Minggu, 23 Juni 2013

Rachmat Badruddin Ingin Happy Ending dengan Kemakmuran Petani

Ia sukses membesarkan Grup Chakra dan kini bertekad mengembalikan kejayaan teh Indonesia.

Di tangannya, dari hanya satu kebun dan satu pabrik teh beranak-pinak menjadi lima kebun dan sembilan pabrik. Tapi, “Saya bahagia melihat para pemetik teh di kebun kami tak sungkan bercanda dengan atasannya,”  ujar Rachmat Badruddin, Presiden Direktur Kantor Bersama Perkebunan (KBP) Chakra yang berkantor pusat di Bandung, Jawa Barat, itu.

Tentu, ia layak berbahagia dengan hal itu. Bayangkanlah sosok pemilik perkebunan teh di zaman Belanda, yang kerap digambarkan dengan berbaju safari putih dan cangklong di tangan. Para karyawannya harus berjalan ngesot di lantai saat menemuinya. Rachmat tahu benar hal itu karena ia masih sempat melihat feodalisme tersebut dengan mata kepalanya sendiri. Maklumlah, ia adalah anak dari Badruddin, pembeli kebun yang didirikan semasa penjajahan tahun 1930-an, dari perusahaan Belanda pada 1956.

Kebahagiaannya tadi juga bisa disebut buah dari karakter yang diturunkan sang ayah. Dulu, setelah membeli Perkebunan Teh Dewata yang di tengah Hutan Lindung Gunung Tilu, Kabupaten Bandung, itu, sang ayah langsung meminta karyawannya tak berjalan ngesot lagi.

Memang, air cucuran atap jatuhnya ke pelimbahan juga, sifat-sifat orang tua akan menurun kepada anaknya. “Didikan ayah saya tentu berpengaruh. Ayah saya dulu keras dalam mendidik anak, terutama agama,” ungkap anak ketiga dari empat bersaudara ini.  

Kesuksesan yang Berliku

Saat berkeliling di salah satu perkebunan teh milik KBP Chakra, yakni di Perkebunan Teh Negara Kanaan, di Rancabali, Kabupaten Bandung, Jabar, AGRINA menyaksikan sendiri para pemetik teh tanpa sungkan bertegur sapa dan bercanda dengan bos mereka ini. Dengan ramah pula Rachmat membalas sapaan mereka. Hubungan itu layaknya  bapak dan anak-anaknya saja.  

Pada 1990, saat sang ayah wafat, memang putra laki-laki semata wayang dalam keluarga ini harus menerima tongkat estafet pengelolaan kebun. Padahal, kala itu ia bisa disebut eksekutif muda yang sudah kaya raya. Ia telah sukses sebagai perwakilan perusahaan perdagangan komoditas hasil bumi yang bermarkas di Amerika Serikat (AS). “Tapi yang cukup berat adalah melepas perusahaan distribusi minuman, antara lain air mineral dan bir, yang sudah susah payah saya besarkan,” imbuh Rachmat.    

Ia masih ingat benar saat harus menjajakan minuman beralkoholnya ke berbagai tempat hiburan malam di berbagai kota. “Termasuk  mendatangi rumah remang-remang untuk berjualan, duh repot,” katanya sembari terbahak. 

Memang, saat itu Rachmat sudah sering merasa bersalah jika ada kejahatan yang terjadi di tengah masyarakat akibat pengaruh minuman beralkohol. “Apalagi, kalau khotbah di mesjid berbicara tentang minuman keras, di situ saya merasa berdosa sekali,” tuturnya. Dari situlah ia akhirnya rela melepaskan perusahaan distribusi minuman itu dan memilih mengembangkan perkebunan teh.

Toh, tak selamanya jalan hidup Rachmat dihujani keberhasilan. “Dalam setiap sukses selalu ada benih kehancuran. Sukses di usia muda dulu sempat membuat saya jadi sombong. Tidur di hotel-hotel meski punya rumah, beli speedboat, dan macam-macam lagi. Saya pun sempat bangkrut saat harga kopi dunia jatuh,” ungkapnya mengenang.    

Kala itu, berbekal semangat pantang menyerah, ia mampu bangkit dari kebangkrutan. “Yang memotivasi saya itu karena saya harus menjaga nama baik saya. Nama baik itu sangat penting,” katanya.

Selain itu, ia juga pernah diancam bosnya yang orang Jerman untuk dipulangkan ke Indonesia karena angka penjualannya rendah. Waktu itu, ia tengah magang di New York, AS, di bidang perdagangan teh. Pekerjaan ini dirintisnya ketika ia mendapat kesempatan ikut pertukaran pelajar dan ditempatkan di Connecticut, AS “Jika dalam satu bulan tak meningkatkan penjualan, saya disuruh pulang ke Indonesia. Tapi, kalau saya menyerah di situ, saya hancur selamanya, saya pun mampu menjawab tantangan itu,” paparnya.

Terpincut Koperasi

Kendati telah membesarkan KBP Chakra, Rachmat tak memiliki latar pendidikan bidang pertanian. Bahkan, studinya di Akademi Teksil Bandung tak diselesaikannya lantaran ia telanjur asyik berbisnis hasil bumi di AS. “Biasanya yang tak selesai sekolahnya ‘kan yang sukses seperti Bill Gates  ha… ha! Tapi, ini biasanya hanya pembenaran dari mereka yang drop out saja, lho,” guraunya.

Di puncak karirnya, kini lelaki kelahiran Bandung, 22 Juni 1941 ini malah ingin berbuat lebih jauh lagi. “Saya ingin menyejahterakan karyawan!” tandasnya.

Demi tujuan itu, di KBP Chakra para karyawan didorongnya untuk membentuk koperasi. Koperasi itu, selain menjalankan kegiatan koperasi pada umumnya, seperti mendirikan toko untuk melayani kebutuhan anggotanya, juga diizinkan membeli saham pada sejumlah pabrik milik KBP Chakra. Bukan hanya itu, para pemetik tehnya pun diperbolehkan beternak, baik kambing ataupun sapi, di lokasi-lokasi perkebunan.

Kemakmuran Petani

Koperasi yang dijalankan secara benar, papar Rachmat, bisa membuat perekonomian sebuah negara berjalan dengan bagus. “Seperti di Belanda dan Norwegia yang mampu menjalankan sistem koperasi dengan baik. Di Indonesia belum benar. Nah, saya ingin memulai yang baik,” tegasnya.

Ia pun memendam cita-cita untuk menyebarkan kemakmuran kepada petani teh di seluruh Indonesia. Rachmat ingin berbagi dengan seluruh petani teh semaksimal mungkin. “Saya tak ingin menjadi pulau di antara lautan kemiskinan. Jika ada yang harus saya korbankan untuk tujuan ini, akan saya lakukan!” tandasnya.

Langkah itu akan dilaksanakan melalui program pembentukan Badan Usaha Milik Petani (BUMP). Ini bisa dilakukan di sentra-sentra perkebunan teh lewat pembentukan koperasi petani. Atau dalam skala nasional, berupa gabungan koperasi yang membentuk induk usaha yang disebut PT Indonesia Tea Incorporated. “Tapi, semua harus pula terkait dengan pabrik milik pemerintah atau swasta, sebagai penjamin pasar. Gerakan ini bisa pula diterapkan di komoditas gula atau padi nantinya,” urai Rachmat seraya menambahkan inilah tujuan agar kehidupannya berakhir happy ending.   

Syaiful Hakim, Peni Sari Palupi, Untung Jaya, Tri Mardi Rasa, Tonthowi Jauhari

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain