Dalam waktu 10 tahun, tilapia melesat naik enam tingkat dalam urutan menu makanan ikan orang Amerika. Dari posisi nomor 10 pada 2001 menjadi nomor 4 pada 2011 (menurut National Fisheries Institute) di bawah udang, salmon dan tuna. Di Inggris ia sudah dipilih untuk “fish & chips”, di Jepang sudah dijadikan sashimi atau isi lemper Jepang, shusi. Ikan air tawar asal Afrika itu, yang baru 60 tahun silam dikenalkan ke wilayah Asia Timur dan Asia Tenggara, kini merajai pasar ikan air tawar dunia. Dan hampir 80 persen pasokannya didatangkan dari wilayah China, Taiwan, Indonesia, Thailand, dan Filipina.
Tilapia atau di Indonesia disebut nila berhasil memikat selera masyarakat yang makin gemar makan ikan karena sadar kesehatan. Sayatan daging nila putih-bersih, padat berisi, dan rasanya pun gurih. Dibandingkan ikan ikan budidaya laut dan budidaya perikanan darat lainnya, nila environment friendly. Itu karena pertumbuhannya cepat, kebal penyakit dan tahan perubahan cuaca. Maka ia tak perlu berlama-lama di air dan tidak perlu banyak makan obat. Harganya yang relatif lebih murah dan ketersediaannya yang mudah membuat ikan ini lebih lebar segmen pasarnya. Dari konsumen kelas menengah tapi bisa bergerak ke atas dan ke bawah. Di Amerika atau Eropa, nila tersaji dalam berbagai menu fine dining di restoran-restoran keren. Di Indonesia, nila juga tersedia di restoran dan kafe. Tapi ada juga nila bakar, nila goreng, nila arsik, nila asam manis dan lain-lain untuk konsumen kelas menengah dan ke bawah di warung-warung sederhana.
Yang paling menyenangkan dari nila adalah kemudahan memeliharanya dan kecepatan pertumbuhan dan berkembang biaknya. Banyak pelaku budidaya perikanan darat mengalihkan mainannya dari lele atau gurami ke nila. Nila pun menjadi populer sebagai aquafarm di pekarangan rumah. Pertumbuhan budidaya nila meningkat 24 persen, kata Ketut Sugama, Dirjen Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Peningkatan di sentra-sentra budidaya perikanan darat di seluruh Indonesia itu terjadi karena ada pasarnya dan dukungan program pemerintah.
Namun, kata Hermanto, Head of Freshwater Agriculture PT Suri Tani Pemuka, produksi nila yang naik pesat itu secara cepat pula diserap pasar setempat karena pasarnya tumbuh di sekitar pusat pusat budidaya di daerah itu. Ini diakui oleh Victor Nikijuluw, Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan KKP. Maunya, pengembangan pasar domestik itu diiringi dengan pengembangan pasar global karena pasarnya makin berkembang di Eropa dan Amerika. Produksi untuk konsumsi dalam negeri tetap ditingkatkan, dan seiring dengan itu diolah nila fillet untuk ekspor. Baru ada empat perusahaan yang menggarap pasar ekspor: PT Aquafarm Nusantara (Sumut), PT Dharma Samudera Fishing Industries (Jakarta), PT Kelola Mina Laut dan PT Bumi Agro Bahari Nusantara (keduanya di Jatim). “Peluang peningkatan ekspor sangat besar. Pasalnya, pertumbuhan konsumsi nila di dunia mencapai 30—40 persen per tahun,” ujar Freek Huskens, pimpinan Aquafarm, beberapa waktu lalu kepada AGRINA.
Produksi tilapia dunia diprediksi mencapai 3,7 juta ton tahun kemarin. Penghasil paling besar adalah China dengan 1,2 juta ton. Indonesia, dengan puluhan ribu kilometer aliran sungai, ratusan danau, waduk dan embung, adalah negeri air yang berlimpah untuk budidaya ikan air tawar, khususnya nila yang semakin diminta dunia itu. Dengan perbaikan kualitas benih dan teknologi kita yakin bisa bersaing dengan China, tegas Hermanto. Apalagi kita bisa produksi terus tanpa terhalang musim seperti di China. Mutu air dan lingkungan kita juga lebih baik. China menggunakan obat-obatan yang lebih banyak. Sementara nila Indonesia sudah mendapatkan pengakuan dari WWF memenuhi standar produksi berkelanjutan (achieve the highest standards of sustainable production).
Sejak empat tahun lalu AGRINA sudah menyoroti prospek nila. Dalam edisi 05 April 2007 di bawah judul “Sudah Saatnya Nila Berjaya”, disebutkan bahwa berjayanya nila akan beriringan dengan terangkatnya industri, perdagangan, dan jasa-jasa. Yang bermain di sini antara lain industri pakan, benih dan indukan, jasa pembuatan kolam, jaring apung dan lain-lain yang terkait. Dan harap diketahui, bagian-bagian ikan yang tidak dijadikan fillet, yakni kulit, sisik, dada, kepala tidaklah dibuang karena masih bisa diekspor atau dijual di dalam negeri untuk dijadikan tepung ikan, minyak ikan, gelatin. Kepala ikan nila ramai dipesan oleh restoran atau rumah tangga untuk dijadikan sup. Jadi, pemain-pemain nila berkisar dari pembudidaya perorangan sampai ke perusahaan besar, dari UKM sampai pemilik pabrik yang membangun cold storage. Sudah ada yang franchising pula. Perkembangannya menyebar merata melalui sentra-sentra di pulau pulau Nusantara. Berjayalah nila!
Daud Sinjal