Kalau Anda perlu membawa sebingkisan buah untuk bertandang ke rumah mertua, atau menjenguk sanak keluarga yang sakit, buah-buahan apa saja yang terdapat dalam bingkisan itu? Mengakulah. Pasti itu terdiri jeruk, apel, pir yang semuanya buah impor. Kalau lagi musim mangga bolehlah, buah lokal itu diselipkan. Buah-buahan impor itu bisa ditata rapi dan enak dipandang. Bandingkan dalam bingkisan itu disusun buah-buahan lokal yang sosok dan warnanya kusam. Buah-buahan impor itu tersedia di setiap tempat, di supermarket di kota, di pasar tradisional, sampai di warung di kampung, atau di kios-kios, tenda dan gerobak dorong di pinggir jalan. Ketersediaannya sepanjang tahun, harganya terjangkau.
Sebagai negeri tropis, Indonesia seolah memegang hak eksklusif atas berbagai produk hortikultura yang khas dan eksotis. Tapi berkat teknologi maju, hasil riset yang tekun, dengan cara bercocok tanam yang lebih baik (good agricultural practices-GAP), buah, bunga, dan sayuran khas negeri tropis ini juga bisa dihasilkan negeri-negeri empat musim. Terbuka lebarnya pasar global membuat produk hortikultura dari luar itu sekarang berderap dengan gagahnya di pasar domestik kita, di mana saja, kapan saja. Pemandangan ini makin kentara semenjak “early harvest program” pada 2004 sebagai ancang-ancang penerapan China-ASEAN Free Trade Agreement (CAFTA) 2010. Secara bertahap, mulai Januari 2004-2006, bea masuk produk hortikultura dari China dan negara-negara ASEAN dikenakan tarif nol persen.
Sudah kentara benar buah-buahan lokal kita tersikut buah impor. Tak ada yang bisa kita lakukan untuk menandinginya, kecuali dengan tindakan konsisten memprioritaskan pembangunan prasarana logistik meliputi jalan, pelabuhan, pergudangan, sarana irigasi, membenahi sistem transportasi, mengikis habis segala pungutan liar, insentif yang tidak setengah hati, menggiatkan riset, menerapkan teknologi, GAP serta pengemasannya (good handling practices).
Kementan membina 323 jenis komoditas hortikultura, terdiri dari 60 jenis buah, 80 jenis sayuran, 117 jenis tanaman hias, ditambah 66 jenis tanaman obat. Cetak biru pengembangannya untuk periode 2011-2025. Dibagi dalam lima tahunan untuk memprioritaskan sejumlah komoditas. Kita sudah punya undang-undang tentang hortikultura (UU No. 13 tahun 2010). Segera disusul dengan PP tentang pembiayaan dan insentif hortikultura, serta PP tentang agrowisata hortikultura. Juga Permentan untuk mengedepankan hortikultura sebagai pilihan diversifikasi konsumsi pangan. Misalnya, jamur, sayuran, buah, sebagai protein, sukun sebagai karbohidrat.
Namun, adalah tentang bunga dan tanaman hias yang AGRINA juga mau berbagi cerita. Frasa think globally, act locally dinyatakan dalam tindakan sinergis Kementerian Pekerjaan Umum (PU) bersama Kementan, pemerintah kabupaten dan kota, perusahaan swasta besar, serta petani-petani perorangan. Inilah program pengembangan kota hijau (P2KH) yang disandingkan dengan pengembangan kampung-kampung flori. P2KH didorong oleh kesadaran lingkungan yang sudah menjadi gerakan dunia. Dalam green city umpamanya, ditentukan, dalam suatu wilayah pemukiman harus terdapat 30% ruang terbuka hijau. Kementerian PU sudah merencanakan pengembangan 60 kota hijau. Di sini para walikota, dan bupati, serta perusahaan pengembang yang membangun kawasan pemukiman wajib menyediakan 30% ruang terbuka hijau (RTH).
Sebanyak 60 walikota dan bupati telah menandatangani piagam komitmen kota hijau (yang difasilitasi Direktorat Jenderal Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum) pada November 2011. Menurut Dirjen Penataan Ruang Kementerian PU, Imam Ernawi, walikota dan bupati juga sudah berkomitmen mengalokasikan anggaran pembangunan daerah yang memadai untuk merealisasikan Rencana Aksi Kota Hijau. Kementerian PU akan memfasilitasi pelaksanaan aksi tersebut.
Program pengembangan kota hijau dianggap “blessing” oleh Ani Andayani, Direktur Budidaya dan Pascapanen Florikultura, Ditjen Hortikultura, Kementerian Pertanian. “Dia akan butuh tanaman. Ke mana ngambil pasokannya?” Tanaman itu diambil dari kampung- kampung flori yang akan dikembangkan Kementan. Kampung-kampung ini berada di sekeliling kota-kota hijau tersebut. Untuk kota Surabaya misalnya, pohon-pohon dan tanaman hias didatangkan dari kampung-kampung flori di Pasuruan, Mojokerto, dan Malang. Untuk DKI Jakarta, pasokannya dari Tangerang Selatan, Bogor, dan seterusnya.
Pelaku-pelaku individual kampung-kampung itu nanti difasilitasi pemberdayaan kelembagaannya dalam gapoktan atau asosiasi. Anggaran pembangunan green city dan kampung flori bersumber dari APBN dan APBD. Developer adalah pembeli utama pohon- pohon dari kampung flori. Jenis-jenis tertentu tanaman hiasnya juga bisa diekspor. Maka tercipta pasar dalam negeri sekaligus ekspor. Terbangunlah kehidupan harmonis desa-kota di bidang ekonomi, sosial dan budaya, dalam lingkungan yang sejuk dan lestari.
Daud Sinjal