Di Eropa Barat dan Amerika Utara, jahe dalam bentuk kue-kuean dan aneka minuman sudah menjadi konsumsi kalangan mapan. Ia menjadi gingerbread, ontbijtkoek, lebkuchen, ginger ale, ginger beer. Di Jepang acar jahe (amazu shoga) adalah “keharusan” untuk mendampingi sushi dan sashimi. Di Amerika Utara minuman dari jahe diproduksi perusahaan-perusahaan besar seperti Canada Dry, Schweppes atau Seagram's. Di Jerman, pabrik gingerbread di Nuremberg berkapasitas 2.000 cookies per menit mempekerjakan 4.000 orang. Manufaktur cookie jahe lainnya, Lambertz, di Aachen, punya 3.500 karyawan, sales-nya melampaui 400 juta Euro lebih setahun. Dan meluaskan pabriknya ke Polandia untuk menguasai pasar Eropa Timur. Padahal tanaman jahe tidak bisa tumbuh di negeri-negeri utara itu.
Jahe hanya bisa ditanam di negeri tropis, khususnya di lintang katulistiwa. Indonesia di urutan keempat dunia sebagai produsen jahe. Jahe terbukti mengandung banyak khasiat bagi manusia, sebagai bumbu masak, minuman penyegar, ramuan herbal menolak penyakit, sampai bahan minyak wangi dan kosmetik. Khasiatnya sebagai makanan fungsional maupun suplemen dan bahan obat-obatan sudah teruji meyakinkan di Badan Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (BP2TO2T) dari Kementeran Kesehatan dan Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balitro) dari Kementerian Pertanian. Namun ia belum diusung program pemerintah untuk diunggulkan.
Bagi kebanyakan orang kita, jahe lebih diasosiasikan sebagai bumbu dapur, atau bahan obat tradisional, atau minuman penghangat kelas murahan, seperti bandrek dan wedang jahe. Baru sepuluh tahun belakangan ini pamor jahe mulai menanjak melalui dagangan kopi jahe, sari jahe, susu jahe, sirup jahe, yang dikemas praktis. Juga untuk minuman penyegar dan kesehatan. Namun pertumbuhannya masih di kalangan pemain pemain kecil, yang bahkan masih enggan masuk pusat-pusat belanja Carrefour, Giant atau Lotte. Sementara swasta besar masih berkisar pada pemain-pemain lama industri jamu.
Sekali pun kecil-kecilan, agribisnis jahe ini bisa dipandang sebagai pemantik kebangkitan ekonomi rakyat di sejumlah daerah. Pengusaha-pengusaha kecil dan menengah di daerah-daerah itu jeli melihat peluang pasar. Apalagi jenis-jenis jahe di Indonesia bervariasi mulai dari yang moderat sampai yang rasa berani. Ada jahe gajah, jahe emprit, jahe kapur, jahe ijo, jahe biru. Jahe putih kecil emprit sekarang lagi berkibar karena citarasanya yang lebih pedas dan wangi. Keluarga Haji Faisol di Lampung menangguk untung dari berdagang jahe jenis itu. Achmad Fauzi dan Dedy S. Muftie, masing-masing di Depok dan Pondok Bambu berjaya dengan berjualan jahe emprit dalam produk-produk kemasan: kopi susu jahe, ekstrak jahe, teh jahe, kopi jahe. Pelaku bermodal besar yang punya industri farmasi seperti Konimex, Sidomuncul juga berkiprah dengan minuman dan suplemen kesehatan berbahan jahe.
Karena itu jahe berpeluang untuk dijagokan dalam program pemberdayaan ekonomi daerah dan nasional, baik melalui skala UKM maupun industri manufaktur perusahaan besar swasta dan BUMN. Tentang prospek bisnis tanaman obat, Kepala BP2TO2T, Tawangmangu, Indah Yuning Prapti, mengajak pelaku bisnis melihat permintaan terhadap obat-obatan tradisional yang sudah tumbuh dan kebutuhannya untuk rumah sakit atau puskesmas. “Dalam satu klinik saja bisa diperlukan 300 kg sampai 500 kg temulawak dalam seminggu. Sebulan bisa dua ton temulawak untuk satu klinik”. Sedangkan Balitro menyatakan jahe bisa memberikan peranan cukup berarti dalam penyerapan tenaga kerja dan penerimaan devisa negara melalui industri obat tradisional dan fitofarmaka dan komoditas ekspor. Tentang peningkatan luar biasa bisnis obat-obatan tradisional berbahan jahe, Irwan Hidayat, Presiden Direktur PT Sidomuncul menunjuk billing iklan sebagai indikatornya, “Jamu Tolak Angin Sidomuncul saja peningkatannya ribuan persen. Belum yang lain-lain”. Sekarang ada kopi jahe, sari jahe, jahe wangi.
Apa yang dikatakan Haji Faisol, Achmad Fauzi, Dedi Muftie, Indah Yuning Prapti dan tingkat pemasangan iklan yang dikemukakan Irwan Hidayat, menunjukkan agribisnis jahe bisa menguntungkan. Dan memang seharusnya jahe, dan tanaman rempah dari Indonesia seperti pala, kayu manis, dan cengkeh menjadi bahan untuk menciptakan roti, kue, minuman favorit di negeri sendiri dengan branding Indonesia atau provinsi, kabupaten, kota. Ting ting jahe, permen jahe, dan segala delicacy berbahan jahe, minuman ginger ale atau sangria atau herbal drink ala Indonesia, biskuit jahe, kue basah, roti jahe untuk sarapan (ontbijtkoek), roti untuk pesta natal, diproses secara modern dan dalam kemasan praktis buat memenangkan pasar lokal, atau antardaerah dan antarnegara. Jadi, hal-ihwal jahe ini, di samping Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pertanian, haruslah ikut terpanggil tiga kementrian lainnya: Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Perdagangan dan Kementerian BUMN.
Daud Sinjal