Senin, 15 Agustus 2011

Tidak Hanya Bercocok-tanam di Lahan Subur

Minahasa adalah wilayah yang diberkati dengan tanah vulkanik yang amat subur. Karenanya kehidupan masyarakat setempat mengandalkan pertanian. Tanah dan pertanian menjadi identik dengan kegiatan ekonomi, maupun ritual adat, seni budaya dan keagamaan.

Wilayah ini dimekarkan menjadi empat: Kabupaten Minahasa (induk), Kabupaten Minahasa Utara, Kabupaten Minahasa Selatan, dan Kabupaten Minahasa Tenggara. Kekuatan masyarakat di empat kabupaten tersebut adalah mayoritas warganya pemilik lahan. Biarpun sebagian mereka ada yang menjadi pegawai di pemerintahan atau berkarir di tempat lain, toh tetap bisa mengandalkan hasil dari kintal mereka di kampung yang bisa ditanami tanaman pangan, rica, rempah rempah, sayuran dan buah-buahan. Rakyat Minahasa pun sangat mandiri, menjadi tuan atas diri mereka sendiri. Kekuatan ini masih ditambah pula dengan tradisi “mapalus”, yakni bergotong-royong dalam berbagai kegiatan atau upacara besar seperti penyiapan lahan atau memanen hasil pertanian. Gambaran kehidupan Minahasa yang cukup menyenangkan seperti ini tidak berubah selama ratusan tahun.

Yang menjadi fokus tulisan AGRINA edisi ini adalah Kabupaten Minahasa induk. Yang bupati dan partai politiknya yang berkuasa tidak mau menerima rakyatnya puas sekadar terpenuhinya kebutuhan hidup sehari hari.  “Daerah ini masih sangat jauh dari industri,” kata Bupati Minahasa Stefanus Vreeke Runtu. “Kultur dan masyarakat Minahasa yang 68 persen petani ini harus didorong untuk tidak hanya bertani karena lahan subur atau mencangkul secara tradisonal”. Ia mengukur konsep kesejahteraan rakyat adalah dari kemajuan ekonomi yang berkelanjutan oleh pengolahan pertanian yang lebih modern, profesional dan industri yang berbasis pertanian. Yang menghasilkan produk yang memberi nilai tambah dan punya daya-saing di pasar yang lebih luas.

Ketua DPD Partai Golkar Minahasa, Careig Naichel Runtu, juga mengingatkan bahwa  membangun  pertanian tidak hanya bercocok tanam dan menjual langsung hasilnya ke pedagang, melainkan mengelolanya dengan teknologi budidaya dan mengolahnya secara  industri. Ia mengkhawatirkan pembangunan pertanian di daerahnya akan terhambat karena semakin menurunnya minat anak-anak muda terjun ke pertanian. Angkatan petani yang ada sekarang ini sudah berumur lanjut, yang adalah petani tradisional yang belum mengenal teknologi maju yang lebih tepat guna.  “Jangan heran bila nanti beberapa produk pertanian yang berupa bahan makanan harus didatangkan dari daerah lain bahkan harus diimpor. Padahal masih banyak lahan yang bisa digarap dan dimanfaatkan untuk lahan pertanian, bahkan lahan itu berada di samping rumah. Teknologinya tersedia.

Careig Naichel Runtu adalah sarjana sospol, tapi sejak masa kanak-kanak lekat dengan kehidupan pertanian karena kegiatan bertani di tanah keluarga yang dirintis oleh kakeknya dan orang tua kakeknya secara turun temurun.  Ia membangun  Rumah Petani untuk memberikan percontohan kepada petani, pelajar dan mahasiswa, serta kelompok tentang pembangunan pertanian secara modern dan berkelanjutan dengan memanfaatkan lahan yang tersedia dan teknologi daur ulang dari sumber daya alam setempat, yang sekaligus memulihkan kerusakan lingkungan. Rumah Petani adalah sarana belajar tidak hanya secara teori tapi langsung pada praktik cara menanam, merawat, memupuk dan sebagainya. Mereka yang sudah menempuh pelatihan di sini bisa menjadi instruktur di daerahnya masing-masing. Membangkitkan kesadaran masyarakat tentang pencapaian kesejahteraan ekonomi melalui pertanian.

David Andi Permana, konsultan dan motivator yang berhasil di Jember, Merauke, Gorontalo, Karawang, dan Medan dilibatkan di Rumah Petani Minahasa. Masyarakat sudah menyaksikan hasil kerjanya pada panen perdana jagung manis pada 26 Juli lalu. Careig Naichel Runtu dan David Andi dan Rumah Petani akan memecahkan rekor MURI untuk menghasilkan jagung manis 30 ton per hektar, untuk melampaui rekor sebelumnya, 26,5 ton yang dicapai melalui teknologi terapan David Andi di Karawang, 21 Februari 2010. Beraneka tanaman pangan dan hortikultura dibudidayakan dengan teknologi tepat guna di Rumah Petani Minahasa. Pemupukannya memanfaatkan eceng gondok yang selama ini mengganggu lingkungan Danau Tondano. Keberhasilan pupuk kompos dari eceng gondok untuk jagung manis dan padi bisa disaksikan langsung di lahan seluas dua hektar di tepi jalan raya Tondano.

Manakala budidaya, teknologi dan industri pertanian berhasil melipatgandakan pendapatan karena produk-produknya menembus pasar yang lebih luas, pastilah menarik anak muda menjadi petani atau bagian dari pertanian.  Minahasa terlalu subur  untuk hanya dimanfaatkan bagi pertanian/perkebunan monokultur. Minahasa pernah menjulang oleh cengkeh (dan sebelumnya kopra), yang sangat rentan terhadap fluktuasi harga di pasar. Minahasa yang subur bisa membawa kemakmuran rakyatnya melalui aneka tanaman komoditas untuk pasar dan rumah tangga.

Daud Sinjal

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain