Boediono Ekopoetro Tandu
Menyandingkan Bisnis dan Idealisme
Memulai bisnis dari impor mesin nugget, tapi kelompok usaha ini malah kondang berkat produk susu dan yoghurt.
Mendengar nama Cimory atau Cisarua Mountain Dairy Group, mungkin yang ada dalam benak Anda adalah susu dan yoghurt. Memang, produk susu inilah yang mudah ditemukan di pasar umum dan belakangan advertensinya wara-wiri di layar kaca. Mungkin pula lantaran resto serba susunya yang selalu ramai oleh pengunjung.
Padahal perusahaan penanaman modal dalam negeri ini juga menggarap bisnis pangan olahan berbahan baku daging sapi, daging ayam, telur, kedelai, food ingredient dan alat mesin pengolahan pangan serta menjadi distributor pangan dan minuman. Oktober tahun ini usahanya akan merambah pangan siap saji untuk convenient store yang berkembang pesat di kota-kota besar Indonesia. Siapa di balik langkah grup perusahaan yang bermarkas di Taman Meruya, Jakarta Barat ini?
Mulai dari Ayam
Adalah Boediono Ekopoetro Tandu, praktisi teknologi pangan lulusan Technical University, Berlin, Jerman, yang mampu membawa perusahaan ini maju pesat. “Dulu founder-nya jualan mesin untuk bikin nugget. Tahun 1991 itu di Indonesia belum ada mesin nugget. Kami jualan mesin nugget dari Jerman, tapi nggak ada yang beli. Lalu kami bikin nugget (ayam) tahun 1992 supaya orang tahu bentuk produknya kayak gini lho. Jadi brand nugget ‘Solite’ itu pertama kita punya. Kita olah daging. Tapi ‘kan sebenarnya tujuan kita jual mesin. Kita mulai jual mesin processing sosis. Kemudian kita juga jual chasing (kulit) sosis,” ungkap Boedi memulai cerita panjangnya di sebuah kedai kopi di Cibubur, Jakarta (18/6).
Dengan pertimbangan bisnis utamanya menjual mesin dan kulit sosis serta tidak memiliki bahan baku ayam sendiri sehingga tidak akan kompetitif, maka Macroprima Panganutama, begitu nama anak usaha tersebut, memproduksi nugget “ala kadarnya”.
Menurut Chief Operating Officer Cimory Group yang membawahi empat perusahaan ini, dulu orang membuat kulit sosis dari usus, tapi produksinya terbatas. Jadi, karena menghabiskan waktu 8 tahun kuliah di Jerman, lelaki asal Surabaya ini tahu sumber kulit sosis yang baik. “Kita impor kulit sosis. Kulit ini ada dua, yang edible dan non edible. Kalau yang dapat dimakan dari kolagen. Kolagen itu kulit sapi yang paling dekat dengan daging. Di sana ada selaput tipis, selaput ini diekstrak, lalu di-extrude menjadi lapisan tipis, kemudian dibikin seperti selongsongan es panjang. Nah itulah yang diisi sosis. Jadi kolagen itu protein kulit sapi,” urai bapak berusia 48 tahun ini.
Untuk memperlancar bisnis, pada 2004 Boedi bersama sang pendiri perusahaan, Bambang Sutantio, mengembangkan perusahaan distribusi, Macrosentra Niagaboga. Mereka fokus ke distribusi, pemasaran, dan membuka cabang di Bandung, Surabaya, Semarang, Denpasar, Medan, dan Makassar. Pengalamannya punya perusahaan distribusi dan menangani produk konsumen (consumer goods) di Orang Tua Group sejak lulus kuliah hingga 2001, membuatnya makin sukses. Sukses itu, diakuinya, berkat dukungan pemegang saham, pelanggan, dan jajarannya.
Peran perusahaan distribusi, menurut pria yang memperistri wanita asal Tegal, Jateng, ini, sangat penting. Kalau punya produk, lebih dulu pastikan distribusinya bagus, pasti cepat. “Saya lihat grup besar begitu. Lihat saja Orang Tua Group, Garuda Food, Wings, Indofood. Kalau Unilever beda. Meskipun dia nggak punya distribusi sendiri, tetapi sistemnya sudah bagus,” imbuh ayah satu putri ini.
Yang Bermanfaat dan Berbeda
Grup ini lalu mengembangkan sayapnya ke bisnis olahan susu di bawah payung Cisarua Mountain Dairy (Cimory). Bermula dari keinginan menolong peternak sapi perah di Cisarua, Bogor, yang harga susu segarnya terlalu murah sehingga tidak menyejahterakan mereka. Perusahaan ini lantas memproduksi susu pasteurisasi dan yoghurt dengan menampung susu segar berkualitas dari Koperasi Giri Tani. Dengan iming-iming harga beli tinggi, peternak anggota koperasi mempraktikkan cara produksi yang baik. “Hasilnya, TPC (total plate count/jumlah kuman) 20 ribu/ml (jauh lebih rendah dari SNI yang 1 juta koloni). Ini pemerahan dengan tangan lho. Mereka seneng sekarang. Dulu ‘kan grade 4 terus. Harga cuma Rp2.000-an seliter. Saya sekarang beli Rp6.000,” ulas Boedi dengan wajah cerah.
Harga yang baik memacu peternak berproduksi lebih baik. Bahkan Boedi sampai kewalahan akibat melimpahnya produksi susu mereka. Tak pelak bikin pihaknya kewalahan dan “terpaksa” memproduksi keju yang relatif bisa disimpan lama.
Ketika memproduksi susu dan yoghurt, Boedi dan jajarannya mempunyai idealisme dalam hal ukuran kemasan. Bila orang lain ramai-ramai menjual ukuran kecil dengan harapan lebih terjangkau konsumen, mereka tetap mematok minimal 200 ml. Alasannya, “Maunya ya kalau beli produk kita ada manfaatnya. ‘Kan rekomendasi WHO minum susu sehari minimal 200 ml. Mahal tapi memang ada manfaatnya,” tegas bapak yang ramah ini.
Pun saat memproduksi sosis sendiri, pihaknya membidik konsumen menengah ke atas yang peduli kualitas. “Saya bikin sosis Kanzler yang meat content-nya di atas 80%. Produksi kita juga sosis pertama yang nggak pakai pengawet. Itu kenapa jual Kanzler harus dengan freezer. Dulu pertama jual Kanzler susah, pertama karena mahal, kedua karena harus dipajang di freezer,” imbuh Boedi sembari menjelaskan, harga sosis premiumnya Rp90 ribu/kg. Sementara sosis lain yang kadar dagingnya jauh lebih rendah hanya Rp20 ribu/kg.
Merambah produk asal sapi, Boedi tidak meninggalkan produk ayam. Ia hanya menyediakan produk berkelas untuk pasar food service (semacam Pizza Hut). Lagi-lagi mencari pasar khusus, pihaknya memproduksi telur cair yang di antaranya bisa diolah menjadi mayonais. Kecolongan idenya membuat mayonais kemasan sachet disabot, toh dia masih cukup senang karena pesaingnya beli bahan baku dari pabriknya.
Langkah majunya meladeni convenient store semacam Alfamart, Lawson, Indomart, Seven Eleven yang marak, grup ini akan memproduksi makanan cepat saji dengan menggandeng investor Jepang. Kita tunggu saja tahun ini.
Peni Sari Palupi, Selo Sumarsono
Biodata Nama : Boediono Ekopoetro Tandu Tempat & Tanggal Lahir : Surabaya, 11 Oktober 1966 Pendidikan
terakhir : -
Technical University, Berlin, Diplom Ingenier (Food
Technology), 1986 – 1994, Spesialis: Pengolahan buah, sayuran, daging,
fermentasi, dan minuman beralkohol Karir : -
Chief Operating Officer Cimory Group (2005 – sekarang) -
Managing Director
PT Kuda Emas Elok Perkasa (2001 – 2004) -
Assistant Vice President Beverage Division dan General
Manager PT Intitirta Sarimakmur (Orang Tua Group), 1994 – 2001