertanian. Kunjungan tersebut dilakukan untuk melihat langsung kondisi dan dukungan daerah terhadap pencapain swasembada serta kepedulian daerah terhadap peningkatan kesejahteraan petaninya.
Konsekuensinya, Amran hanya bisa beristirahat 3 – 4 jam sehari karena berkeliling ke 20 provinsi yang mencakup 66 kabupaten selama 3 bulan terakhir. "Manusia memang memiliki keterbatasan, tapi yang penting bagaimana memanfaatkan yang sedikit tersebut untuk beristirahat. Sewaktu istirahat tersebut harus benar-benar berkualitas sehingga kita bisa tetap bugar. Selain itu harus selalu menjaga kesehatan,” tutur pria kelahiran 27 April 1968 ketika makan malam di Jimbaran, Bali.
Dari berbagai kunjungannya di beberapa daerah, ia mengaku sangat prihatin dengan kondisi anak muda yang mulai tidak tertarik dengan pertanian. Padahal, pertanian adalah salah satu tumpuan hidup bagi banyak masyarakat. “Tidak ada pertanian, negara akan goyah. Ketahanan pangan sangat penting bagi kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara,” tegas anak seorang sersan mayor yang juga bertani ini.
Di sisi lain banyak pula anak petani yang sukses. Mereka sukses dalam bisnis sehingga mampu menghidupi keluarga secara layak. "Saya anak petani, bisa jadi menteri. Anak petani juga ada yang jadi gubernur, jadi bupati, dan menjadi sukses karena menekuni pertanian. Jadi kenapa kita tidak melihat semua ini?" cetusnya.
Ikuti Pesan Orang Tua
Kesuksesan Amran tak datang begitu saja. Datang dari keluarga besar yang memiliki 12 anak, sejak kecil ia harus berjuang keras. Restu sang ibunda mengiringi perjuangan hidupnya. Meluncurlah salah satu episode cerita hidupnya. “Saat itu, saya tidak punya uang sama sekali untuk pengobatan ibu, padahal waktu itu saya sudah menikah dan punya anak, uang pun pas-pasan. Saya pun berdoa dan mencium tangan ibu,” cerita suami Ir. Hj. Martati ini.
Tak berselang lama, rezeki datang. Ibunda tersayang pun akhirnya dapat dibawa ke rumah sakit. “Selama 14 tahun ibu sakit dan hanya bisa berbaring. Namun itu tidak menyurutkan saya untuk tetap merawatnya meski kemudian Allah berkehendak lain,” tutur ayah dari Andi Amar Ma'ruf, Andi Athira, Andi Muh. Anugrah, dan Andi Humairah.
Menurut Amran, keberhasilannya kini juga buah dari selalu menghargai ibu. “Dia yang melahirkan kita dan merawat kita agar hidup kita kelak lebih berhasil daripada dirinya sendiri. Janganlah kita pernah menyakitinya. Sekaya apapun kita kalau ibu tidak rela maka tidak akan bisa kita kaya dan berhasil mencapai cita-cita,” tegas pemilik hak paten Alpostran (Alat Empos Tikus modifikasi) dari Menteri Kehakiman pada 2014 ini.
Selain itu, pesan mendalam yang diperoleh dari ibunya adalah tidak boleh membalas kejahatan orang lain dengan dendam. “Jika disakiti orang, balaslah dengan kebaikan, dan tersenyum. Hati juga harus bersih dan kerja keras. Jalan harus cepat, tinggalkan yang lambat,” saran Amran kepada rekan-rekannya yang ikut makan malam.
Tri Mardi Rasa