Dengan merevitalisasi bekas tambang batu kapur, dalam 20-30 tahun mendatang bisa menjadi lahan yang subur.
Ketahanan pangan (food security), ketahanan energi (energy security), kemiskinan (poverty), dan kelaparan (hunger), memang menjadi perhatian dunia, termasuk Indonesia. Meski bergerak di bidang industri semen, PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk sangat peduli terhadap keempat hal ini. “Kami peduli dengan pangan, energi, kemiskinan, dan kelaparan,” tutur Kuky Permana, 59, Direktur Eksekutif Indocement kepada AGRINA.
Saat ditemui di ruang kerjanya di Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (18/1), pria kelahiran Jakarta, 21 Januari 1953, ini tampak bersemangat ketika berbicara betapa pentingnya perusahaan memberdayakan masyarakat di sekitar operasi perusahaan. “Kami mengembangkan jenis tanaman energy crops seperti jarak pagar (Jatropha curcas), kemiri sunan (Aleurites trisperma Blanco), trembesi (Samanea saman) dan nyamplung (Calophyllum inophyllum L.) sebagai bahan baku biofuel. Selain itu, tanaman ini juga berfungsi meningkatkan kualitas tanah dan memperluas area resapan air,” ungkap lulusan University College London itu.
Biofuel
Memang sejak 2007, perusahaan yang mayoritas sahamnya dimiliki HeidelbergCement Group, ini sudah menanam jarak pagar seluas 170 hektar sebagai program revitalisasi tanah bekas tambang batu kapur di sekitar pabrik di Citeureup.
Petani lokal merawat dan memanen saat buahnya matang. Lalu buah diolah menjadi bahan bakar alternatif. Dengan meningkatnya harga bahan bakar fosil, ke depan harga bahan bakar nabati bakal bersaing. Selain jarak pagar, biodiesel bisa juga dihasilkan dari kelapa dan sawit, sedangkan bioetanol diproduksi dari singkong, jagung, aren, sagu, tebu, dan king grass.
Perusahaan semen yang memiliki pabrik di Citeureup, Palimanan (Cirebon), dan Tarjun (Kotabaru, Kalimantan Selatan) ini memang tidak hanya berpikir saat ini. Dengan penanaman jarak pagar, maka lahan bekas tambang terus dipupuk sehingga kelak hara tanah menjadi baik untuk membudidayakan tanaman pangan seperti jagung dan singkong. “Kelak, 20-30 tahun lagi, bukan lagi biofuel, kita meninggalkan lahan yang subur untuk generasi penerus, yang siap ditanami dengan tanaman yang dapat dimakan,” urai Kuky.
Selain dari tanaman, bahan bakar nabati dapat pula diproduksi dari kotoran sapi menjadi biogas. Dengan dukungan Indocement, warga Dusun Bakong Dasan Kapitan, Desa Lembar Utara, Kec. Lembar, Kab. Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, misalnya, menggunakan biogas untuk memasak dan penerangan. Bahkan di Desa Lembar Timur, biogas dapat digunakan untuk bahan bakar mengoven telur asin bakar. Kedua desa ini memang berdekatan dengan Lombok Cement Terminal, kawasan operasi Indocement.
Dengan program biogas itu, perusahaan kelas dunia ini membuka mata peternak bahwa agar instalasi biogasnya terus beroperasi diperlukan kotoran sapi yang banyak. Untuk itu peternak harus memberikan pakan yang banyak. “Secara tidak sadar, takut biogasnya habis, sapi diberi (pakan) yang banyak, sapinya gemuk, sehat, dan dagingnya banyak. Kenikmatan yang nggak bisa dibayar melihat wajah mereka (yang ceria),” cetus Kuky.
Tamprolit
Selain energi, melalui program Corporate Social Responsibility (CSR), perusahaan ini juga peduli dengan lingkungan, yang muaranya bisa mendukung ketahanan pangan. Di Cimerang, Padalarang, dan Gadobangkong, Ngamprah, Bandung Barat, Jawa Barat, misalnya, terdapat Unit Pengelolaan Kebersihan yang difasilitasi oleh Indocement.
Memang dua desa tersebut berdekatan dengan gudang Indocement di Cimareme, Padalarang, Bandung Barat. Selain lingkungan menjadi bersih, bisa dihasilkan pupuk organik padat, cair, dan tamprolit (media tanaman produktif dari limbah rumah tangga). Pupuk organik padat dan cair bisa digunakan petani untuk menyuburkan lahannya, sedangkan tamprolit dimanfaatkan warga untuk menanam cabai, terong, selada, tomat, dan sebagainya. Ternyata, berkat tamprolit ini, dapat menghemat belanja rumah tangga sampai 40 persen.
Perusahaan yang mempunyai cadangan deposit batu kapur sekitar 80 tahun ini juga memberikan pelatihan di bidang perikanan, peternakan, dan pertanian seperti yang dilakukan di Citeureup, Palimanan (Cirebon), dan Tarjun (Kotabaru, Kalimantan Selatan). Kemudian para peserta pelatihan diberi kambing, misalnya, untuk dipelihara sehingga mereka memperoleh pekerjaan sekaligus pendapatan.
Dengan konsep membangun kemandirian, perusahaan ini pun membantu usaha mikro dan kecil yang memerlukan modal. Tentunya warga dipilih yang sudah mempunyai usaha atau ingin maju. “Kita bekerjasama dengan Bank Mandiri memberikan kredit mikro. Dengan kredit ini, mereka rajin mencicil kredit setiap bulan,” jelas Sarjana Teknik Sipil ini.
Di samping membangun kemandirian masyarakat, bukan berarti perusahaan semen yang dikenal dengan merek Tiga Roda ini tidak memberikan bantuan gratis. Ada program CSR yang terbagi ke dalam lima pilar (pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial-budaya-agama-olahraga atau sosbudagor, dan keamanan). Program lima pilar sosbudagor adalah perbaikan rutilahu (rumah tidak layak huni), membangun MCK (mandi-cuci-kakus), serta membangun jalan dan jembatan. “Kita pilih duta yang layak siap dibantu, usia produktif, dan mau bekerja. Mudah-mudahan setelah kita bantu, mereka mempunyai semangat lebih baik,” sambungnya.
Penangkaran hewan langka
Yang menarik, bukan hanya manusia yang dibantu perusahaan berskala internasional ini, tapi juga hewan seperti penangkaran bekantan (Nasalis larvatus), rusa sambar (Cervus unicolor), dan uwa-uwa (Hylobates muelleri) di dekat area pabrik Tarjun (Kotabaru, Kalimantan Selatan). Dengan adanya pertambangan batubara, perkebunan, dan sebagainya, kehidupan hewan ini di provinsi tersebut terpojok. “Banyak yang bertanya, apa urusannya semen dengan penangkaran. Kami mau melestarikan jenis hewan langkah tersebut. Nggak mudah, kami masih berjuang juga,” cerita Kuky.
Dengan mengungkapkan beberapa contoh keberhasilan CSR-nya, bukan pula berarti perusahaan yang banyak meraih Indonesian CSR Awards ini sedang membanggakan diri, tetapi ingin menginspirasi orang lain melakukan hal yang sejalan. “Di Indocement, CSR ini ditangani dewan direksi. Ada beberapa perusahaan yang tergerak untuk melakukan CSR seperti kami,” Kuky mengakhiri perbincangan yang asyik selama satu jam itu.
Melalui program CSR yang terarah, diharapkan perusahaan semen juga bisa mendukung ketahanan pangan dan energi serta mengatasi kemiskinan dan kelaparan.
Syatrya Utama, Liana Gunawati, dan Tri Mardi Rasa