Bekerja di perusahaan yang sangat mengutamakan lingkungan alam tentu membuat betah lelaki ini. Apalagi, sejak kecil ia memang menyukai kegiatan bercocok tanam.
Soalnya, kiprah Astra Internasional Tbk dalam urusan pelestarian lingkungan alam pastilah tak perlu diragukan lagi. Sebutlah misalnya program penanaman 550 ribu pohon pada tahun ini dalam rangka HUT mereka yang jatuh pada 20 Februari silam.
“Alhamdulillah, sampai akhir tahun ini sudah ditanam lebih dari 800 ribu pohon!” ujar Yulian Warman.
Boleh jadi, lelaki yang saat ini menjabat sebagai Senior General Manager Head of Public Relation Division Corporate Communication Astra ini kerasan berkarya karena perusahaannya juga menjadikan lingkungan --di samping pendidikan, kesehatan serta usaha kecil dan menengah, sebagai bidang yang jadi prioritas dalam program Corporate Social Responsibility (CSR) mereka. “Malah, taman di perkantoran kami pun terpilih menjadi juara I taman perkantoran terbaik se-DKI Jakarta tahun lalu,” ujarnya penuh semangat.
Mengapa lelaki kelahiran Padang, Sumatera Barat, 1 Juli 1961 ini demikian antusias berbicara soal lingkungan? Menurut Yulian, barangkali itu karena ia memang wong deso yang hidupnya tak jauh dari kegiatan tani dan lingkungan alam yang menghijau. Sebab, “Sudah sedari kecil di kampung dulu saya suka bercocok tanam, meskipun hanya singkong, pisang, alpukat atau sekadar tanaman hias,” tutur lulusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian IPB ini.
Menyebarkan Bibit Pohon
Kegiatan menanam pohon tak hanya dilakukan Yulian bersama perusahaannya. Namun, juga dikerjakannya di lingkungan tempat tinggalnya di kawasan Bintaro Jaya, Tangerang Selatan. Di situ, suami dari Laina Nefos Sadria ini menyebarkan 150 bibit mangga dan 5 bibit jati kepada warga yang bersedia menanam pohon. “Tentu, diberikan kepada warga yang bertekad menanam sekaligus merawat pohon tersebut,” katanya.
Kini, pada sejumlah taman di kompleks perumahan yang ditinggali Yulian berhasil tumbuh sekitar 30 pohon mangga dan dua pohon jati. Selain menciptakan suasana teduh dan asri, jika pohon-pohon mangga tadi berbuah segenap warga kompleksnya bisa ikut mencicipi.
Tak hanya itu kegiatan menanam pohon yang dilakukan ayah empat anak ini. Dua tahun lalu, ia juga turut menanam 25 pohon di Sarongge yang terletak kawasan Taman Nasional Gede Pangrango, Jawa Barat. Itu adalah bagian dari program konservasi yang digalang sebuah stasiun radio bernama Green Radio, satu-satunya radio di Indonesia yang memfokuskan program siaran on air ataupun off air-nya pada isu lingkungan. Untuk ikut menanam satu pohon di sana, tiap orang dipungut Rp108 ribu.
“Orang yang menanam pohon di sana bisa mengikuti perkembangan pohon yang ditanam. Jika ada kesempatan, saya juga masuk hutan tempat saya menanam pohon, bahkan menginap di situ. Wah, senang rasanya bisa bermain dengan alam,” ujar lelaki yang pernah berkarir selama delapan tahun sebagai wartawan Bisnis Indonesia ini.
Melihat kegiatan menanam pohon yang dilakukan Yulian, akhirnya rekan-rekan sejawatnya juga mengikuti jejaknya. Hanya dari rekan-rekannya satu divisi, kawasan Taman Nasional Gede Pangrango pun bertambah 1.000 pohon lagi.
Saat ini, Yulian termasuk salah seorang anggota dewan juri Semangat Astra Terpadu untuk Indonesia (SATU Indonesia) Awards. Program ini merupakan penghargaan tahunan Astra kepada generasi muda terbaik yang telah memberikan manfaat di bidang lingkungan, kesehatan, pendidikan, teknologi dan kewirausahaan pada masyarakat dan lingkungannya. “Tahun 2012 ini kami harus menyeleksi lebih dari 1.000 calon untuk menjaring lima penerima penghargaan,” ungkap Yulian.
Dalam pandangan Yulian, penananam pohon di seluruh pelosok negeri ini teramat mendesak. Soalnya, tingkat kerusakan hutan amatlah tinggi, mencapai ratusan ribu hektare per tahunnya. “Bahkan, program menanam 1 miliar pohon dicanangkan presiden pun belum cukup mengurangi dampak kerusakan itu,” katanya.
Ia pun mengingatkan pada sebuah pepatah China yang mengatakan, “Seharusnya kita menanam pohon semenjak 20 tahun lalu. Tapi, karena kita dulu tak melakukannya, maka lakukanlah sekarang!”
Bekerja dengan Hati
Lantas, apa prinsip yang dipegangnya dalam menjalani pekerjaan sehari-hari. “Saya memegang teguh prinsip memelihara motivasi untuk selalu berkarya lebih baik. Juga prinsip bekerja dengan hati,” ucapnya.
Boleh jadi, lantaran memegang prinsip bekerja dengan hati itulah Yulian akhirnya menjadi wartawan dan sampai kini tetap bergelut dengan bidang tulis-menulis. Soalnya, kala ia masih mahasiswa tingkat akhir, ia sempat diminta memberi pidato tentang keberhasilan pembangunan pertanian sebuah kawasan transmigrasi. Namun, ia menolak karena melihat keberhasilan yang dimaksud adalah kebohongan belaka.
“Saya waktu itu bersikeras hanya akan berbicara sebatas bidang kuliah saya saja. Dan semenjak itulah saya berniat menjadi wartawan,” ujarnya.
Namun, lagi-lagi suara hatinyalah yang akhirnya membuat ia meninggalkan pekerjaannya itu. Waktu itu, saat Orde Baru berkuasa, mekanisme beredel terhadap media massa yang dianggap memuat berita yang mengkritik kebijakan penguasa masih berlaku. Suatu kali, Yulian getol menulis berita mengenai kasus “miring” yang antara lain melibatkan salah satu institusi pemerintah. Ia pun mendapat ancaman, bahkan upaya penyuapan, agar tak lagi menulis masalah tadi.
Akhirnya, datang surat ancaman beredel kepada media tempat Yulian bekerja. Ketika ia diingatkan oleh pemimpin redaksinya agar tak lagi menulis kritik karena bisa membahayakan hajat hidup karyawan lain yang berjumlah sekitar 350 orang, ia pun memilih mengundurkan diri.
Begitulah Yulian, sosok yang memilih bekerja dengan hati. Dan karena itulah pula ia kini antusias melaksanakan pelestarian lingkungan alam.
Syaiful Hakim