Diam-diam, sudah dua musim tanam belakangan ini hama penggerek batang padi seakan menggeser kedudukan sang selebritas hama selama ini, wereng batang cokelat. Sejumlah sentra padi di Banten serta kawasan pantai utara Jawa Barat dan Jawa Tengah dikabarkan telah mengalami kesulitan akibat serbuan hama satu ini.
Di Dusun Pasung, Desa Mekar Pohaci, Kec. Cilebar, Kabupaten Karawang, misalnya, bisa dijumpai pemandangan lahan padi yang malainya berwarna putih, sebagai indikasi terjangkit beluk, yakni serangan hama penggerek batang pada masa generatif. Di lokasi yang sama pun bisa dijumpai lahan-lahan padi yang sudah digempur pada masa vegetatifnya oleh sundep sehingga menyisakan anakan padi yang meranggas berwarna cokelat kemerahan.
Padahal, beberapa waktu lalu Cilebar kerap dihantui serangan sang selebritas hama itu. Julukan itu sendiri diberikan kepada wereng lantaran reaksi berlebihan yang selalu ditunjukkan media massa jika terjadi serbuan di satu wilayah, kendati sejatinya bukan serangan maut. Namun, situasi ini bukan berarti wereng sudah di-KO dengan mudah. Soalnya, tetap ada pula laporan tentang meningkatnya pembelian pestisida pengendali hama wereng ini beberapa sentra padi.
Meredupnya serbuan wereng itu diyakini karena keberhasilan upaya tanam serentak yang dijalankan. Langkah itu rupanya bisa memutus siklus hidup wereng yang selama ini mampu bercokol lama gara-gara pola tanam yang tidak serentak, yang membuat mereka selalu mendapatkan sumber makanan. Dan salah satu rahasia kedigdayaan wereng di daerah-daerah kantongnya seperti Pandeglang (Banten), Karawang, Subang (Jawa Barat), Klaten, Sukoharjo, dan Boyolali (Jawa Tengah), serta di Banyuwangi dan Lamongan (Jawa Timur) itu akhirnya mampu disiasati lewat tanam serempak.
Pemerintah, melalui Kementerian Pertanian, selain telah mencanangkan tanam serempak, yang sukses meredam wereng di Klaten, juga sudah menambah daya gempur untuk mengendalikan serangan hama dan penyakit ini melalui program Spot Stop. Di sini, pengamatan dini atas serangan hama dan penyakit, serta tindakan pengendalian secepatnya jadi kekuatan utama.
Pengamatan dini itu pula yang kini diterapkan para petani untuk mencium gelagat adanya serangan penggerek batang di lahan mereka. “Perhatikan penerbangan, terutama saat terang bulan,” demikian petani selalu berpesan. Yang dimaksud adalah gerakan terbang kupu-kupu di atas lahan padi, yang di kala terang bulan biasanya kian menghebat. Adanya lalu lintas penerbangan kupu-kupu yang padat tadi sudah cukuplah bagi petani untuk beraksi.
Intinya, teramat pentinglah langkah pengamatan atas hama dan penyakit ini, baik dengan mengamati penerbangan tadi ataupun rajin turun ke lahan memeriksa ke sela-sela tanaman. Barulah setelah itu mengambil tindakan pengendalian yang tepat. Sayangnya, pada tahap pengendalian hama dan penyakit inilah biasanya petani dinilai melakukan blunder.
Umpamanya, dalam kasus penggerek batang, setelah mendeteksi serbuan, petani tetap saja tak sabar untuk segera mengerjakan persemaian. Padahal, ada anjuran menunda barang seminggu agar penggerek batang tak memperoleh makanan, dan akhirnya mati dengan sendirinya. Atau, dalam soal wereng, kerap petani dianggap cenderung menyukai pestisida yang langsung membuat wereng terjatuh. Apalagi bila penggunaannya tidak tepat (jenis, cara aplikasi, sasaran, waktu, dan dosis), malah membikin hama kian kuat dan bertambah populasinya, serta beracun pula bagi makhluk lain seperti ikan.
Indonesia sendiri sudah sepakat menerapkan konsep Pengendalian Hama dan Penyakit Secara Terpadu (PHT), sebuah konsep yang dicetuskan pertama kali pada kongres Food and Agricultural Organization (FAO) di Roma, Italia, pada 1965. Di sini, konsep ini mulai diperkenalkan pada 1976, dan kian gencar diprogramkan pemerintah sejak 1986. Dalam pelaksanaannya, PHT bertopang pada lima cara, yaitu lewat pendekatan fisik dan mekanik, penggunaan varietas tahan, pola tanam, biologi (hayati), dan kimia.
Peningkatan kesejahteraan petani, naiknya produktivitas, ekologi yang terjaga dan lestari adalah sebagian tujuan yang ingin diraih melalui konsep ini. Petani tentu diharapkan menjadi pemain utama, juga dukungan pemerintah, demi mewujudkan keberhasilan konsep PHT. Upaya mendidik petani lewat Sekolah Lapang PHT pun digencarkan pemerintah.
Belakangan, berbagai pihak turut mengambil peran dalam upaya memajukan petani. Mereka, misalnya, mendirikan pula semacam sekolah lapang, dengan berbagai modifikasi dan inovasinya. Langkah ini tentu mesti disyukuri lantaran mencerdaskan petani sama saja dengan membuka jalan bagi kemajuan negeri ini, yang memang memiliki potensi pertanian teramat besar.
Apalagi, ke depan, tentu hama dan penyakit tanaman padi bakal tetap ada, malah mungkin dengan kemampuan merusak yang lebih garang. Membekali petani dengan ilmu yang tepat, pastilah langkah paling pas agar mereka mampu mengantipasi gempuran yang tiada habis-habisnya itu.
Syaiful Hakim