Dr. Made Jana Mejaya
Setulus Hati Menolong Petani
Bekerjalah dengan ikhlas,
Bekerjalah dengan keras,
Bekerjalah dengan cerdas,
Tingkatkan produktivitas...
Itulah sebagian lirik lagu “Indonesia Makmur” ciptaan Made Jana Mejaya. Lagu berirama dangdut ini melukiskan ketulusan hati untuk berbuat baik bagi negeri ini. Bagi Made, tentu juga bisa diartikan sebagai ketulusan buat petani. Sebab, sebagai peneliti ia memang merasa sangat bahagia bila berhasil meluncurkan varietas yang bisa meningkatkan panen petani.
“Seneng banget, rasanya seperti pendaki gunung yang baru menaklukkan gunung tertinggi dunia!” cetus Kepala Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi) ini.
Bekerja Siang-Malam
Tak hanya itu liku-liku profesi sebagai peneliti yang menekuni pemuliaan (breeding) tanaman. “Jika varietas yang kita luncurkan mampu tingkatkan panen, kita seakan selebriti. Petani menyambut penuh kegembiraan bila kita datang, mereka ajak kita menginap di rumahnya untuk menjamu kita,” tutur pemulia tanaman pangan ini.
Dan sama sekali bukan uangnya yang menggembirakan hati, lantaran uangnya tak seberapa, tambah peneliti yang telah menciptakan 10 lagu di sela waktu senggangnya ini. Yang penting adalah kebahagiaan karena bisa menolong petani kecil alias gurem. “Kita ‘kan temannya petani. Jika ada petani yang tak mampu beli pupuk, lalu kita datang dengan varietas yang tak perlu banyak pupuk, artinya kita membantu mereka,” ujar suami Rianani P. Rahayu ini.
Ketika bekerja sebagai pemulia tanaman jagung di Maros, Sulawesi Selatan, lelaki ini biasa bekerja tak kenal waktu, baik siang hari nan terik maupun tengah malam. Tepat tengah malam misalnya, ia kerap ke lapang untuk melakukan inokulasi cendawan penyebab bulai pada tanaman jagung karena saat itulah waktu yang tepat. “Namun, semua saya jalani dengan penuh kecintaan pada pekerjaan saya, juga tanggung jawab profesi. Apalagi, jika dikaitkankan dengan keikhlasan karena Allah SWT,” ucap kelahiran Singaraja, Bali, 3 November 1961, ini.
Berburu Plasma Nutfah
Sebagai pemulia, Made pun harus berkeliling ke Tanah Air untuk menemukan berbagai sumber genetik. Di tiap daerah, ia mengumpulkan sumber genetik yang mempunyai keunggulan tertentu, misalnya berumur pendek atau tahan terhadap hama. Akibatnya, nyaris semua daerah di Nusantara telah dijelajahinya. Termasuk berkelana ke sejumlah negara karena kerap pula ia melakukan tukar-menukar sumber genetik unggul.
“Untuk jagung, ada sekitar 2.000-an yang disimpan di Maros. Padi banyak sekali plasma nutfahnya yang kami koleksi di BB Padi,” papar ayah Adnya P. Sarasmita dan Amirus S. Mejaya ini.
Bisa melakukan penelitian ke berbagai tempat, juga kesempatan belajar ke mancanegara, sebenarnya salah satu alasan Made memilih profesi peneliti. Dulu, pada 1985, saat baru lulus Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang, ia mendapat tawaran jadi dosen. Namun, lantaran tak suka bicara, ia memilih jadi peneliti. “Saya lihat peneliti itu bisa bertugas di berbagai tempat,” kenang Made.
Ia pun melamar ke Balai Penelitian Tanaman Pangan di Malang dan diterima pada 1986. Usai menempuh studi S2 lalu S3 pemuliaan tanaman di University of Illinois, Amerika Serikat, pada 2003, ia dipindahkan ke Balai Penelitian Tanaman Serealia di Maros. Tiga tahun kemudian, ia ditugaskan ke Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Ternate, Maluku Utara. Lantas, setelah sempat dua tahun bertugas di Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian di Malang, pada 2010 ia menjabat Kepala BB Padi di Sukamandi, Subang, Jawa Barat, sampai kini.
Memang, saat ini ia tak lagi menjadi pemulia, karena sebagai Kepala BB Padi ia lebih bertanggung jawab pada arah kebijakan. Umpamanya, agar lembaganya terus memperbaiki varietas unggul yang telah diperkenalkan ke masyarakat. “Seperti Inpari 13, ia toleran wereng tapi tak tahan blast. Nah, itu kita perbaiki supaya tahan hama dan penyakit lain,” katanya.
Perbaiki Varietas
Salah satu yang diupayakan Made saat ini adalah memberikan pemahaman pada petani agar menggunakan varietas sesuai spesifikasi lahan, seperti sawah irigasi, lahan kering atau lahan rawa, termasuk ketepatan penggunaan dosis pupuk dan pestisidanya. “Jadi, tidak bisa sembarangan. Lokasi endemik wereng, misalnya, tak bisa ditanami varietas yang tidak tahan hama itu,” jelasnya.
Yang juga penting adalah juga tanam serempak. Menurut Made, ia sering melihat ada lahan 1.000 ha, tapi hanya sebagian yang ditanami, sebagian lagi belum. Padahal seharusnya serempak supaya populasi hama menurun dan aplikasi pestisida pun berkurang.
Di samping ikut menyosialisasikan Kalender Tanam (Katam) berbasis internet guna membantu petani menentukan awal tanam terbaik, Made dan BB Padi juga berupaya memperkenalkan teknologi alat pertanian. “Seperti rice transplanter (penanam bibit), harvester (pemanen padi), dan power tresher (perontok padi) kepada petani yang sudah lebih maju dan punya lahan luas,” ucapnya.
Saat ini sedang dikembangkan pula sistem Pemupukan Hara Spesifik Lokasi (PHSL) dengan menggunakan Interactive Voice Recorder (IVR). “Petani bisa bertanya ke toll free 135 (tak berbayar) mengenai dosis pupuk dan pestisida di lokasi lahannya. Dari pengalaman Filipina, ini bisa menurunkan penggunaan pupuk sampai 50% dan tingkatkan hasil 0,5-1 ton/ha,” jelas Made.
Menjadi teman petani, terus mengarahkan kebijakan lembaga yang dipimpinnya, sesekali mencipta lagu seraya ikhlas atas segala ketentuan yang digariskan-Nya, betapa asyiknya kehidupan lelaki ini. Mungkin, seperti bait lagunya yang berjudul “Nikmat Allah”:
Detak jantungku ini/Nikmat dari-Mu ya Allah/Nafas hidupku ini/Karunia-Mu ya Allah….
Syaiful Hakim, Renda Diennazola, Syatrya Utama, Liana Gunawati