Hanya lulusan SMP tapi perempuan ini mampu mengirim berton-ton produk berbagai produk olahan ke Korsel. Ia ingin mengangkat harkat produk UKM Indonesia di mancanegara.
Memang tak main-main kiprah Hajjah Iim Suhaemi dalam bisnis olahan. Saat ini, sudah 8 item produk yang rutin ia kirim ke Korea Selatan (Korsel) dengan merek Andhika. Sebut saja keripik tempe asin, keripik tempe pedas, keripik tempe asam-manis, emping manis, kerupuk ikan, keripik pisang, gula merah, dan bawang merah goreng. Namun, sejatinya, bukan hanya itu produk yang ia jual ke luar negeri, masih ada kasava (singkong) dan abon.
Negara tujuan utama memang Korsel karena di sana ia telah memiliki 8 pembeli/agen. “Namun, kami juga sudah mulai melebarkan sayap ke Hongkong, Abu Dhabi, dan Arab Saudi,“ ujar Iim yang biasa disapa Eyang ini.
Dijelaskan oleh Eyang, tiap item itu dikirimnya bergiliran. Jadi, tak selalu pesanan tempe datang tiap bulan, namun bisa pisang atau emping. Yang pasti, tiap bulan selalu ada pesanan, apakah itu kerupuk tempe ataupun lainnya.
Omzet Besar
Meski produk yang diekspor wanita kelahiran Garut, 11 Maret 1956 ini terkesan penganan remeh, jangan anggap omzetnya juga enteng. Lihat, “Dari pengiriman tempe, saya dapat Rp165 juta, dari bawang goreng Rp 150 juta, emping Rp110 juta, dan pisang Rp80 juta. Kalau kerupuk, Rp35 juta,” urai Eyang seraya menambahkan mulai bulan depan ia juga dikontrak memasok produk ke luar negeri dengan nilai Rp1 milar- Rp2 miliar/bulan.
Jangan harap menemukan produk keluaran CV Purnama Raya Food ini di pasar lokal. Soalnya, Eyang mengkhususkan diri pada produk ekspor. “Kalau dijual di lokal tentu harganya mahal. Karena saya mengutamakan kualitas. Misalnya, minyak gorengnya yang bermutu, hanya sekali dipakai,” jelas Eyang sambil menambahkan produknya dihargai sekitar 3.000-3.500 won di Korsel (Rp23 ribu – Rp27 ribu) per kilogram.
Untuk bahan baku produk olahannya, kecuali tempe yang kedelainya memang impor, diambil dari berbagai tempat. Pisang, misalnya, diambil dari daerah Banjar, Jawa Barat. Emping dipasok dari daerah Anyer, Banten. Sedangkan abon, dagingnya didapatkan dari Boyolali, Jawa Tengah. Demikian pula dengan gula merah dikirim dari Jawa Tengah. “Bawang kami ambil dari petani di Cikalong, Ciwidey (Kab. Bandung) Jawa Barat, juga dari Brebes, Jawa Tengah,” ungkap ibu empat anak ini.
Persyaratan Ketat
Untuk memenuhi persyaratan ekspor, semua bahan pun harus dipesan yang berkualitas tinggi. “Sejak dari bahan tempenya, kami mensyaratkan pengolahan khusus dari pemasok, tak bisa beli dari pinggir jalan,” kata Didin Wahyudin, SH, putra ketiga Eyang yang menjabat Direktur CV Purnama Raya Food.
Tak gampang memang menjual produk di Korsel. Produk yang masuk harus melewati lima tahap uji laboratorium. Jika ditemukan ada sekuintal saja produk yang tak memenuhi syarat, seluruh produk ditolak. “Biasanya dibakar saja karena repot kirim kembali ke Tanah Air. Ini perlu perhatian pemerintah juga,” harap Eyang yang sudah mengunjungi 57 negara ini.
Pencapaian Eyang jelas bukan seperti membalikkan tangan. Ia pernah harus membakar berkontainer-kontainer produknya gara-gara ada yang tidak lulus uji laboratorium. Pernah juga gula merah satu kontainer meleleh di jalan lantaran mutunya belum baik.
Tapi itu dulu, saat ia baru memulai usaha ekspornya pada 2001. Perkenalannya dengan bisnis olahan ini berawal dari perjalanannya ke Korsel diajak rekannya pebisnis garmen. Kala itu, melihat banyak orang Indonesia di Korsel yang sulit mendapatkan makanan bercitarasa negeri sendiri, rekannya mengajak berbisnis makanan olahan. Akhirnya, Eyang yang waktu itu menekuni bisnis garmen pun mulai memproduksi olahan tempe. Soal makanan, Eyang sudah punya reputasi, pernah menangani katering untuk 11 pabrik besar, di antaranya Indorama, Nissin, dan Indofood.
Kini, produk Purnama Raya menduduki peringkat nomor satu di Korsel karena memang belum ada pesaing lain yang mampu membuat dengan kualitas dan citarasa seperti buatan Eyang. “Untuk menemukan resep, saya rela habiskan berkilo-kilo bahan sampai ketemu yang cocok. Setelah itu resepnya saya jaga,” katanya bersemangat.
Berdayakan Warga
Jika Eyang datang ke Korsel, ratusan pengusaha Negeri Ginseng itu akan berusaha menemuinya untuk mengajak kerja sama. Penggemar produk Andhika terutama adalah orang Indonesia yang bekerja di Korsel, disusul warga negeri itu yang juga mulai menyukai penganan bercitarasa Indonesia.
Apa rahasia Eyang? “Semua berangkat dari kejujuran. Lalu, keuletan, dan ketiga, mensyukurinya. Kejujuran itu juga yang dulu saya terapkan saat berbisnis katering. Misalnya, saat tender ada yang menyajikan potongan daging besar-besar, tapi selanjutnya kecil-kecil. Saya apa adanya, sama antara saat tender dan pelayanan selanjutnya,” ungkapnya.
Kini, perempuan yang telah mendapat sejumlah penghargaan dari pemerintah ini mensyukuri usahanya dengan memberdayakan warga sekitar. Umpamanya, order bawang goreng dibagikannya ke warga dengan terlebih dulu dididiknya. Ia memang ingin berbagi dengan sesama. Ia pun tak kenal lelah membantu mempromosikan produk berbagai UKM lain di Tanah Air. “Saya ingin mengangkat harkat produk UKM Indonesia di luar negeri,” tutup Eyang mengakhiri wawancara.
Syaiful Hakim, Selo Sumarsono