Baginya, langkah terbaik dalam hidup adalah berbuat yang terbaik bagi alam semesta. Apalagi, itu pun wujud ketakwaan. Agribisnis pun digeluti kian dalam.
Berbuat terbaik bagi alam semesta tak sekadar berguna bagi masyarakat banyak, namun juga harus bermanfaat untuk lingkungan alam. Lewat usaha agribisnis, misalnya, seseorang bisa turut memakmurkan warga masyarakat, sekaligus menyelamatkan kelestarian lingkungan alam di sekitar lokasi usahanya.
Itulah prinsip yang dipegang Komisaris Jenderal Jusuf Manggabarani, Wakil Kepala Kepolisian RI (Wakapolri) yang mengakhiri pengabdiannya di kepolisian pada 28 Februari 2011 silam. “Pembibitan dan pembesaran lele, misalnya, bisa membantu masyarakat dengan mempekerjakan warga sekitar dan menjalin kemitraan,” papar Puang (semacam raden) Oca, sapaan akrab Jusuf, yang berarti pembawa kemeriahan.
Itu sebabnya, seusai mengakhiri tugas negara, salah satu langkahnya adalah menakhodai Xpro Agrotama yang bergerak dalam pembibitan dan pembesaran ikan air tawar di tiga lokasi. Yaitu, di Sawangan (Depok), Cinangneng (Bogor), dan Waduk Cirata (Cianjur) di Jawa Barat. “Di Cinangneng kami kembangkan lele Sangkuriang, ikan mas, koi, dan arwana. Di Cirata, mas, nila, dan patin. Lantas di Sawangan ada budidaya lele dan kolam pemancingan,” papar suami Ajun Komisaris Besar Polisi (Purnawirawan) Sumiyati A.M. ini.
Dalam tempo kurang-lebih dua tahun, tiga lokasi itu sudah dapat memberikan panen ikan yang signifikan. Lokasi kolam Cinangneng, umpamanya, mampu menghasilkan 30-40 ton lele tiap bulan. “Kalau Sawangan bisa 25 ton lele dan Cirata 300 ton ikan mas,” ungkap ayah empat anak yang kerap menyelipkan humor dalam ngobrolnya ini.
Lele Higienis
Perkembangan sangat pesat itu boleh jadi diraih lantaran satu konsep produksi yang diusung Xpro Agrotama, yaitu lele higienis. “Ini beda dengan lele organik. Yang dimaksud adalah lele yang dibudayakan intensif dalam kolam beton yang terjaga kebersihan airnya, serta hanya diberi pakan pabrikan,” urai pria yang pernah menjabat Komandan Korps Brimob ini.
Penggunaan pellet pabrikan itu -- ia menebar Comfeed 781 produksi Suri Tani Pemuka – dengan alasan mutu yang terjaga. “Ternyata, lele higienis diburu pembeli. Pemasarannya cukup di pasar-pasar sekitar sini saja,” papar bapak kelahiran Makassar, Sulawesi Selatan, 11 Februari 1953 ini.
Strain lele yang dikembangkannya adalah Sangkuriang. Malah, mantan Kapolda Nanggroe Aceh Darussalam ini mulai melakukan uji coba budidaya Sangkuriang II. “Sangkuriang agak lebih tahan penyakit, pertumbuhan cepat, warnanya bagus, dan tubuhnya bisa berbentuk bulat,” tukas lelaki Bugis ini.
Di Cinangneng, yang sudah menguntungkan selain lele adalah ikan mas. Ada dua ukuran ikan mas yang diproduksi di sini, yaitu ukuran konsumsi (1 kg isi 7-9 ekor) dan ukuran 3 kg ke atas. ‘Ukuran 3 kg ke atas itu untuk dipasarkan ke kolam pemancingan. Harganya bagus, berat 6 kg bisa dijual Rp430 ribu. Dari ikan ini, kami bisa beli kendaraan operasional,” ucapnya bangga.
Sedangkan ikan arwana dan koi masih dalam tahap pengembangan indukan. “Ada 6 calon indukan koi dari Jepang kami pelihara. Untuk arwana kami tengah kembangkan indukan asal Kalimantan Barat dan Riau, termasuk arwana silver dari Venezuela,” imbuh penggemar memancing ikan laut dalam ini.
Kemakmuran Pembudidaya
Satu upaya memberi manfaat bagi alam semesta adalah mewujudkan kemitraan dengan pembudidaya. “Di Cirata ada 1.000 keramba milik mitra. Di Cinangneng pun ada. Sistemnya bisa berupa pemberian bibit, pembuatan kolam, atau pakan, dengan pengembalian pinjaman diangsur saat panen,” jabar lelaki yang hobi memasak ini.
Kehadiran Xpro Agrotama di tiap lokasi pun harus membawa manfaat bagi warga sekitar. Sebut saja, 90% karyawannya pasti direkrut dari warga setempat. Belum lagi dampak ekonomi lain dari kegiatan usaha tersebut di lokasi, misalnya bagi pemilik warung-warung. Di Cinangneng pun ada sejumlah anak yatim yang dibiayai pendidikannya sebagai imbalan mencarikan katak untuk makanan arwana.
Ada pula “tradisi” melemparkan sebagian hasil panen ikan ke sungai tempat dia mengambil air untuk kolam-kolamya agar bisa ikut dinikmati warga sekitar, semacam zakat. Demikian pula upaya penanaman ribuan bibit tanaman buah unggul di lahan-lahan seputar lokasi usaha yang buahnya boleh diambil masyarakat.
Namun, yang paling membahagiakan Puang Oca adalah keberhasilannya mengangkat harga lele dengan cara yang disebutnya operasi intelijen. “Sekarang lele dihargai sekitar Rp14.500 tiap kilo. Dulu ‘kan Rp10.500. Kalau begini, pembudidaya bisa bernapas. Bisa membantu orang itu suatu kesenangan tersendiri,” ujarnya.
Tradisi Keluarga
Anak kelima dari 12 bersaudara putra-putri almarhum Andi Hasan Manggabarani, Bupati Polmas, ini memang tak gamang menggeluti agribisnis. Pasalnya, sejak SMA saja ia sudah mengelola 185 petak tambak milik keluarganya di Polewali, Sulawesi Barat. “Waktu itu kami mengembangkan bandeng, kepiting, dan udang,” papar adik kandung Achmad Manggabarani, mantan Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian dan Husni Manggabarani, mantan Inspektur Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan ini.
Apa rahasianya sehingga Manggabarani bersaudara ini bisa “mentas” secara nasional? “Orangtua membebaskan kami main sepuasnya sampai sore. Namun, saat magrib, semua harus pulang untuk shalat berjamaah. Setelah itu, baru makan malam,” kenangnya.
Dan di meja makan itulah nasihat orangtua disampaikan. Kami, tambahnya, dididik untuk selalu berjalan di atas rel “rahmatullahi wabarakatuh”. Setelah itu, semua anak harus berada di meja belajar masing-masing.
Dari dulu sampai sekarang, hidup Puang Oca selalu penuh kesibukan. Tapi, bagaimana ia membagi waktu untuk keluarganya? “Ya, mesti dijadwal. Kalau saya, berusaha berkumpul bersama minimal satu kali sebulan dengan anak-anak yang sebagian memang sudah mandiri,” katanya.
Syaiful Hakim, Peni Sari Palupi