Berbagai program dan keputusan telah diambil demi mendukung tahun kerja keras dan tahun kebangkitan penyuluh.
Visi Kementerian Pertanian 2010-2014 berupa terwujudnya pertanian industrial unggul berkelanjutan berbasis sumber daya lokal, memberikan tantangan tersendiri bagi Dr. Ir. Momom Rusmono, MS, Kepala Pusat (Kapus) Penyuluhan Pertanian, Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) Pertanian.
Tugas yang diembannya tidak mudah, selain menyukseskan visi, dia pun harus memperhatikan seluruh pemangku kepentingan. Kesejahteraan 51 ribu penyuluh mulai dari tingkat provinsi sampai penyuluhan di tingkat desa, dan seluruh petani yang tersebar dari Sabang sampai Merauke berada di tangannya.
Demi menyenangkan semua pemangku kepentingan, pria kelahiran Cirebon, 24 Mei 1961 ini harus bekerja keras. Bagaimana tidak, kondisi di lapangan masih jauh dari optimal. Sampai saat ini penyuluh yang langsung terjun di desa hanya 34.582 orang dari sekitar 80 ribu desa atau kecamatan. “Satu penyuluh rata-rata menangani tiga desa,” papar Momon prihatin.
Melihat kondisi ini lulusan program doktoral dari Institut Pertanian Bogor (IPB) harus menggenjot jumlah penyuluh di lapangan. Untuk mendukung tercapainya satu desa satu penyuluh masih dibutuhkan hampir 45 ribu orang. Kondisi ini belum diperparah dengan rendahnya honor penyuluh.
Solusi Momon
Untuk mengatasi rendahnya honor tersebut, ayah dari tiga orang anak ini mengatakan, “Honor Tenaga Harian Balai Penyuluhan Tanaman Pangan (THRBPTP) diperpanjang kontraknya. Tidak bekerja 10 bulan tetapi 12 bulan karena dua bulannya ditanggung oleh provinsi atau kabupaten.”
Bahkan Momon juga menaikkan besaran Biaya Operasional Penyuluh (BOP). Untuk wilayah timur yang semula Rp250 ribu dinaikkan jadi Rp480 ribu per bulan. Sementara wilayah tengah Rp250 ribu menjadi Rp400 ribu per bulan. Sedangkan wilayah barat dari Rp250 ribu menjadi Rp320 ribu per bulan..
Tak cukup sampai di situ untuk meningkatkan kesejahteraan dari para penyuluh Kapus telah kerjasama dengan kalangan pendidikan. “Kita akan mensertifikasi profesi penyuluh pertanian sebanyak 1.400 orang,” ungkapnya. Dengan adanya sertifikasi tersebut kelak penyuluh akan mendapatkan tunjangan profesi layaknya guru.
Upaya peningkatan penyuluh tidak sebatas dari sisi materi, tetapi juga sisi keilmuan. Momon telah merancang suatu kerjasama dengan pusat pelatihan. “Kita akan melatih para penyuluh bagi semua sektor. Bagi penyuluh pertanian akan dilatih tanaman pangan, peternakan dilatih peternakan, sesuai dengan basic-nya,” bebernya.
Begitu banyak perbaikan yang ingin dilakukan Momon. Berbekal semangat yang ditularkan para seniornya di SPMA Bogor (sekarang diganti menjadi sekarang Sekolah Tinggi Pendidikan Pertanian, STPP), semuanya menjadi mungkin. Dia mengonsentrasikan tim penyuluh kepada kegiatan pengawalan pendampingan penyuluh kelompok tani dan gabungan kelompok tani (gapoktan). Selain itu dia memperkuat kapasitas kelembagaan penyuluhan di tingkat kecamatan.
Apabila Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) di tingkat kecamatan ini dapat berjalan maksimal tentu bakal mempermudah penyebaran informasi dari pusat ke petani maupun sebaliknya. “Saya minta kalau ke daerah nggak perlu ke Badan Pelaksana Penyuluhan di tingkat kabupaten (Bapeluh) tapi datanglah ke BPP, lihat jadwalnya cek ke petani,” sarannya.
Program Lainnya
Saat ini 4.880 dari 6.600 kecamatan sudah membentuk balai penyuluhan. Bila balai penyuluhan di tingkat kecamatan berjalan optimal, maka tingkat penyuluhan di kecamatan dan desa tersebut pun berjalan dengan baik. “Kalau ini jalan, berarti 70% secara nasional juga jalan,” ungkap Momon.
Selain itu jebolan S3 dari Institut Pertanian Bogor (IPB) ini menambahkan, “Kita punya program namanya pemberdayaan petani melalui Demonstrasi Farm (Demfarm) padi di lokasi swadaya murni petani.” Program ini rencananya akan diperuntukkan bagi 8,8 juta ha lahan yang belum memperoleh bantuan apa-apa. Prinsipnya dalam setiap 25 ha (terdiri dari 8 kelompok tani) lahan dibuat Demfarm seluas 1,5 ha. Budidaya di lahan seluas 1,5 ha itu akan mendapatkan bantuan proses pembelajaran dan saprotan. Harapannya musim tanam berikutnya lahan-lahan lain akan mengikuti jejak keberhasilan dari Demfarm yang sudah ada.
Dengan 8,8 juta ha hamparan yang ingin dikembangkannya, “Saya butuh 22 ribu unit, tetapi saya baru punya 3.600 unit,” ungkap suami Ir. Anon Mirmani, SIP, MIM Arc/Rec. Menurutnya, Demfarm bisa meningkatkan produktivitas tidak hanya pada lahan irigasi, tetapi juga mencakup lahan-lahan suboptimal, misalnya lahan pasang surut, lahan gambut, dan tadah hujan.
Tak cukup sampai di situ, Momon telah merancang Farmer Managed Extension Activities (FMA). FMA merupakan program pengembangan usaha tani berkelompok berbasis komoditas unggulan di pedesaan. Orientasinya tidak hanya kepada peningkatan produksi tetapi juga kesejahteraan masyarakat. “FMA kita coba di 3.080 desa di 18 provinsi 68 kabupaten/kota,” urai dia. Hebatnya, program ini telah mendapatkan bantuan dari bank dunia.
Mengingat 2012 dijadikan sebagai tahun kerja keras penyuluhan dan tahun kebangkitan bagi penyuluhan pertanian, Momon mengimbau para penyuluh, “Tolong petani difasilitasi untuk mengakses supaya mendapat harga jual yang menguntungkan.” Bila masyarakat menemukan penyuluh lapang yang bermalas-malasan, sebaiknya masyarakat untuk lapor kepada balai penyuluhan baik di tingkat kecamatan, kabupaten, maupun provinsi. “Bisa juga lapor ke saya,” pungkasnya.
Ratna Budi W., Syatrya Utama
1. Nama : Dr. Ir. Momon Rusmono, MS 2. Tempat/Tanggal Lahir : Cirebon, 24 Mei 1961 3. Nama Istri : Ir. Anon Mirmani, SIP, MIM Arc/Rec 4. Riwayat pendidikan : S1-S3 di Institut Pertanian Bogor 5. Riwayat pekerjaan: - Ketua Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP) Malang 2003-2005 - Ketua STPP Bogor (2006-2006/11 bulan) - Kepala Pusat Pengembangan Pendidikan Pertanian, Badan Pengembangan SDM Pertanian, Departemen Pertanian (2007-2010) - Kepala Pusat Penyuluhan Pertanian, Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian, Kementerian Pertanian (2011-sekarang) |