Idealisme selalu dia junjung tinggi. Bekerja dengan hati menjadi kuncinya dalam menjaga diri.
Dibesarkan di lingkungan tentara, tidak membuat Dr. Ir. Winny Dian Wibawa, M.Sc. tertarik menyelami dunia prajurit. Cita-citanya justru sangat jauh berbelok. “Sejak kecil saya tertarik masuk ke dunia pertanian,” tutur Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) itu saat ditemui AGRINA di kantornya di Jakarta.
Kecintaan akan suasana pedesaan dan alam bebas semakin menguatkan hati Winny, begitu ia akrab disapa, untuk terjun ke dunia pertanian. Uniknya, lelaki kelahiran Bandung ini justru ingin masuk ke pemerintahan, bukan menjadi petani. Saat kuliah di Jurusan Ilmu Tanah, Institut Pertanian Bogor (IPB), cita-citanya membuat teman seangkatannya geleng-geleng kepala.
“Saat itu teman-teman saya sibuk mencari pekerjaan di perusahaan swasta. Tapi saya justru ingin jadi PNS (Pegawai Negeri Sipil),” kenangnya. Tidak hanya teman, keluarganya pun keheranan dengan keinginan Winny. Tapi pria bersahaja ini punya alasan. “Dalam mengambil kebijakan pertanian, pemerintahan yang ada harus kuat. Pemerintah ini ‘kan strategis. Harapan saya saat itu, mudah-mudahan saya bisa berkontribusi di dalamnya,” tambah pria yang memulai kiprahnya sebagai pegawai pemerintah sejak 1984 ini.
Idealis
Di mana ada kemauan, di situ ada jalan. Kalimat bijak itu sangat cocok menggambarkan seorang Winny. Memilih kuliah di Fakultas Pertanian sebagai langkah awal mengejar impiannya, ayah satu anak ini tidak setengah-setengah. Idealisme sangat ia junjung tinggi. Dalam hati kecilnya selalu ada pertanyaan, “Bisa nggak ya, saya memperbaiki pertanian Indonesia?”
Dengan memegang teguh idealisme inilah Winny menyelesaikan penelitian tugas akhir kuliahnya selama nyaris dua tahun. “Saat itu saya hanya berbekal rasa ingin tahu yang tinggi dan idealisme mahasiswa. Bagaimana membuat daerah aliran sungai (DAS) tidak banjir saat musim hujan. Saya benar-benar membuat simulasi sendiri, yang pada zaman itu masih sangat jarang yang melakukan,” ujar pria 54 tahun ini.
Kerja kerasnya selama dua tahun itu pun terbayar lunas. Dosen pembimbingnya bahkan langsung menerima hasil penelitiannya dengan senang hati dan langsung meluluskan Winny tanpa ujian akhir.
Sikap idealis dan mau bekerja keras terus dibawanya ke dunia kerja. Lulus dari IPB pada 1983, Winny diangkat menjadi PNS setahun kemudian. Ditanya mengenai pencapaian dan prestasinya sejak awal mengabdi di Kementerian Pertanian (Kementan), Winny merendah. “Saya hanya berusaha memberikan yang terbaik yang saya bisa, di manapun saya ditempatkan.”
Pencapaian pertamanya di dunia kerja adalah menemukan formulasi perbaikan tanah di wilayah Kalimantan Timur. “Itu saya bahagia luar biasa. Yang tadinya cabai tumbuhnya kuntet semua, dengan formula yang kita racik, alhamdulillah jadi bagus,” ungkap pecinta olah raga jogging dan bersepeda ini.
Rangkul Penyuluh
Keluhan para petani tentang para penyuluh pertanian daerah yang justru tidak menguasai masalah dan jarang memberi masukan berarti menjadi pekerjaan rumah baru bagi Winny sejak pelantikannya sebagai Kepala BBPSDMP, Desember 2013. Langkah yang paling efektif adalah bekerjasama dengan para kepala daerah untuk mengalokasikan anggaran bagi pelatihan dan pengembangan penyuluh.
Saat ini sekitar 50 ribu penyuluh tersebar di seluruh Indonesia. Dari jumlah tersebut, baru sekitar 27 ribu di antaranya yang diangkat menjadi penyuluh tetap. “Jumlah itu masih kurang. Idealnya penyuluh itu sekitar 70 ribu,” kata Winny. Kekurangan inilah yang diisi oleh Tenaga Harian Lepas (THL) mulai 2007.
Masalahnya, tidak semua THL berbekal kompetensi yang dibutuhkan. Tenaga inilah yang pada akhirnya banyak dikeluhkan petani. Usia yang masih relatif muda membuat para THL ini belum menguasai permasalahan. Di sinilah pelatihan dibutuhkan, terutama bagi THL yang benar-benar ingin belajar.
“Para penyuluh ‘kan saat ini di bawah Dinas Pertanian masing-masing daerah. Kita berikan pemahaman kepada pemerintah daerah untuk memahami masalah dan mau mengalokasikan anggarannya bagi pengembangan penyuluh. Kalau semua dari pusat, kita akan kesulitan,” tegas mantan Sekretaris Ditjen Hortikultura, Kementan, ini.
Pelatihan yang diberikan kepada penyuluh dimulai sejak pelatihan dasar sebelum menjadi tenaga lapangan, hingga sertifikasi penyuluh. “Ke depan yang saya harapkan, penyuluh itu tidak hanya sertifikasi di bidang penyuluhan saja. Kita menyiapkan mereka untuk menjadi ahli di bidang tertentu. Misalnya dia ahli di jagung, ahli di bunga potong. Kalau sudah ada sertifikasi ahli di bidang tertentu itu, dia ‘kan juga bisa menjadi konsultan di mana-mana. Dia menguasai,” bebernya berharap.
Ibadah
Menjadi seorang kepala badan penting di lingkup kementerian, Winny sangat menyadari godaan yang muncul di sekitarnya. Namun, lagi-lagi idealisme membentenginya. “Kuncinya satu, saya selalu menikmati pekerjaan saya dari dulu sampai sekarang. Dan niat saya cuma satu, ibadah. Saya nggak pernah ada niat apapun, selain menganggap ini sebagai bagian dari ibadah saya,” tuturnya rendah hati.
Dia menambahkan, “Selalu gunakan hati. Kalau terasa sesuatu sudah tidak sesuai dengan hati, berarti ada yang salah. Sering-seringlah mengasah hati. Dengan hati yang peka, mudah-mudahan sebagai pimpinan bisa lebih baik.”
Satu lagi kunci ketenangannya adalah menjaga keseimbangan kualitas hidupnya. Rutin melakukan olahraga setidaknya setiap hari Minggu sekaligus berkumpul dengan keluarga kecilnya adalah cara sederhana untuk keluar sejenak dari rutinitas. Bahkan, untuk mewajibkan dirinya sendiri tetap berolahraga, Winny punya satu prinsip. “Jangan sampai celana yang diganti, tapi lingkar pinggang yang dikurangi. Kalau sampai ukuran celananya ganti, berarti ada something wrong,” seloroh pria kelahiran 29 Maret 1959 ini.
Renda Diennazola, Untung Jaya