Minggu, 25 Mei 2014

Suganda, Magnet dari Desa Kertasura

Banyak kendala menghadang dalam meniti usaha, tapi keseriusan dan ketelatenannya membawanya meraih sukses sebagai pembudidaya lele.

Ekonomi keluarga yang serba pas-pasan memaksa Suganda putus sekolah. Ia pun hanya bisa mengelola sawah yang dimiliki keluarganya yang tidak seberapa luas. Namun justru dari situ pula pria yang tinggal di Desa Kertasura, Kapetakan, Cirebon, Jawa Barat, ini melihat peluang untuk menjadi petani. Ia pun menjajal budidaya berbagai komoditas pertanian, seperti palawija, cabai, padi, dan sayuran untuk bisa memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarganya.

Waktu berlalu, hasil usaha taninya tak semulus dugaannya. Hama penyakit kerap mampir di lahannya. "Tidak ada untung, yang ada buntung, kena tikus dan penyakit,” kenangnya. Apalagi Suganda juga harus menghidupi anak dan istrinya.

Suganda kemudian beralih profesi menjadi pembudidaya lele. “Saya terinspirasi usaha kolam lele. Yang terpikir cuma satu, bagaimana mematikan tikus dan menjadikan pakan lele,” ungkapnya kesal. Satu kolam lele berukuran kecil dibangun di pekarangannya. Hanya bermodal informasi dari berbagai pelaku usaha lele yang ada di wilayah lain dan bantuan penyuluh perikanan di desanya. “Saya ingin serius, capek rasanya bertani digerogoti hama,” jelas lelaki berusia 43 tahun ini.

Temui Kendala Lagi

Awal budidaya lele, Suganda kembali diuji dengan masalah air. Saat musim kemarau tiba, produksi lelenya menurun. Memang lele bisa hidup tapi pasokan air tetap diperlukan. Pria bersahaja ini menambahkan, meski menggunakan pompa untuk menyedot air tanah, air tetap tidak keluar. “Kalaupun keluar, tidak cukup untuk mengaliri kolam ukuran kecil sekalipun,” ulas pria yang akrab dipanggil Pak Ganda ini.

Lalu, terpikir oleh Suganda untuk membuat bak penampungan air agar kebutuhan air saat kemarau tercukupi. ”Saat hujan kita tampung, pas kemarau kita gunakan, meskipun belum optimal, upaya ini sangat membantu,” kata ayah dua anak ini.

Ketika masalah air terpecahkan, usahanya pun berkembang dengan menambah jumlah kolam. “Sedikit-sedikit lahan tanaman palawija berkurang berganti dengan kolam lele,” imbuh pria berkumis tebal ini.

Dianggap Gila

Usaha budidaya yang dirintis Suganda pada 1998 tersebut dipandang sebelah mata oleh para tetangga. Bahkan pria asli Cirebon ini dianggap gila karena belum pernah ada orang yang membudidayakan lele di daerah tersebut. Apalagi usaha itu tampak seperti main-main. Mereka pun meragukan usaha lele bisa menghidupi keluarganya. “Mereka ada yang ngatain saya gila. Cuek aja, tetap jalan terus dan saya yakin bisa mewujudkan keinginan sebagai pembudidaya lele," kisah pionir budidaya lele dari Kertasura ini.

Setahun kemudian, keyakinan, keseriusan, dan ketelatenan Ganda dalam menapaki usahanya menghasilkan perubahan positif bagi ekonomi keluarganya. Tentu saja ini membukakan mata para tetangga. Walhasil, bagaikan magnet, para tetangganya yang semula meragukan, satu demi satu mulai tertarik meniru jejaknya.

Dari usaha budidaya lele tersebut, Ganda berhasil menyekolahkan anak-anaknya ke jenjang yang lebih tinggi darinya. “Lumayan, ada yang kuliah,” aku pria yang tak tamat SMP ini seraya tersenyum.

Kembangkan Usaha Dan Pasar

Melihat semakin banyak yang tertarik usaha lele, Ganda berinisiatif membentuk kelompok bersama kawan-kawannya dengan nama Kelompok Tani Kersa Mulia Bakti. Niat baiknya disambut perusahaan pakan ikan Suri Tani Pemuka dengan memberikan bimbingan teknis budidaya yang baik.

Tak hanya itu, Dinas Kelautan dan Perikanan setempat pun turut membimbing dan memberi bantuan permodalan untuk kelompok. Kini 30 petani yang tergabung dalam kelompok yang mengelola sekitar 400 kolam. Seperti dirinya, kelompok juga sukses dalam mengembangkan dan memasarkan lele. “Keberhasilan usaha ini tidak terlepas dari pemasaran dan menjaga rutinitas pasokan lele ke konsumen,” ulas Ganda.

Kontinuitas pasokan sangat penting bagi keberlanjutan usaha anggota kelompok sehingga menyejahterakan mereka. Tidak kurang dari 5 ton lele per hari keluar dari kolam kelompoknya menuju daerah pemasaran, seperti Cirebon, Kuningan, Tasikmalaya, Sumedang, dan Bandung, semuanya di Jawa Barat  “Kita hanya memproduksi sesuai permintaan yang sudah pasti agar tidak merusak harga di pasaran. Untung sedikit yang penting berlanjut,” kiatnya.

Memang, tutur Ganda, seringkali jika pasar kekurangan pasokan, banyak pembeli yang datang menawarkan harga lebih tinggi ketimbang pelanggan setia mereka. Namun kelompok ini tidak tergiur begitu saja dengan iming-iming harga tersebut lantaran mereka lebih memprioritaskan pelanggan setia. Sebab, pelanggan setia inilah yang menjadi tumpuan Kelompok Kersa Mulia Bakti untuk kepastian pasar.

Ajak Pembudidaya Fokus

Selain melakukan budidaya, kelompok tani ini juga bertindak sebagai terminal pemasaran lele yang menampung hasil panen dari anggota. “Beda saat tahun-tahun pertama berdiri, jual lele harus ke tengkulak. Sekarang kita punya jaringan langsung ke pasar dan tidak lagi ke tengkulak,” papar Ganda.

Ketika panen ikan, anggota wajib menjual dan melaporkan hasil panennya di sekretariat agar pemasaran melalui satu pintu. “Harga terbuka sesuai dengan yang berlaku saat itu,” katanya. Selanjutnya, anggota mendapat selembar bukti transaksi yang digunakan dalam penghitungan pembagian keuntungan pada akhir tahun. Tentu saja setelah dipotong berbagai biaya keperluan pembudidaya. “Aturan ini membuat pembudidaya merasa aman dan fokus pada usahanya,” jelas bangga.

Tidak hanya itu, lanjut dia, mereka bisa pinjam dana untuk kebutuhan harian maupun keperluan anak sekolah. Jadi, mereka tidak perlu lagi memikirkan kebutuhan dapur sebelum mereka berhasil. Anggota yang lebih dulu sukses juga wajib membantu anggota lainnya.

Menurut Ganda, meski sudah memiliki 400 kolam yang terhampar dalam 35 hektar, toh  kelompok sering tidak mampu memenuhi kebutuhan pelanggan. Jumlah permintaan rata-rata mencapai 6 ton sehari.

Sekarang terus ingin meningkatkan produksi, kelompok juga mengembangkan usaha perbenihan lele. Hal ini dilatarbelakangi makin maraknya budidaya lele sehingga persaingan pun makin ketat. Untuk memenangkan persaingan, kelompok harus meningkatkan efisiensi, salah satunya dengan memproduksi benih sendiri. Kalau dulu benih harus didatangkan dari daerah lain, sekarang dipasok oleh anggota. Walhasil, biaya produksi pun dapat ditekan dan daya saing lele mereka meningkat.

Tri Mardi Rasa

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain