Meski masih rendah, yang menarik, konsumsi susu di Indonesia cenderung meningkat. Masalahnya, pasokan bahan baku seperti jalan di tempat. Menurut data Kementerian Perindustrian, dari kebutuhan bahan baku susu sekitar 3,2 juta ton/tahun, pasokan dari domestik (menurut data Kementan) baru sekitar 1 juta ton atau sekitar 31%. Selebihnya, 69% impor, antara lain berbentuk skim milk powder dan butter milk powder.
Berkembangnya industri pengolahan susu akan meningkatkan kebutuhan bahan baku susu. Coba kita perhatikan di pasar, banyak ragam produk berbasis susu, misalnya susu cair UHT, susu cair pasteurisasi, susu bubuk, susu kental manis, keju, mentega, yogurt, es krim, dodol susu, kerupuk susu, dan permen susu. Produk olahan berbasis susu ini diproduksi atau dipasarkan perusahaan skala mikro, kecil, menengah, maupun besar.
Di Indonesia, menurut data Kementan, populasi sapi perah sekitar 600 ribu ekor. Populasi ini terlalu sedikit untuk memasok kebutuhan bahan baku industri pengolahan susu. Problem lain, produktivitas sapi perah rendah, terutama usaha rakyat, sekitar 8-10 liter susu segar/ekor/hari. Belum lagi menyangkut mutu susu segar relatif rendah sehingga dapat menekan harga jualnya ke industri pengolahan susu.
Menurut Fauzi Luthan, Direktur Budidaya, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementan, ada beberapa kegiatan untuk membantu peternak rakyat. Pertama, dari segi pasar, mendorong berdirinya kafe-kafe susu, seperti di Sumatera Barat dan Yogyakarta, untuk menyerap susu peternak rakyat. Kedua, mendorong pemasaran susu segar langsung ke sekolah-sekolah seperti yang dilakukan di Sukabumi, Jawa Barat.
Ketiga, Direktorat Pakan, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, sudah menyiapkan kebun bibit rumput untuk hijauan pakan ternak, misalnya dengan memanfaatkan lahan PT Inhutani, salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Keempat, untuk meningkatkan kemampuan sebagian peternak sapi perah, pemerintah mengirim peternak belajar ke Selandia Baru.
Yang lebih penting lagi, menurut H. Acep Askari, peternak sapi perah di Kawasan Usaha Peternakan (Kunak) di Kecamatan Pemijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, pemerintah daerah harus aktif mensosialisasikan pentingnya minum susu untuk mencerdaskan bangsa kita. “Pemerintah (daerah jarang) sosialisasi susu,” papar Acep.
Dalam benak Acep, jika Pemda sering melakukan sosialisasi pentingnya minum susu (segar), maka akan memperkuat pasar lokal. Dengan demikian, peternak sapi perah tidak lagi tergantung menjual susu segarnya ke Industri Pengolahan Susu (IPS), yang acapkali menghargai susu segar peternak rakyat rendah dengan alasan mutu kurang baik. Dengan sosialisasi, juga bisa menumbuhkan semangat peternak untuk mengembangkan industri pengolahan susu skala kecil, seperti dodol susu, kerupuk susu, dan kafe susu angkringan.
Kehadiran perusahaan seperti Cimory (PT Cisarua Montain Dairy), yang mengolah susu secara homemade, sangat didambakan peternak sapi perah karena perusahaan ini berani membeli susu segar dengan harga pantas. Keberadaan Indolakto dan Diamond juga turut menggairahkan peternak sapi perah seperti diungkapkan Anda Suhanda, Ketua Kelompok Peternak Sapi Perah Bina Warga, Cibeureum, Cisarua, Bogor. “Sekarang peternak sapi perah (merasa) bangkit lagi dengan adanya Cimory, Indolakto, dan Diamond,” tuturnya.
Kini, yang dihadapi peternak sapi perah seperti Anda justru keterbatasan lahan. Banyak peternak yang mendambakan model Kunak, salah satu program pada era Presiden Soeharto. Dengan mencicil, Acep misalnya, bisa mendapat kavling 4.250 m2 di Kunak. “Saya juga ingin ucapkan terima kasih kepada Presiden Soeharto yang melokalisasi peternak di Kabupaten Bogor. Kalau nggak, kami nggak bisa hidup begini,” tutur Acep.
Dari 12 ekor sapi perah (2001), kini Acep mempunyai 82 ekor. Awalnya, dengan menjual mobil truk dan sedan bututnya, ia membeli sapi perah laktasi. Dalam perjalanan waktu, ia mendapat dana Program Kemitraan Telkom (bunganya 5%/tahun) dan pinjaman Bank CIMB Niaga. Usahanya berkembang pesat. Dari omzet susu segar sekitar Rp 100 jutaan/tahun, dari perhitungan kasar, penghasilan bersihnya Rp17 jutaan/bulan. Selain dari susu segar, Acep juga mendapat penghasilan dari penjualan pedet (anak sapi).
Barangkali, peternak sapi perah model Acep ini dapat diterapkan untuk meningkatkan produksi susu sapi segar di Indonesia guna mengimbangi pesatnya perkembangan industri pengolahan susu. Ketersediaan dana murah model PK dan program kavling buat peternak sapi perah (hak milik atau sewa), sangat membantu peternak sapi perah. “Kalau kita dapat dana CSR (corporate social responsibility), waduh peternak maju. Saya sudah 4 periode (satu periode 2 tahun) dapat dana dari Telkom, sangat membantu,” paparnya.
Syatrya Utama