Salah satu penyebab utama pertanian di pedesaan makin ketinggalan dan makin merugi adalah keterasingan mereka dari teknologi dan pengetahuan baru. Kendala ini membuat mereka makin tidak efisien, makin tidak produktif, makin terhimpit beban ongkos produksi yang tak tertutupi oleh hasil penjualannya. Pertanian kini sudah berkejaran waktu dengan perkembangan situasi yang cepat. Maka demi efisiensi dan menghindari rugi, petani mau tidak mau harus mendapatkan informasi yang benar, pada waktu dan tempat yang tepat. Pada masa Orde Baru, informasi tentang cara bertanam, pengadaan sarana produksi, cara mendapatkan kredit, diberikan para penyuluh pertanian, pengurus KUD, pejabat daerah, bahkan langsung oleh Presiden sendiri. Banyak informasi disiarkan melalui Program Klompencapir binaan Menteri Penerangan Harmoko. Kini, ketika pasar dibuka makin lebar, makin bebas, dan bersaing kencang secara global, para petani justru kehilangan informasi dan teman. Penyuluh pertanian yang tadinya ujung tombak penyebaran pengetahuan dan teknologi pertanian dialihkan status kepegawaiannya ke daerah-daerah. Oleh pemda program penyuluhan itu direndahkan derajatnya. Tantangan bagi usaha pertanian makin berat oleh iklim yang tidak menentu, yang berdampak pada merebaknya penyakit dan hama perusak tanaman.
Sejak sepuluh tahun terakhir ini negara-negara berkembang, yang mayoritas penduduknya tinggal di pedesaan dan mengandalkan hidupnya pada pertanian, diperkenalkan dengan pendayagunaan teknologi informasi dan komunikasi (ICT-Information and Communication Technology). Kini berbagai informasi dan pengetahuan penting tentang cara bertani dan permasalahan pertanian bisa langsung diterima di telapak tangan, di telepon genggam. ICT jelas memberi dampak positif. Ia memberi kesempatan untuk mengukur tingkat risiko karena bisa mengantisipasi situasi yang dihadapi, menggairahkan produksi, otomatis terbangun kedekatan antar-petani dan antarpetani dengan pemerintah, dan kesinambungannya dengan pasar. Teknologi ini memberdayakan petani pedesaan untuk terangkat ke lingkungan pertanian yang lebih bergengsi.
Perusahaan telepon genggam Nokia pada 2009 menerbitkan fitur Nokia Life Tools (NLT). Bekerjasama dengan sejumlah provider lokal mengaplikasikan informasi pertanian yang bisa dibuka melalui SMS di berbagai model telepon genggam merek Nokia. Informasi itu antara lain tentang iklim dan cuaca, advis tentang masa tanam, petunjuk teknik bertani, perkembangan harga komoditas pertanian, benih, pupuk. India dan Indonesia adalah negara pertama dan kedua yang menggunakan perangkat NLT tersebut. Untuk Indonesia, datanya disediakan oleh Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Kementan dan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika, serta yang sudah disediakan Nokia sendiri (baca AGRINA edisi 118). Pengguna NLT di sini berjumlah 2 juta, yang mengikuti paket-paket pertanian, pendidikan dan kesehatan. Tarif layanannya Rp1.000 sehari. Bandingkan dengan harga berlangganan NLT di India yang Rp10 ribu sebulan.
Perkembangan terbaru di Indonesia adalah kerjasama antara Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, International Rice Research Institution (IRRI) dan Telkomsel yang meluncurkan informasi tentang Pemupukan Hara Spesifik Lokasi (PHSL) melalui IVR (Interactive Voice Response) di telepon genggam, dengan menekan Nomor Bebas Pulsa 135. Anda akan dipandu antara lain: “Pilih musim tanam yang akan dilaksanakan: jika musim hujan tekan 1, musim kemarau tekan 2…”. Atau tentang varietas padi apa yang Anda gunakan. Lalu rekomendasi terperinci yang dilengkapi gambar akan tampil di layar monitor HP Anda. Bisa pilih mau menggunakan Indonesia, atau bahasa Jawa, atau Sunda, Bali, Bugis.
“Dengan produk itu petani di pelosok dapat mengakses panduan budidaya padi sesuai kondisi lahan,” kata Kepala Balitbang Pertanian Dr. Haryono saat meluncurkan program PHSL melalui HP di BB Padi Sukamandi, Subang, Jabar, 11 Juli 2012. Ke depan, ini akan dipadukan dengan informasi tentang waktu tanam, daerah rawan bencana, dan risiko serangan hama terpadu yang saat ini terdapat pada Sistem Kalender Tanam Terpadu.
AGRINA edisi ini memperkenalkan layanan IVR untuk Pemupukan Hara Spesifik Lokasi yang telah berhasil dengan gemilang di Filipina. Sebenarnya lembaga seperti Ditjen Tanaman Pangan melalui Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan (BBPOPT) bisa juga langsung bekerjasama dengan Telkomsel atau operator ponsel lainnya untuk melalui IVR menyebarkan tentang prakiraan serangan organisme pengganggu tanaman utama pada musim tanam berikut. Membangun ICT untuk pelayanan umum sebenarnya tidak pelik-pelik amat. Lembaga-lembaga dari negara maju dan lembaga internasional seperti National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA-AS), GTZ (Jerman), UNDP, World Vision, juga Palang Merah, bekerjasama dengan badan-badan nasional setempat membangun pelayanan melalui ponsel, bukan saja tentang ramalan iklim yang berdampak pada pertanian, tapi juga ramalan untuk mengantisipasi bencana alam lainnya.
Daud Sinjal