Mungkin jalan hidup Sukarno sendiri bisa menjadi contoh yang baik. Pada masanya, ia adalah tokoh pemuda memiliki daya juang tinggi lantaran tekadnya untuk membebaskan bangsanya dari kesengsaraan yang diakibatkan oleh penjajahan. Dan ia dinobatkan sebagai presiden, pada usia yang juga relatif masih muda, setelah mengalami bermacam penderitaan akibat kecintaannya terhadap Tanah Air.
Beberapa tahun belakangan ini, satu fenomena menarik muncul lantaran sejumlah anak muda semakin banyak yang tampil ke ajang bisnis. Tak hanya menunggu selesai dari studi yang ditempuhnya di perguruan tinggi, banyak di antara mereka sudah mulai merintis usaha yang akan dikerjakannya untuk menafkahi dirinya kelak.
Atau ada pula sekelompok orang muda yang menggabungkan diri lalu bersama-sama membentuk suatu kelompok bisnis. Kebanyakan masih kecil-kecilan memang. Namun, bisa diramalkan mereka bakal memetik buah yang berharga nantinya jika langkah mereka hari ini dilakukan dengan sungguh-sungguh. Dan tentu bila mereka bersikap tahan banting terhadap berbagai tantangan yang pasti akan muncul.
Mengapa mereka diramalkan bakal memetik buah manis nantinya, asalkan konsisten dengan cita yang ingin direngkuhnya? Seperti digambarkan oleh Sang Putra Fajar tadi, jika dibarengi rasa cinta akan Tanah Air, pastilah energi yang mereka miliki tak akan ada yang mampu membendungnya. Siapa yang mampu menahan laju terbentuknya Indonesia ketika orang-orang muda dari seluruh penjuru Nusantara menyatukan tekadnya untuk mengukir ikatan mendalam akan bahasa, bangsa, dan Tanah Air yang satu, pada 28 Oktober 1928 silam?
Beruntung, sejumlah perintis usaha tadi rupanya memang didasari semangat cinta akan Tanah Air. Ada yang misalnya lantaran ingin membantu sesama untuk mendapatkan pekerjaan. Ada yang memilih menjadi pengusaha karena berharap bisa membantu negeri ini mampu menghasilkan produk dalam negeri yang membanggakan. Ada pula yang terusik untuk terjun ke dunia kewirausahaan alias bisnis semata-semata lantaran merasa terganggu oleh banyaknya produk dari luar negeri yang membanjiri Indonesia.
Menarik pula melihat gelagat maraknya pengusaha yang tertarik menjadi pebisnis kuliner berbahan baku ayam. Di mana-mana, nyaris di seluruh kota di negeri ini, di berbagai pelosok kota, pun di tepi-tepi jalan nan strategis, kita akan melihat bermacam logo resto yang menarik, unik, eye cathing, serta gampang diingat. Itu menggambarkan betapa kebutuhan akan daging ayam memang tengah mengalami kenaikan di tengah masyarakat kita. Apalagi, secara perekonomian, negeri dan bangsa ini juga diramalkan sedang menuju peraihan cita-citanya selama ini. Negeri yang jauh lebih sejahtera. Naiknya taraf kesejahteraan berkorelasi erat dengan naiknya permintaan daging ayam dan unggas lain pada umumnya.
Melihat data konsumsi daging ayam yang ada selama ini, tentu bakal membuat kebanyakan orang merasa miris terlebih bila membandingkannya dengan tingkat konsumsi daging ayam di negara lain. Lihat saja, data per kapita yang dilansir Kementerian Pertanian Amerika Serikat pada 2011 untuk konsumsi daging ayam di sejumlah negara, misalnya Malaysia yang mencapai 34 kg, Filipina 9 kg, Vietnam 8 kg, Thailand 13, dan Amerika Serikat 42 kg. Sedangkan Indonesia diharapkan bakal meraih tingkat konsumsi 9-10 kg per kapita tahun ini.
Keinginan mengejar ketertinggalan itu tentu setidaknya akan terbantu juga dengan pertumbuhan pesat resto-resto berbahan baku ayam. Bagaimanapun, dukungan pada pengusaha muda yang bergerak di bidang kuliner ayam setidaknya bakal memuluskan cita-cita peningkatan konsumsi daging ayam tadi. Arah yang positif, on the track, sesungguhnya telah membentang di depan mata.
Menggembirakan tentunya gejala itu. Kendati, di sisi lain, sejumlah kerisauan lain kadang datang mengusik. Terlebih bila mencermati berita di berbagai media massa, baik cetak maupun elektronik, yang mengabarkan betapa keruntuhan moral tengah melanda sebagian kaum muda kita. Sebutlah perkelahian pelajar atau bentrokan antarmahasiswa.
Nyaris berita semacam itu telah meneror kedamaian hati kita. Juga telah mengganggu rasa optimistis kita akan pengambilan kebijakan, langkah, serta arah yang benar akan pencapaian cita-cita bersama tentang negeri yang damai, adil, dan sejahtera.
Jadi, jika mulai melihat banyaknya kaum muda yang tak lagi meminati menjadi pegawai, tapi bertekad menjadi pebisnis andal, apapun bidangnya, tak bolehkah kita tersenyum jauh di lubuk hati kita? Sebab, kita sudah memahami kebaikan-kebaikan yang akan menyertainya. Juga, lantaran kita tahu energi yang bakal menyertainya pasti akan dahsyat.
Dan bukankah Tuhan penguasa alam semesta pun pasti akan menanyakan kelak: kau isi dengan apakah masa mudamu?
Syaiful Hakim