Betapa pun kecilnya, jangan pernah remehkan peluang yang mendatangi kita. Banyak kisah sukses justru berasal dari kesempatan semacam itu.
Inilah pula yang dialami Diah Susilawati, pendiri J&C Cookies yang namanya kian berkibar di kalangan penggemar kue kering di Tanah Air. Siapa saja yang pernah melintasi Jalan Bojong Koneng Atas, Bandung, pasti terkesan dengan “kerajaan” kue yang sedang tumbuh di sana.
Tak hanya itu, di Jakarta pun kita bisa menjumpai cabang-cabang toko kue yang satu ini di berbagai lokasi seperti di Bintaro, Kemang, Pondok Bambu, dan Kelapa Gading. Sedikit di luar Jakarta, bisa dijumpai toko kue ini di Cibubur, Depok, Bekasi, serta Bogor.
Saat ini, Diah telah menghadirkan sekitar 70 jenis kue kering. Sebut saja kue putri salju, putri genit, nastar spesial, cheese stick, kaastengels, cokelat mede. Itu yang sudah lazim dikenal. Tapi, lihat pula nama-nama kue ini: jengkies (jengkol cookies), cheese stick rujak, mushroom BBQ cheese, noughat wijen, atau ebi cookies. Itulah antara lain buah kreativitas dan inovasi yang dilakukan alumnus Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Parahiyangan, Bandung, ini.
Kreativitas dan Inovasi
Diah pula yang memelopori pembuatan kemasan istimewa untuk meningkatkan nilai tambah kuenya. Bukan kemasan sembarangan yang dibuatnya, tapi bisa berupa bentuk mesjid, Gedung Sate Bandung, atau rumah gadang yang indah sebagai hasil industri rumahan dengan bermacam bahan, seperti besi, kayu, kain batik, dan eceng gondok. “Sudah tiga tahun ini, Presiden pesan kue Lebaran dengan kemasan mesjid di sini,” ungkap Diah bangga.
Kreativitas dan inovasi inilah, di samping menjaga kepercayaan, yang menjadi andalan Diah membesarkan usahanya. “Pertama itu menjaga kepercayaan. Karena kita harus bisa dipercaya orang lain. Misalnya, saat awal berusaha, kami harus beli bahan baku sesuai dengan duit yang ada. Sekarang, tinggal telepon. Ini yang disebut menjaga nama baik,” ujar wanita berkerudung ini.
Selain itu, tambah Diah, kita juga harus tetap menjaga kualitas serta berinovasi dan berkreasi terus. Sebab, semua orang akan terus berkembang keinginannya. Misalnya, ingin merasakan kue dengan rasa yang baru.
Mengenai kue dengan rasa jengkol, wanita kelahiran Bandung, 14 Oktober 1963 ini menjelaskan, “Saya pikir, orang Jawa Barat suka makan jengkol dan yang pedes-pedes. Jadi, saya mau bikin ciri khas, karena ‘kan sudah ada kerupuk jengkol, tapi kue jengkol belum ada. Apalagi, di luar negeri banyak yang tak bisa makan jengkol. Dengan kue jengkol ini, kerinduan mereka terobati,” alasannya.
Ekspor ke Mancanegara
Usaha kue kering Diah tak hanya tersebar di seluruh kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya, Medan, termasuk di Jayapura, tapi juga merambah mancanegara. Lima tahun terakhir ini Singapura selalu memesan kue, terutama menjelang Imlek. “Ke sana, kami kirim 12 ribu lusinan dus, satu dus isi 12 toples. Kami juga kirim ke Malaysia, Brunei, dan Hongkong, namun tak sebanyak ke Singapura,” ungkapnya.
Tak banyak yang menyangka perusahaan kue kering ini berasal dari kegiatan Diah mengisi waktu luangnya. Dulu, pada 1996, suaminya kerja di perminyakan sehingga pulangnya selalu malam, maka Diah pun membuat kue untuk mengisi waktu sambil menantikan kehadiran sang suami.
“Lama-lama, kue eksperimen saya makin banyak, meski sudah diberikan ke sanak saudara. Jadi, dibagikan pula ke tetangga. Eh, menjelang Lebaran, satu-dua tetangga mulai memesan kue. Pesanan kue pun makin banyak. Sama sekali tak saya duga, malah kue kering jadi usaha utama keluarga kami,” papar perempuan yang telah memamerkan kuenya di Jerman, Perancis, dan Belanda ini.
Tahun itu juga, dengan memberi merek J&C, Diah mulai berjualan kue kering. Apa maksud dari nama J&C? “Itu inisial nama dua anak saya, Jogi dan Cindi,” jelas istri dari Dedi Hidayat ini.
Bahan Baku Lokal
Saat ini 90% bahan baku yang digunakan J&C adalah produk dalam negeri. Termasuk untuk roombutter dan kejunya. “Awalnya, kami juga memakai keju dan roombutter impor. Tapi, kini, kami kerja sama dengan salah satu koperasi susu sapi di Sumedang untuk pembuatan roombutter dan keju,” jelas Diah.
Ditambahkan oleh Gita Gartika, Manajer Pabrik PT Bonli Cipta Sejahtera (BCS), induk usaha J&C, berbagai bahan baku sayuran dan buah, seperti wijen, jengkol, kacang polong, dan kacang melinjo didapatkan dari seputaran Bandung belaka, seperti Pasar Cicadas dan Pasar Kosambi.
Sedangkan kacang mete didatangkan dari Jawa Tengah dan Makassar, Sulsel. Untuk kacang mete, “Kebutuhan kami untuk yang belah tiga sebanyak 6 ton, yang belah dua hampir 2 ton, dan yang pecah 3-4 ton tiap kali produksi. Kacang mete yang masuk harus memenuhi standar kami, warnanya putih bersih. Jika ada yang hitam, kami retur,” urai Gita.
Setiap hari, perusahaan kue itu memerlukan 225 kg telur, 60-75 kg keju bola, 120-an kg keju cedar, dan 200-250 kg roombutter. Tak hanya memanfaatkan bahan baku lokal untuk pembuatan kue, Diah juga berusaha memberdayakan warga sekitar Bojong Koneng Atas untuk menjadi karyawannya. “Hari biasa, sekitar 100 orang bekerja pada kami, menjelang hari raya mencapai 400-an orang,” ucapnya.
Berkat prestasinya di bidang kue kering ini, Diah pun dianugerahi sejumlah penghargaan. Ada penghargaan dari Iwapi, Kementerian Koperasi dan UKM, dan Gubernur Jawa Barat. Ia juga pernah mendapatkan Pikiran Rakyat Award serta penghargaan dari Museum Rekor Indonesia dan Dunia untuk rangkaian kue berbentuk burung merak setinggi 9,5 meter yang dibuatnya. “Patung merak dari kue itu saya buat dan hadiahkan untuk anak pertama saya yang menikah,” kata Diah mengakhiri percakapan dengan AGRINA.
Syaiful Hakim, Selo Sumarsono