Minggu, 6 Nopember 2011

Kuswanto Sukojo Jangan Merekrut 11 Maradona

Kalau berpikir kecil, kita tidak akan pernah menjadi besar. Namun kalau berpikir besar, kita bisa menjadi besar atau kecil.

Membenahi perusahaan yang tengah terseok citra maupun finansialnya tentu tidak mudah. Apalagi kondisi psikologis para karyawannya yang berjumlah sekitar 350 orang juga tidak kondusif lantaran tidak ada kepastian pada keberlangsungan usaha. Itulah yang dihadapi drh. Kuswanto Sukojo ketika datang ke Vietnam pada 2006.

Menurut Kuswanto, pada 2003 hingga 2005 perunggasan Vietnam dilanda wabah penyakit avian influenza (AI) alias flu burung. Penyakit yang juga menyerang Indonesia ini membuat kondisi perunggasan Vietnam parah hingga banyak perusahaan mengalami kesulitan cash flow­. Hubungan dengan para pemasok (supplier) pun menjadi kurang harmonis.

Karena Tua

Melihat situasi tersebut, Pak Kus, begitu ia biasa disapa, melakukan langkah-langkah ke keluar dan ke dalam. Langkah keluar dilakukan dengan membangun nama (citra) perusahaan yang waktu itu telanjur buruk. “Karena itu saya pikir, saya harus bangun nama dulu. Berusaha milih-milih supplier. Supplier mana yang tidak boleh mundur. Supplier mana yang boleh mundur semampunya duitlah. Supplier (bahan baku) tertentu yang hanya satu-dua di Vietnam jangan diundur, bisa kacau nanti,” ungkap Kuswanto memulai perbincangan dengan AGRINA di kantornya di kawasan Ben Luc, Provinsi Long An, Vietnam (29/9).

Ke dalam alumnus Fakultas Kedoteran UGM 1972 ini mendatangi karyawannya satu per satu. “Saya usahakan (mereka) tidak stres atau tidak bingung, atau tidak ngerti. Saya jelasin satu-satu, akhirnya mereka ngerti semua. Dengan penjelasan tahun per tahun apa yang saya mau lakukan. Itu jelas sekali,” ucapnya dengan nada bersemangat.

Pria yang mengawali karir di Japfa Grup pada 1986 ini lalu menentukan satu fokus pengembangan untuk satu tahun. Misalnya, “Tahun 2006, kita masuk ke broiler, jangan mikir yang lain,” katanya. Begitu pun tahun-tahun berikutnya dengan fokus yang berbeda. Arahan fokus ini ditambah “peta” yang lebih detail dan rambu-rambu peringatan yang jelas atau ia istilahkan, ramalan cuaca.

Setelah itu, Kus berusaha menyatukan visi karyawan, “Jangan tempur di dalam, musuh kita di luar,” tukasnya. Tanpa mengurangi fasilitas dan gaji, ia lalu merombak posisi karyawan sesuai talenta masing-masing. Ia memberi ilustrasi, “Yang suka nangkep bola, saya jadikan kiper. Orang yang suka nendang bola, saya kasih posisi sebagai penyerang. Orang yang kuat-kuat, saya jadikan bek.”

Bapak yang suka bonsai ini berpandangan, pada dasarnya semua orang pintar, hanya saja kadang-kadang tidak ditempatkan sesuai kelebihannya. Karena itu ia berupaya memetakan talenta para karyawan dan menempatkan mereka sesuai kemampuan masing-masing. Meskipun ada saja yang tidak menyukai posisi baru lantaran menganggapnya kurang keren.

Menyusul penempatan baru, suami Kusuma Sari ini membangun team work yang kuat. Di bawah posisinya, ia mempunyai 16 orang kunci (key person). Di bawah 16 orang ini, ada 52 lagi. Selanjutnya, di bawah 52 orang ada 200 orang. Berikutnya di bawah 200 orang terdapat ribuan karyawan yang kini berjumlah 2.700 orang. Para karyawan pun diberikan pelatihan-pelatihan untuk mendukung pekerjaan masing-masing.

Dan yang terpenting dari semuanya, menurut pria kelahiran 7 September 1949 ini adalah brainwashing untuk menyatukan visi. “Jangan merasa kiper itu pemain terbaik, pemain lain tidak penting. Maradona boleh hebat, tapi kalau nggak ada bola gimana? Kalau nggak dikasih bola, gimana, ya nggak bisa nendang. Kalau tim kita punya Maradona tapi nggak ngasih bola ke dia, ya salah juga karena dia yang pinter nendang kok. Jadi kita harus menghargai satu sama lain. Jangan merekrut 11 Maradona, tim kita akan kalah,” lagi-lagi pria berambut perak ini mengambil ilustrasi sepakbola.

Menyatukan pendapat para karyawan untuk menuju satu tujuan tidak mudah lantaran masing-masing membawa pola pikir, kultur, dan kebiasaan yang berbeda. “Kok saya bisa? Nah, menangnya saya karena di sini saya tua,” katanya sambil terbahak.

Ayah dua anak, Merlina dan Ruben ini lantas melakukan pendekatan secara kekeluargaan, mengajari dan mendidik karyawannya dengan tulus. “Saya bilang, kamu semua anak-anak saya, anak laki-laki, anak perempuan. Anak-anak saya harus, nggak boleh nggak, sukses.  Saya sayang mereka,” tuturnya dengan suara tersendat.

Menuju Satu Juta Ton

Hasil semua upaya itu sungguh membanggakan. Tidak hanya bagi dirinya tetapi juga para karyawan. “Dari tahun ke tahun, saya buktikan omongan saya itu pas sekali! Semua yang saya lakukan, saya ngomongin, itu terjadi semua. Sampai detik ini, (perusahaan) break record (memecahkan rekor) terus. Orang mencapai growth 10 persen, 20 persen, kita growth ratusan persen,” cetus Kus.

Kini posisi perusahaan terbalik sama sekali. Dari yang tidak punya nama, kini menyandang nama sangat harum dan amat diperhitungkan pesaing. Padahal para pesaing di Vetnam ini terdiri dari perusahaan-perusahaan multinasional yang terbilang terkuat di negara masing-masing. Perusahaan pun menikmati pertumbuhan penjualan hingga lebih dari empat kali lipat dan bahkan bila dilihat nilainya enam kali lipat.

Kus menyimpulkan suksesnya dalam lima kata: perencanaan yang jelas beserta target-targetnya jangka panjang dan pendek juga “ramalan cuaca”, perbaikan team work, penempatan tepat, pelatihan, dan penyatuan visi. Pada 2015, ia dan jajarannya membidik target penjualan pakan satu juta ton dari yang tahun lalu 385 ribu ton. Lompatan angka yang bukan main-main. Target ini bahkan dipajang di belakang meja resepsionis kantor sehingga semua karyawan termasuk office boy dan kompetitor pun mengetahui target tersebut.

Meski dipertanyakan banyak pihak, tetapi Kus dan timnya yakin akan bisa mencapainya kendati tidak mudah. Tentu saja itu tidak sekadar ambisi tanpa hitungan, tetapi sudah menghitung potensi pasar di Vietnam yang memang besar. “Kalau kita nggak bisa besar, ya salah! Pikiran saya satu, kalau kita berpikir kecil, nggak akan menjadi besar. Kalau kita berpikir besar, (kita) bisa kecil bisa besar. Kalau gagal, kita jadi kecil, tapi ada kemungkinan menjadi besar. Saya berpikir besar. Sampai hari ini dari 2006-2011 kita selalu tiap tahun break record di revenue, performance, profit,” pungkas Kus dengan rona bahagia.

Peni Sari Palupi, Fitri Nursanti

 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain