Setelah 69 tahun Indonesia merdeka, baru sekitar 1% pesisir dimanfaatkan untuk budidaya ikan. Apakah kita perlu 6.900 tahun untuk memanfaatkan 100% pesisir kita?
Sebuah dialog bisa menginspirasi seseorang menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi kemajuan suatu bangsa. Suatu hari, 2008, Budiprawira Sunadim berkunjung ke Balai Budidaya Laut di Batam, Kepulauan Riau. Pengusaha tekstil dari Bandung, Jawa Barat, itu pergi bersama Prof. Dr. Ketut Sugama, M.Sc. (pada saat itu Direktur Pembenihan, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan).
Dalam kunjungan itu, Budi, panggilan akrab Budiprawira, diajak Dr. Syamsul Akbar (pada saat itu Kepala Balai Budidaya Laut Batam) melihat budidaya ikan di laut. “Apa itu?” tanya Budi sambil menunjuk benda terapung berbentuk kotak. “Ini masa depan perikanan budidaya. Ini keramba jaring apung (KJA) yang terbuat dari HDPE (high density polyethylene),” jawab Syamsul.
Masa Depan Perikanan Budidaya
“Kok, jelek banget,” komentar Budi, spontan. “Jangan gitu Pak Budi. Itu buatan Malaysia. Indonesia belum bisa buat,” kata Syamsul. “Saya bisa buat lebih bagus dari ini,” tegas Budi.
“Kamu orang tekstil. Apa yang kamu ketahui tentang HDPE?” Syamsul balik bertanya. “Yang saya tahu, HDPE itu plastik. Kalau dipanasi meleleh, dan bisa dibentuk menjadi bentuk apapun, itu yang saya tahu,” jawab Budi.
Dalam benak Budi, selain tahan ombak, KJA itu harus indah. Budi bertekad membuat KJA yang bermutu dan berestetika. Mengapa? Karena kalimat, “Pak Budi, ini masa depan perikanan budidaya” dan “Indonesia belum bisa buat”. “Kedua kalimat itu membuat saya panas,” katanya, 26 Agustus 2014, saat ditemui di Indoaqua 2014 di Jakarta. Lalu, dengan kebulatan tekad, Budi mulai membuat KJA.
Bagi Budi, kritik dan kadang cemoohan ibarat mesin pembangkit semangat, makin kukuh hatinya ingin membuat KJA yang tahan ombak. Dalam perjalanannya membuat suatu sistem KJA yang tahan ombak, tak kurang beberapa kali merombak desain karena dikritisi oleh teman-teman.
Sebagai orang yang sudah menggeluti bisnis tekstil (poliester) yang berbasis minyak bumi (petroleum based), tentu tidak terlalu sulit untuk membuat jaring yang layak untuk perikanan budidaya untuk melengkapi ciptaan KJA-nya.
Pangan dari laut
Ada satu hal yang membuat orang yang ber-shio Naga Air ini mendukung budidaya di laut. Pada 2008, Budi mendengar informasi dari Food and Agriculture Organization (FAO), bahwa dalam 5-7 tahun ke depan akan ada ratusan juta orang kelaparan. Maknanya: daratan sudah tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pangan. Cara satu-satunya adalah ke laut, apakah itu perikanan tangkap atau perikanan budidaya. Namun, perikanan tangkap sudah sangat berlebihan (overfishing). Maka, satu-satunya jalan adalah mengembangkan perikanan budidaya di laut.
Budidaya ikan di laut itu bisa di pesisir (coastal marine) atau offshore (laut lepas). Setelah Indonesia merdeka 69 tahun, menurut Budi, bila baru kurang lebih 1% pesisir yang dimanfaatkan untuk budidaya ikan, itu sungguh terlalu lambat. “Jika kita tetap menggunakan cara-cara seperti sekarang ini, maka akan membutuhkan 6.900 tahun lagi untuk mencapai 100%.” katanya.
Sebagai pengembang KJA Aquatec, Budi sangat serius mendukung budidaya ikan di laut maupun di darat. Ia tidak segan-segan berinvestasi membuat KJA dari bahan HDPE yang baru. Warnanya biru cerah, karena inilah warna yang sulit ditumbuhi lumut atau teritip, dan juga tidak banyak menyerap panas. “Kalau bukan HDPE yang baru, tidak bisa diberi warna biru,” kata Budi menjelaskan kualitas KJA-nya. Kalau dari HDPE daur ulang, hanya dapat diberi warna hitam, sulit mendapatkan warna lainnya. Selain itu, HDPE yang baru memiliki ketahanan yang lebih lama dari HDPE daur ulang.
Melihat besarnya potensi perikanan budidaya di laut tanah air, ditambah dengan kata-kata Dr. Syamsul Akbar “Ini masa depan perikanan budidaya,” “Indonesia belum bisa buat,” dan tekad, sikap menerima kritik, mau berubah, selalu berinovasi, serta tidak main-main dengan kualitas, mendorong Budiprawira Sunadim semakin kukuh mengembangkan KJA AquaTec. Kini, Budi dibantu oleh anaknya, Andi Jayaprawira yang lulusan ITB dan istrinya, Imelda Lis dalam mengembangkan dan memasarkan KJA AquaTec. Tahun depan, akan keluar sekaligus dua model baru KJA Aquatec yang lebih kuat, lebih tahan lama, dan indah.
Syatrya Utama