Selain mengelola aneka tanaman perkebunan dan tanaman kayu, perusahaan ini mengembangkan agroindustri dan usaha lainnya. Total penjualannya Rp934,4 miliar.
Jika hanya mengandalkan bisnis yang ada, yaitu mengelola aneka tanaman perkebunan (karet, kopi arabika, kopi robusta, kakao edel, kakao bulk, dan teh) dan aneka tanaman kayu (sengon, mahoni, jati, gamelina, dan jabon), PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XII mirip petani. “Yang membedakan, terutama skala usaha dan sistem manajemen,” ungkap Nurhidayat, Direktur Utama PTPN XII, saat ditemui di IPB ICC, Bogor, Sabtu (24/9).
Dengan pendekatan agribisnis, menurut alumnus Teknologi Industri Pertanian (TIN) IPB 1984 itu, nilai tambah produk pertanian akan semakin besar jika telah menjalani proses dan transaksi yang semakin mendekati konsumen akhir. Karena itu, menurut pria berusia 50 tahun ini, dengan penguasaan bahan baku yang kuat, perusahaan perkebunan, termasuk PTPN XII, berpotensi dan berpeluang bisnis besar untuk mengembangkan agroindustri.
Karena itu, perusahaan milik negara ini mengembangkan consumer good berbasis kopi, teh, dan ke depan kakao. Misalnya menghasilkan teh seduh Rollas dan kopi Rollas. Bahkan, perusahaan yang berkantor pusat di Surabaya, Jawa Timur, ini membuka gerai Coffee & Tea Rollas. Di kafe ini dipajang kopi arabika, kopi robusta, kopi luwak, kopi lanang (dari kopi berbiji tunggal), teh, cokelat, makadamia, stroberi, dan sebagainya.
Nilai tambah
Selain hilirisasi, untuk meningkatkan nilai tambah, perusahaan hasil merger PTP XXIII, PTP XXVI dan PTP XXIX pada 1996 ini, melakukan inovasi. Kopi berbiji tunggal, yang dikenal dengan kopi lanang, yang diyakini bisa meningkatkan stamina pada pria, dijual secara terpisah dengan kopi reguler. Maklumlah harga kopi lanang ini relatif tinggi.
Produksi kopi luwak yang bernilai sekitar Rp2 juta per kg biji kering didorong dengan menangkarkan luwak (Paradoxurus hermaphroditus). Daun teh dipisah antara kuncup (yang dipasarkan dalam bentuk teh putih), daun kedua (dikemas menjadi teh hijau), dan daun berikutnya (buat pasar reguler).
Selain itu, untuk mendukung ketahanan pangan nasional, perusahaan yang tahun lalu beraset Rp1,2 triliun ini, mengembangkan jagung, kedelai, tebu, dan sapi potong. Hal ini sejalan dengan program Gerakan Peningkatan Produksi Pangan berbasis Korporasi (GP3K). “Semua BUMN (Badan Usaha Milik Negara), termasuk perkebunan, diminta aktif mendukung GP3K,” kata pria kelahiran Lahat, Sumatera Selatan, 28 Februari 1961, ini.
Dengan 34 unit usaha kebun dan lahan 80.928 ha, tidak sulit melakukan diversifikasi usaha. Bermitra dengan 500 kepala keluarga (KK), perusahaan ini menanam jagung hibrida konsumsi 1.000 ha dengan potensi hasil 4.000 ton pipilan kering. Selain itu, jagung hibrida untuk benih di lahan 157,5 ha, dengan potensi hasil 315 ton pipilan kering.
Tambahan lagi, perusahaan yang tahun lalu berlaba bersih Rp101 miliar ini menanam tebu seluas 2.716 ha dengan hasil 260 ribu ton. Bekerjasama dengan PTPN X, PTPN XI, dan PT Rajawali Nusantara Indonesia, PTPN XII ini menghasilkan gula kristal putih 18.321 ton. Saat ini sedang dibangun pabrik gula berkapasitas 1.650 ton gula cetak tebu per tahun
Kelapa yang ditanam secara monokultur dan penaung kakao bisa dimanfaatkan untuk menghasilkan gula kelapa non-sulfit. Dengan melibatkan 1.617 KK perajin gula kelapa, potensi produksinya sekitar 13.275 ton. Harga jual gula kelapa tanpa pengawet, yang biasanya untuk bahan baku kecap, ini relatif tinggi. “Dengan harga jual yang tinggi dari biasanya, bisa menambah kesejahteraan pengrajin gula kelapa,” terang ayah tiga anak yang hobi main tenis ini.
Penggemukan sapi
Menggunakan dana Program Kemitraan berbunga ringan, karyawan dan peternak di sekitar kebun menggemukkan sapi dengan sistem gaduh secara pertanian terpadu. Peternak memperoleh sisa hasil usaha, pupuk organik, dan biogas. Dengan dua unit kandang kolektif dan empat kandang ternak, masing-masing berkapasitas 60 ekor, bisa dipelihara 360 ekor. Dalam rentang waktu sekitar empat bulan, dihasilkan sekitar 169 ton daging.
Perusahaan ini juga menyalurkan dana Program Bina Lingkungan kepada 1.292 KK untuk menggemukkan 1.292 ekor sapi. Tahun ini ditambah 580 ekor sapi untuk 580 KK. “Berbagai program ini dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar kebun,” jelas Nurhidayat pada Simposium Agroindustri bertema Penguatan Agroindustri: Gerakan Memakmurkan Bangsa, yang dilaksanakan Departemen TIN IPB, Bogor, Sabtu (24/9).
Tidak berhenti sampai di situ, perusahaan ini juga merambah bidang hortikultura. Misalnya menanam melon (varietas Golden Apollo, Honey Globe, Sakata, Red Aroma, dan IPB), stroberi, pepaya, cabai, sirsak, dan kentang. Tentu saja hal ini melibatkan masyarakat di sekitar kebun. Dengan berbagai diversifikasi usaha tersebut, perusahaan yang berkaryawan tetap sekitar 5.500 orang ini mampu menciptakan lapangan kerja baru mencapai 40 ribu orang.
Bukan hanya itu saja. Dari lini bisnis baru (new business) itu, tahun lalu perusahaan ini meraup penjualan Rp138,6 miliar atau 15 persen dari total penjualan usaha. Dengan beban pokok penjualan usaha baru ini sekitar Rp80,6 miliar, laba kotor dari lini bisnis baru ini Rp58,1 miliar. Sedangkan hasil penjualan usaha perkebunan (aneka tanaman perkebunan dan tanaman kayu) sekitar Rp795,8 miliar dan laba kotor Rp398,4 miliar. Dengan demikian, total penjualan sekitar Rp934,4 miliar dan mengantongi laba kotor Rp456,5 miliar.
Semangat
Menurut lulusan S-2 Magister Manajemen Agribisnis IPB 1995 ini, perusahaan yang memiliki budaya yang kokoh, yang berbasis nilai-nilai spiritual, dapat melewati turbulensi industri. PTPN XII memiliki tata nilai SPIRIT. Selain menggambarkan semangat, motivasi, dan daya juang, SPIRIT merupakan kumpulan huruf pertama dari nilai-nilai Sinergi, Profesionalitas, Integritas, Responsibilitas, Inovasi, dan Transparansi.
Dalam operasional kerja harian, tata nilai ini diformulasikan dengan motto: “Tumbuh, Lestari, Bermakna”. “Meski belum sempurna dan optimal, tapi upaya memperkokoh budaya perusahaan dengan menginternalisasikan nilai-nilai spiritual, telah menunjukkan hasil positif dalam beberapa tahun terakhir,” tulis penggemar jogging yang memulai karirnya sebagai Asisten Tanaman di Kebun Karet di PTP XXIII, Bengkulu, tahun 1985 ini.
Pengembangan bisnis baru menjadi mulus dengan menyerap tata nilai SPIRIT. “Suasana kerja makin kondusif, kreativitas dan inisiatif terus tumbuh, produktivitas meningkat, dan ditunjukkan dengan kinerja keuangan yang terus membaik,” papar Nurhidayat. Manfaatnya bukan hanya dirasakan karyawan dan perusahaan, melainkan juga masyarakat di sekitar kebun.
Syatrya Utama