Mungkin tak ada yang mencintai sanseiviera seperti dia. Jika yang lain mungkin sekali waktu terserang bosan, cinta Ully tidak pernah padam.
Pasti ada alasan istimewa yang membuat kecintaan Ully Hary Rusady sangat mendalam, bahkan bisa disebut cinta mati, pada sanseiviera, tanaman berjulukan lidah mertua (mother in law’s tongue) atau snake plant itu. Agaknya kita perlu menengok kisah sejati yang pernah dialami pemilik nama lengkap Rulany Indra Gartika Rusady Wirahaditenaya ini.
Suatu hari, sekitar 2006, wanita kelahiran Garut, 4 Januari 1952, ini terserang penyakit stroke. “Saya sama sekali tidak bisa berjalan dan berbicara,” papar anak pasangan RM Yus Rusady Wirahaditenaya dan RA Marry Zumarya ini.
Dia terserang stroke akibat terlalu lelah dengan kegiatan menangani bencana alam bersama tim Emergency Respond Unit (ERU)/Unit Tanggap Darurat (UTD) “Posko Merah Putih”. Mulai dari banjir Jakarta 2002, tsunami Aceh 1984, hingga gempa bumi Bantul 2006. Tim itu berada di bawah naungan Yayasan Garuda Nusantara, wadah kreativitas remaja dengan pengabdian pada alam yang didirikan Ully pada 14 Februari 1985.
Saat menjalani pengobatan, peraih Kalpataru 2001 ini sengaja tinggal di kawasan Gunung Pancar, Sentul, Bogor, agar bisa merendam kakinya dalam air panas alami. Di sana memang terdapat semacam basecamp dari program penghijauan kawasan seluas 30 hektar di Gunung Pancar yang termasuk lahan kritis.
Tidak hanya tanaman keras yang ditanami di sana, tapi ada juga mahkota dewa dan sansevieria. “Mahkota dewa sedang tren, sedangkan sansevieria karena kami baru tahu khasiatnya sebagai tanaman obat,” ujar anggota Dewan Penghargaan Kehati Award ini.
Banyak Khasiatnya
Salah satu temuan Ully, sansevieria bukan hanya obat luar, tapi dapat diminum sebagai obat. Selama ini, dia dan para pencinta alam hanya mengenal sansevieria sebagai obat luka dan penawar racun binatang berbisa. Namun, ternyata jika diminum sansevieria mempunyai banyak khasiat, baik daun, buah dan akarnya.
Daunnya bisa mengobati wasir, bengkak, sakit kulit, sakit gigi, dan mencegah flu. Buahnya mampu mengobati peradangan, sakit tenggorokan, menghancurkan batu ginjal, dan peluruh urine. Sedangkan akarnya bisa mengobati diare, sifilis, dan TBC
Ketika sakit stroke tadi, dia hanya berbaring di kamar. Tapi, untuk mengisi waktu, dia melakukan pembibitan sansevieria. Caranya dengan mematah-matahkan batang sanseivieria jenis patula lalu ditanamnya kembali ke dalam pot baru. Sehingga, di kamarnya itu banyak sekali tanaman patula.
Yang terjadi kemudian peristiwa luar biasa. Ketika dia kemudian memeriksakan diri ke dokter, sang dokter heran melihat perkembangan Ully. Saat itu Ully memang sudah bisa berjalan meski harus merayap-rayap dan mulai mampu berbicara kendati masih terpatah-patah. “Dokter bertanya, apa saya menggunakan terapi oksigen, saya jawab tidak,” ujar Ully.
Tentu dokternya kaget karena pada saat yang sama ada pasien yang juga mengalami hal serupa dengan Ully tapi masih berbaring tidak berdaya. Ully sendiri mulai bertanya-tanya penyebab kondisinya cepat pulih. “Naluri saya mengatakan, ini karena banyaknya sansevieria di kamar saya,” katanya.
Naluri Ully benar. Kebenaran ini didapatnya dari sejumlah literatur asing yang dibacanya bahwa sansevieria mengeluarkan oksigen selama 24 jam terus-menerus. “Pantas dokter menduga saya menjalani terapi oksigen,” ucap pendiri Asosiasi Fotografi Alam Bebas Indonesia ini.
Rupanya, di dalam tiap helai daun sansevieria terdapat senyawa aktif pregnane glycoside, yaitu zat yang mampu menguraikan zat beracun menjadi senyawa asam organik, gula, dan beberapa senyawa asam amino. Beberapa senyawa beracun yang bisa diuraikan oleh sansevieria di antaranya kloroform, benzen, xilen, formaldehid dan trikolorotilen. Koroform, misalnya, adalah senyawa beracun yang bisa menyerang sistem saraf, jantung, hati, paru-paru, dan ginjal manusia.
Memimpin Kompensasi
Kemampuan sansevieria menyerap racun membuatnya menjadi primadona penyelamatan lingkungan hidup. Ditanam di jalur hijau, dia menyerap racun asap buangan kendaraan. Sebagai tanaman hias indoor, dia meredam sick building syndrome, yaitu keadaan ruangan yang tidak sehat akibat konsentrasi gas karbondioksida, asap rokok, dan efek AC dalam ruangan. Diletakkan di dapur, dia mampu menyerap gas sisa pembakaran dari kompor.
Sejak itulah kecintaan Ully pada sansevieria tidak terbendung. Dia pun mulai bergaul lebih banyak dengan kalangan pencinta tanaman. Sampai suatu hari Hj. Lien Shultan Said memintanya mengetuai Kompensasi, yang dulunya bernama KPSI. Pencipta puluhan lagu bertemakan alam ini pun bersedia menjadi ketua asalkan dia bisa mengaitkan sansevieria dengan lingkungan hidup. Rekan-rekannya setuju. Jadilah, sejak 16 April 2009, Ully memimpin Kompensasi sampai sekarang.
Mulai dari sini, berbagai kegiatan Kompensasi pun mulai menyeruak di tengah masyarakat dalam upaya menyosialisasikan manfaat sansevieria sebagai tanaman antipolutan, obat herbal tradisional, dan bahan baku tekstil. Salah satunya melalui “Gebyar Sanseiviera” yang selalu digelar saat berlangsungnya Pameran Flora dan Fauna di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat.
Pembibitan
Sekarang, anggota Dewan Pertimbangan Penghargaan Kapataru dan Satyanugraha ini pun telah mengadakan pembibitan sansevieria di kebunnya di Jombang, Bintaro, Tangerang Selatan. “Tidak lagi harus mendatangkan dari luar kalau kita yang membudidayakannya sendiri,” kata Ully yang kini tengah menyusun buku tentang sansevieria.
Dia juga ingin menanamkan pemikiran kepada para remaja dan pencinta alam agar bangga menjadi petani yang bisa membudidayakan tanaman sendiri. Lantas, apa yang membuat Ully selalu memperjuangkan kelestarian lingkungan hidup? “Berikanlah kehidupan kepada alam seperti alam memberikan kehidupan kepada kita,” tandas Ketua Bidang Lingkungan Hidup HKTI versi Oesman Sapta Odang ini.
Syaiful Hakim