Sabtu, 14 Desember 2013

Tegoeh Wynarno Haroeno, Segalanya untuk Perkebunan Jateng

Sosok satu ini mengumbar senyum selama berlangsungnya Harbunas ke-56. Perannya banyak menentukan kesuksesan swasembada gula Jateng tahun ini.

Keramahtamahan khas Jawa Tengah (Jateng) mungkin bisa diwakili oleh Tegoeh Wynarno Haroeno, Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jateng. Dengan ramah tamah, lelaki ini selalu berupa menyapa peserta acara, insan perkebunan dari berbagai pelosok Tanah Air.  Sejak hari pertama acara dibuka hingga acara ditutup dua hari kemudian, penampilannya tetap energik, segar, dan hangat.

Senyum lebar lelaki kelahiran Pemalang, Jateng, 23 Oktober 1960, ini mungkin juga melukiskan rasa bahagia Provinsi Jateng yang pada 2013 ini mampu berswasembada gula. “Tahun ini produksi tebu setara gula kristal putih sebesar 370.819 ton. Sedangkan kebutuhan konsumsi langsung sebesar 368 ribu ton. Jadi, kami sudah surplus 2.800 ton lebih,” ujar putra pertama dari tiga bersaudara buah pernikahan Haroeno M.P. dan Kastiri.

Ia optimistis dengan pencanangan tekad swasembada gula 2014. Sebab, kini di Jateng, tepatnya di Blora, telah berdiri satu pabrik gula baru dengan kapasitas 8.000 ton. ”Dengan pabrik baru ini produksi bisa makin besar. Jadi, sekarang ada 14 pabrik gula di Jateng, 13 lainnya adalah pabrik gula yang didirikan di zaman Belanda,” jelasnya kepada AGRINA.

Dukung Swasembada 2014

Jateng memang memegang peran cukup besar untuk mendukung swasembada gula 2014. Soalnya, provinsi ini menempati urutan kedua setelah Jatim untuk urusan gula berbasis tebu rakyat ini. ”Untuk tebu, daerah penghasilnya adalah seluruh kabupaten yang ada, kecuali Wonosobo karena daerah itu terletak di dataran tinggi. Di sini ’kan keseluruhan ada 29 kabupaten,” kata ayah tiga orang anak ini.    

Namun, bukan hanya tebu yang menjadi andalan Jateng. Di wilayah ini ada komoditas kopi yang cukup menjanjikan, di samping kelapa, kakao, teh, sereh, nilam, cengkih, dan tembakau. Menurut Tegoeh, kopi produksi Jateng banyak disukai konsumen di Amerika Serikat dan negara-negara di kawasan Timur Tengah. ”Katanya, mereka suka karena gurih rasanya,” tambah lelaki yang sempat dijuluki rekannya ”Wong Edan Kebon” ini.

Produksi kopi Jateng, tambahnya, sekarang sudah mencapai 35 ribu-40 ribu ton/tahun. ”Tapi, kita ekspornya hampir 50 ribu ton. Soalnya, produk-produk kopi dari luar Jateng masuk ke sini, lalu dikemas di sini, dan diekspor lewat pelabuhan Tanjungmas, Semarang,” tutur suami Rr. Sriwuryaningsih ini.

Sedangkan daerah-daerah penghasil kopi di Jateng meliputi lereng Gunung Slamet di sebelah barat, wilayah Pemalang di sebelah utara, dan Purwokerto di sebelah selatan. ”Juga di Purbalingga di sebelah timur, serta kawasan Tegal dan Brebes di sebelah barat,” urai Tegoeh seraya menambahkan untuk produksi komoditas kopi posisi Jateng memang masih berada di posisi 5-6 nasional. 

Jika Tegoeh layak didaulat sebagai ”bintang” acara Harbunas, tentu ada alasannya. Selain lantaran ia adalah seksi ”sibuk” kepanitiaan lantaran Jateng tuan rumah, sosok lelaki ini sendiri memang penuh aroma kesuksesan, terutama di bidang perkebunan.

Hujan Penghargaan

Bayangkan saja, sejak ia diangkat memimpin Dinas Perkebunan Jateng pada akhir 2009,  hanya dalam tempo tiga tahun (2010-2013) instansi itu mampu meraup 30 penghargaan. ”Semua penghargaan itu saya persembahkan untuk masyarakat perkebunan Jateng. Karena ini merupakan buah kerja keras seluruh komponen masyarakat perkebunan di sini,” ujar lulusan IPB pada 1982 ini.

Kemampuan Tegoeh dalam menakhodai Dinas Perkebunan Jateng diakui banyak pihak, terutama oleh Ditjen Perkebunan. Sebab, di masa kepemimpinannyalah terjadi peningkatan signifikan luas areal tanam. Yakni, jika pada 2009 luas lahan tebu di Jateng hanya 53.618 ha, pada 2013 menjadi 70 ribu ha. Dan dari sisi produksi, akhirnya Jateng mampu surplus dalam bidang gula berbasis tebu rakyat ini. 

Saat ia mengawali jabatannya dulu, bisa diistilahkan ia mesti ”meluruskan kemudi yang miring”, baik dalam arti harfiah maupun kiasan. Di sinilah, ia mengaku harus bertindak dengan cermat, sabar, tegas, dan memberi keteladanan. Dalam situasi itu, ia juga harus meminimalkan kelemahan yang ada, sekaligus mengoptimalkan semua kekuatan demi tercapainya tujuan.

Salah satu strategi yang ia jalankan adalah berbenah di internal dan menjalin jaringan (networking) di eksternal, baik di tingkat kabupaten, provinsi maupun pusat.  Tentu bukan pekerjaan mudah. ”Tapi, komunikasi yang intens dan hubungan kekeluargaan saya utamakan. Bila harmoni tercipta, seberat apapun pekerjaan akan terselesaikan,” ungkapnya.

Di samping itu, ia juga selalu berpegang pada perencanaan yang baik. Sebab, perencanaan yang baik akan membuat pekerjaan jelas dan terukur. ”Jadi, pelaksanaannya tepat waktu sesuai rencana. Ingat, perencanaan yang baik adalah 60% jaminan keberhasilan,” tukas penulis dua buku tentang perkembangan perkebunan di Jateng ini.

Seperti Bintang

Mengenai kepemimpinan, ia meyakini pemimpin harus mengamalkan hastabrata (delapan watak). Antara lain, seperti bintang yang indah dan menghiasi malam serta mampu menjadi pedoman bagi mereka yang kehilangan arah. Atau seperti matahari, yang hangat, penuh energi, dan memberikan motivasi. ”Bisa juga seperti samudera, yang bisa menerima masukan dari mana pun, baik manis maupun pahit,” tuturnya seraya menambahkan pemimpin yang baik mestinya bisa menjadi seperti bapak, komandan, sahabat, guru, sekaligus pelayan.

Kendati sukses, ia misalnya pernah diberi gelar ”Tokoh Pria Berprestasi Tahun 2012” oleh Forum Komunikasi Wartawan Indonesia dan ”Best Executive of Indonesia 2013” oleh Yayasan Penghargaan Indonesia, lelaki ini terkesan rendah hati. Boleh jadi, pembawaannya itu lantaran ia tak melupakan tata pergaulan dulu sebagai anak desa.

Semasa mahasiswa, ia dulu aktif di DPC GMNI. Berbagai buku karangan Presiden RI pertama, Soekarno, yang dikaguminya habis dilahap. Tak mengherankan bila saat berbicara tentang kedaulatan pangan perkebunan, ia kerap mengutip Tri Sakti Bung Karno, yakni berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribadian di bidang kebudayaan.

Untuk kegiatan di waktu senggang, olah raga bulutangkis, menembak, dan golf masih dilakoninya. Namun, boleh jadi, sebetulnya ia juga memiliki hobi lain, yaitu menyanyi. Sebab, ia beberapa kali ia menghibur peserta Harbunas lewat lagu-lagu yang dilantunkannya. Sungguh, tuan rumah yang menyenangkan!

Syaiful Hakim

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain