Minggu, 5 Pebruari 2012

Sistem Logistik Ikan Nasional

Udang menjadi unsur signifikan dalam kinerja sektor perikanan karena seperti dikatakan Thomas Darmawan, ekspor udang mencapai 30% dari keseluruhan ekspor perikanan setiap tahun. "Suplai yang besar, pasar yang luas, dan harga yang stabil menjadikan udang unggul," kata Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia itu. Victor PH Nikijuluw, Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, masih menjadikan udang sebagai primadona ekspor 2012. Tahun ini nilai ekspornya akan meningkat dari US$1,2 miliar tahun lalu menjadi US$2 miliar. Tahun 2011, total nilai ekspor perikanan (termasuk udang) mencapai US$3,2 miliar.

Namun di tengah-tengah semarak udang kita di pasar global,  di dalam negeri, pabrik-pabrik udang olahan terseok-seok, hanya bisa bekerja di bawah 50% kapasitasnya. Bukan karena pasaran sepi, melainkan lantaran pasokan bahan baku sangat tidak memadai. Ini mendorong industri minta dibukakan keran impor.  Lalu, diam-diam udang atau ikan olahan pun masuk ke pasar domestik.  Dengan adanya impor bahan baku maupun bahan jadi, neraca perdagangan ikan kita kurang memberi margin yang berarti. Maka industrialisasi menjadi penting.  Volume ekspor  bisa saja lebih sedikit tapi nilanya makin lebih besar, kata Dr. Nikijuluw.

Membangkitkan industri ikan olahan yang jelas melipatgandakan nilai tambah ini disoroti kembali pada bulan pertama 2012 melalui Seminar di KKP, di Roundtable Discussion Kelautan dan Perikanan di Kadin, dan di Outlook Perikanan 2012 oleh Majalah Trobos, serta menjadi fokus utama AGRINA edisi ini.

Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo mengemukakan, pemerintah menyiapkan Rp173 triliun untuk membangun infrastruktur perikanan di Indonesia timur sebagai program industrialisasi perikanan nasional. Ini bertujuan untuk mengatasi kesenjangan antara produsen perikanan tangkap dan industri pengolahan hasil perikanan. Hasil tangkapan paling banyak ada di Nusa Tenggara dan Indonesia timur, sementara industri pengolahan banyak berada di Sumatera dan Jawa. Kementeriannya tengah mengembangkan Sistem Logistik Ikan Nasional untuk membenahi sistem distribusinya.  Fasilitas distribusi ikan akan terus dikembangkan dari wilayah yang kelebihan produksi ke wilayah yang kekurangan. Untuk menjamin ketersediaan bahan baku, tahun ini akan dilakukan pula revitalisasi tambak-tambak di sepanjang pantai utara Jawa (Pantura) dari Banten sampai Jawa Timur mulai dari Serang sampai Banyuwangi. Dari sekitar 300 ribu hektar lahan tambak udang nasional, sebanyak 50% terletak di wilayah Pantura.

Kelautan dan perikanan merupakan sektor paling strategis bagi Indonesia sebagai negara kepulauan dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia dan dengan perairan teritorial terluas. Namun ia juga mengidap permasalahan kronis dan akut seumur-umur republik ini. Padahal dari letaknya, Indonesia memiliki akses langsung kepada enam wilayah LME (Large Marine Ecosystem): Teluk Benggala; Laut Cina Selatan; Sulu-Sulawesi; Laut teritorial Indonesia;  Arafura–Teluk Carpentaria; Laut Australia Utara, yang menyimpan potensi kelautan dan perikanan cukup besar. Ini seharusnya menggerakkan Indonesia untuk meluaskan perikanan tangkapnya.

Bagusnya, kita  sudah merumuskan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025. Di dalamnya terdapat pengintegrasian empat komponen konektivitas nasional; sistem logistik, sistem transportasi, pengembangan wilayah, teknologi informasi dan komunikasi. Secara efektif dan efisien akan dilancarkan perpindahan komoditas,  barang, jasa dalam wilayah NKRI dengan dukungan jaringan transportasi intermoda, pelabuhan, terminal, stasiun, depo, pusat distribusi dan kawasan pergudangan serta bandara. Sistem Logistik Ikan Nasional (SLIN) yang dikemukakan Menteri Cicip Sutardjo mengacu pada MP3EI ini.

Kalau SLIN bisa diwujudkan, maka masalah kronis dan akut perikanan bisa ditangani. Dan Indonesia pada 2015 menjadi negara perikanan terbesar (baik perikanan tangkap, budidaya maupun olahannya) bukan cuma bualan. Konsekuensinya, ada cukup dermaga, TPI, cold storage (di darat dan di kapal ikan), armada kapal ikan yang mampu menjelajah bukan hanya laut teritorial kita, tapi juga ke laut luar, ZEE dan MLE. Didukung prasarana pembangkit listrik, pengadaan BBM (solar), kemudahan permodalan, patroli Kamla dan lain-lain. Kita menderita kerugian saban tahun sampai Rp20 triliun (data Ditjen Pengawasan dan Pengendalian Sumber Daya Kelautan dan Perikanan)  akibat pencurian ikan oleh pihak asing. Kalau para pencuri itu bisa kita enyahkan, apakah kita mampu mengelola perikanan tangkap kita untuk meraup tambahan pendapatan Rp20 triliun? Seharusnya kita sudah punya jawabannya.

Daud Sinjal

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain