Domba dan kambing terbilang ternak paling dulu didomestikasi manusia mulai ribuan tahun sebelum masehi. Tak mengherankan bila hewan pemamah biak kecil ini banyak dipelihara di perkampungan dan pedesaan. Hampir tiap rumah tangga memeliharanya. Dulu keduanya hanyalah klangenan ataupun tabungan keluarga.
Seiring perjalanan waktu pemeliharaan domba kambing kian merambah ranah komersial. Manusia beternak untuk mencari keuntungan dengan penerapan prinsip-prinsip manajemen pada faktor-faktor produksi yang telah dikombinasikan secara optimal.
Ada yang memelihara sebagai penghasil daging yang memasok warung dan resto sate juga katering. Dalam segmen pasar jasmani ini, keduanya saling menggantikan. Terutama di Jawa Barat, kebanyakan sate kambing dibuat dari daging domba karena populasi domba memang lebih dominan ketimbang kambing. Sampai-sampai ada istilah, domba punya daging, kambing punya nama. Beda dengan di Jawa Tengah dan Jawa Timur, populasi kambing lebih banyak sehingga sate kambing benar-benar daging kambing sejati.
Tentu saja pasar kuliner tidak hanya sate, tapi juga kambing guling. Bahkan sekarang daging kambing sudah masuk pabrik untuk dibuat sosis siap makan.
Ada yang mengarah pasar rohani memanfaatkan kebutuhan manusia untuk beribadah kepada Sang Pencipta. Terutama kaum muslim, mereka dianjurkan menyembelih ternak kurban saat Hari Raya Idul Adha. Mengingat kembali titah Tuhan kepada Nabi Ibrahim untuk menyembelih anak tunggalnya, Ismail, sebagai tanda ketaatan. Akhirnya Tuhan mengganti Ismail dengan domba. Dari sinilah ibadah kurban bermula. Seiring kesadaran umat muslim menunaikan kurban, meningkat pula kebutuhan akan ternak kurban, di antaranya domba dan kambing. Seorang muslim yang mampu akan mengurbankan seekor domba atau kambing dengan syarat tertentu.
Kesadaran untuk menunaikan kurban cenderung naik tiap tahun. Sebagai gambaran, MT Farm, peternakan domba di daerah Ciampea, Bogor, tahun lalu menjual 2.500 ekor dengan sistem grosir. “Tahun ini bakal menyediakan 5.000 ekor dengan jual eceran,” kata Mulyadi Nurdin, Business Development Director MT Farm.
Tentu saja omzet pelaku bisnisnya kebanyakan “gemuk” saat menjelang Hari Raya Idul Adha. Namun ada pula pelaku jeli yang memperluas pasar tahunannya itu dengan membuka peluang bagi muslim kurang berpunya. Kaum ini tak punya dana cukup untuk membeli tunai seekor hewan kurban. Mereka diakomodasi dengan tabungan kurban yang besarnya Rp100 ribu sebulan. Dengan demikian hasil tabungan selama setahun dapat diserupakan domba yang diambil saat Idul Adha kelak.
Simpanan untuk pembelian hewan kurban tersebut dipraktikkan mulai di kalangan peternak, lembaga amil kurban, hingga perbankan syariah. Bank Syariah Mandiri misalnya, membuka Tabungan Kurban dengan setoran cukup murah, Rp50 ribu setoran pertama dan selanjutnya Rp25 ribu. Tabungan ini hanya dapat diambil saat sang penabung akan menunaikan kurban dan akikah.
Masih dari pasar rohani, kini makin marak usaha penyediaan domba kambing untuk akikah. Bila ibadah kurban dipraktikkan setahun sekali bagi yang mampu, akikah dilaksanakan hanya sekali seumur hidup mulai umur 7 hari. Dua ekor bagi anak laki-laki, satu ekor untuk anak perempuan. Seperti kurban, tren pelaksanaan akikah juga naik. Seperti MT Farm tadi, sebelumnya hanya menjual domba 30 ekor per bulan, tetapi sekarang berani menargetkan 100 ekor per bulan karena mereka punya tenaga pemasaran. Uniknya, kenaikan minat berakikah datang dari kalangan pasangan muda.
Kenaikan pasar akikah ini dicatat Asep Ade Herawan dari Dompet Dhuafa Livestock kecil saja, paling 3%. Kue bisnis ini cukup besar tetapi pelakunya cukup banyak sehingga tak menghasilkan pertumbuhan yang cukup signifikan.
Peluang-peluang itu tetap menarik digarap tetapi calon pelaku usaha semestinya melihat pula kendala yang potensial bakal dihadapi. Kali ini AGRINA menampilkan liputan khusus tentang domba kambing menghadirkan pelaku yang muda hingga yang senior dengan segala suka dukanya. Tak hanya menggarap pasar domestik yang memang besar, di antara mereka ada juga yang meladeni pasar ekspor.
Masih banyak yang menganggap bisnis budidaya domba kambing ini mudah. Banyak para calon pensiunan yang memilih mencoba memeliharanya. Pun komoditas ini juga dimanfaatkan untuk pemberdayaan masyarakat lantaran dianggap risiko kematiannya kecil. Memang dilihat dari sisi modal, jauh lebih kecil ketimbang sapi potong misalnya, atau ayam ras yang cukup berisiko dalam hal penyakit.
Padahal praktiknya tidak selalu mudah berbisnis domba kambing meskipun secara teknis jarang penyakit yang menjangkiti ternak pemamah biak kecil ini. Buktinya, Doddy, CEO Saung Domba di Citayam, Bogor, babak belur pada awal menerjuni bisnis ini. Baru setelah tahu selahnya pada tahun kedua, ia menikmati gurihnya laba dari domba.
Peni Sari Palupi