AGRINA, Rabu 14 Desember 2011 menggelar seminar nasional “Meningkatkan Produksi Padi Nasional: Mencapai Surplus 10 Juta Ton Beras”. Ini adalah seminar keempat tentang perberasan yang diselenggarakan AGRINA sejak terbitnya. Tiga sebelumnya adalah tentang “Menyiasati Peningkatan 2 Juta Ton Beras 2007” (22 Mei 2007), lalu “Ketersediaan Pangan & Keterjangkauan Harga (Adjustment Jangka Pendek dan Jangka Panjang terhadap Krisis Pangan, 6 Mei 2008), serta seminar “Swasembada Beras Berkelanjutan” (29 April 2009).
Seperti pada seminar seminar AGRINA sebelumnya dan mungkin juga pada perbincangan tentang perberasan di tempat-tempat lainnya, kita masih berkisar “di situ- situ lagi”. Hal baru yang mencuat belakangan mungkin hanya tentang kekhawatiran akan pasokan beras dari luar yang negeri asalnya sedang dilanda banjir. Kita belum beranjak dari masalah klasik, kronis, dan laten seputar beras: komoditas politik, kontributor utama inflasi, nilai tukar petani, jumlah penduduk Indonesia yang 95 persen pemakan nasi, dan laju pertambahannya yang 1,49 persen per tahun, stabilitas harga, ketersediaan pasokan dalam negeri dan keterjangkauannya bagi kelompok masyarakat bawah, impor demi menyangga cadangan, ketersediaan air dan lahan, gangguan hama dan penyakit, pengaruh pasar dunia, infrastruktur, riset dan pendataan, akses modal, insentif subsidi dan pajak.
Dalam seminar minggu lalu itu tampil Prof. Bungaran Saragih, Prof. Bustanul Arifin, Ir. Winarno Tohir (KTNA), para pejabat dari Ditjen Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian, Kementerian BUMN, Perum Bulog, serta wakil-wakil dari perusahaan benih, pupuk, pestisida serta produsen mesin dan peralatan pertanian. Dan seperti pada seminar seminar AGRINA sebelumnya, keynote speech selalu diberikan oleh Menteri Pertanian. Dalam pidatonya, Mentan Dr. Suswono, menyegarkan ingatan kita tentang target surplus beras 10 juta ton per tahun yang dicanangkan Presiden SBY pada sidang kabinet 22 Februari 2011. Yang semula ditetapkan harus diraih pada 2015, tapi kemudian dipercepat menjadi 2014. Presiden menekankan agar beras selalu tersedia dalam jumlah yang cukup dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat dan dipenuhi dari produksi dalam negeri.
Menindaklanjuti ketetapan presiden tersebut, disusun road map Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) dengan empat strategi pokok: peningkatan produktivitas, perluasan areal dan pengelolaan lahan, penurunan konsumsi beras, penyempurnaan manajemen. Ini didukung oleh teknologi tepat guna, perlindungan tanaman, peningkatan rendemen, pendampingan, pencetakan lahan baru dan optimalisasi lahan yang sudah ada, pengelolaan air, serta mekanisasi. Bersamaan dengan itu dilakukan diversifikasi pangan untuk menurunkan konsumsi beras. Salah satu langkah baru dari penganekaragaman konsumsi ini dengan mengubah program raskin menjadi pangkin (pangan untuk orang miskin). Maksudnya agar daerah-daerah yang punya makan tradisi sagu, ubi, jagung, dan lain-lain bisa dipenuhi pangannya dari sumber pangan lokal, tidak bergantung pada beras. Menteri Pertanian juga mengemukakan tentang perbaikan dan akurasi data. Seperangkat instruksi dan peraturan diterbitkan untuk mengawal P2BN ini.
Prof. Bustanul Arifin menganggap target surplus beras 10 juta ton itu “sebenarnya kecil”, jika pemerintah mampu bekerja keras. Tidak begitu berbeda dengan Mentan, guru besar ilmu ekonomi pertanian itu juga meminta penyempurnaan estimasi/metodologi penghitungan produksi dan ketersediaan pangan, perbaikan manajemen usahatani, peningkatan produktivitas dan inovasi kelembagaan dengan memanfaatkan kearifan lokal, varietas unggul, akurasi penyediaan pupuk dan sarana produksi, pembiayaan pertanian, bimbingan kepada petani. Ia pun merekomendasikan agar anggaran negara dialokasikan untuk meningkatkan kapasitas petani dan SDM pertanian. Ia pun menekankan, “bahkan jika harus, memanfaatkan pinjaman luar negeri untuk perbaikan jaringan irigasi dan drainase serta pencetakan sawah sawah baru di luar Jawa”. Instruksi Presiden SBY wajib dilaksanakan dari pusat sampai daerah, disertai reward and punishment.
Namun Bustanul Arifin wanti-wanti tentang dampak nyata perubahan iklim pada produksi pangan dan kehilangan lahan produktif pertanian pangan di Jawa dan pulau pulau lainnya oleh kenaikan permukaan air laut (mengutip kajian I.Handoko dan tim SEAMEO BIOTROP, 2008). Para peserta seminar ada yang skeptis, ada yang ingin menguji paparan paparan yang disampaikan oleh menteri dan pejabat. Pertanyaan kritis antara lain tentang perluasan lahan. Pencetakan sawah baru tidak mungkin bisa langsung ditanam karena lahannya perlu waktu untuk dimatangkan, sampai 5 tahun. Artinya akan melewati batas waktu 2014.
Hasil seminar nasional AGRINA “Meningkatkan Produksi Padi Nasional: Mencapai Surplus 10 Juta Ton Beras”, baik paparan, pembahasan, dan rekomendasi- rekomendasinya akan disajikan pada edisi berikut.
Daud Sinjal