Senin, 18 Juli 2011

Dr. Ir. Endhay Kusnendar, MS “Saya Terima Tantangan Itu”

Iptekmas dinanti masyarakat. Butuh perubahan pola pikir (mindset) peneliti untuk mengedepankan penelitian terapan.

Sudah menjadi rahasia umum Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) menargetkan Indonesia sebagai produsen perikanan terbesar di dunia pada 2015 dengan  peningkatan produksi sebesar 353 persen. Target ini bukan mudah diraih tetapi juga tidak sulit dicapai asalkan semua pihak bekerja keras mewujudkannya.

”Saya akan terima tantangan itu (target 353). Harus optimis walaupun tantangannya berat.  Insya Allah bisa,” tegas pemilik nama lengkap Endhay Kusnendar Mulyana Kontara ini. Bagi Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan (Balitbang) tersebut, tugas berat ini dirasakan sebagai tantangan yang memotivasinya untuk mewujudkan cita-cita menjadi produsen perikanan terbesar di dunia. ”Saya ingin mengamalkan ilmu yang saya dapat semata-mata untuk membangun (Indonesia), khususnya di bidang perikanan dan kelautan karena itu bidang saya,” komentarnya saat ditemui AGRINA di kantornya dekat kawasan Ancol, Jakarta (7/7).

Iptekmas

Sebagai nahkoda di Balitbang, usaha untuk mewujudkan visi 353 digarap dengan matang. ”Sejak awal saya di litbang ’kan di budidaya, saya sudah melihat bagaimana rencana ke depan untuk mewujudkan visi itu. Kalau di litbang melakukan penelitian dan pengembangan iptek (ilmu pengetahuan & teknologi),” kata Endhay, sapaan akrabnya.

Melalui teknologi, doktor lulusan Universiteit Gent, Gent, Belgia, menggerakkan seluruh armada guna membuat suatu terobosan dan teknologi tepat guna. Peraih Masyarakat Akuakultur Indonesia 2008 ini berpendapat, peningkatan produksi akan tercapai bila diiringi penerapan iptek kepada masyarakat. Tanpa penerapan iptek, peningkatan produksi tidak akan tercapai karena peluang kegagalannya lebih banyak.

Seiring dengan itu, ia pun membuat berbagai program andalan dalam bentuk ilmu pengetahuan & teknologi untuk masyarakat (iptekmas). ”Iptek untuk masyarakat adalah teknologi terapan yang telah teruji secara lokal spesifik dan pengembangannya pada kawasan ekonomi. (Untuk) membangun kawasan ekonomi berbasis perikanan dan kelautan,” terangnya.

Pria kelahiran Indramayu, 4 Februari 1956 ini memaparkan, program iptekmas yang berjalan tahun ini di antaranya, polikultur udang vanname dan nila di tambak; polikultur udang windu, nila air payau, bandeng, dan rumput laut; budidaya nila best sistem akuaponik; budidaya udang galah dan padi; minapadi; model pengembangan energi baru terbarukan bagi nelayan dan pembudidaya; model pengembangan industri garam rakyat; dan pengembangan unit pengolahan bandeng dan patin.

Iptekmas dilaksanakan di berbagai daerah, meliputi Pidie (NAD), Pangkep (Sulsel), Parigi Moutong (Sulteng), Serang (Banten), Brebes (Jateng), Bantul (DIY), Gresik (Jatim), dan Kupang Barat (NTT). Selain menggandeng kelompok pembudidaya dan nelayan, kata Endhay, dalam pelaksanaannya iptekmas juga melibatkan peran dinas kelautan-perikanan daerah, koperasi, pondok pesantren, dan perguruan tinggi. 

Endhay mengakui, memandirikan masyarakat memang, sulit terutama bagi yang sudah terbiasa menerima bantuan. Tetapi, ia berkeyakinan jika usaha yang dikembangkan merupakan sarana menggantungkan hidup, masyarakat pasti akan berusaha untuk berhasil. ”Kita bantu masyarakat untuk berhasil, itulah iptekmas. kita aplikasi teknologi dan kita dampingi,” ujar penggemar ilmu sosial ini.

Mengubah Pola Pikir

Aplikasi iptek untuk masyarakat membutuhkan peneliti yang cakap dalam arti hasi karyanya bersifat terapan. Kecenderungan yang terjadi, banyak penelitian dasar dikembangkan tanpa pemikiran penerapannya untuk masyarakat. ”Sebagai pelaku penghasil teknologi, kita harus mengubah mindset (pola pikir) seorang peneliti dari seorang workaholic (pecandu kerja) di bidang penelitian dasar menjadi seorang yang siap tampil di lapangan dengan membawa teknologinya,” Endhay mengkritisi.  

Setelah menjabat kepala balitbang, ia menyadari betul hal ini. ”Ternyata porsi dasarnya harus dikurangi. Maka saya membagi, boleh penelitian dasar 30% saja. 70% yang sifatnya terapan untuk pengembangan dan aplikasi ke masyarakat,” ungkap suami Dr. Ir. Iin Siti Djunaidah, M. Sc.

Ia mengingatkan, ”Kalau niat mengamalkan ilmu, sudah terapkan aja untuk masyarakat tanpa memperebutkan HAKI (Hak Akan Kekayaan Intelektual).” Pasalnya, dalam pandangan Endhay, ilmuwan harus mengamalkan ilmunya dengan atau tanpa jabatan yang disandang. ”Falsafah saya ’kan berilmu amaliyah, beramal ilmiah. Punya ilmu harus diamalkan tapi mengamalkan sesuatu harus ada ilmunya,” tutur ayah dua anak ini.

Mengarahkan peneliti dengan berbagai karakter dan mengubah perilakunya yang tidak mudah ini menuntut dorongan motivasi, teladan, dan kebijakan dari pimpinan. Kebijakan iptekmas salah satunya untuk mengubah perilaku peneliti agar siap tampil di tengah masyarakat membawa teknologi.

Manajemen Tukang Sate

Keterbukaan dalam berbagi ilmu termasuk kepada anak buah dilakukan agar pasukannya ini menjadi pintar. ”Saya bangga dengan anak buah yang lebih pintar. Tentunya yang santun dengan kepintarannya. Itu prinsip saya dalam memimpin,” aku Dosen Luar Biasa di Sekolah Tinggi Perikanan, Jakarta ini.

Perangkat kerja yang pintar memudahkan beroperasinya kebijakan yang dibuat. ”Coba kalau semua kayak manajemen tukang sate. Dari motong, nusuk, membakar, dan menjual sendirian, waduh habis dong,” selorohnya sambil tertawa.

Kembali lagi, keteladanan, motivasi, dan kesempatan kepada bawahan dibutuhkan untuk mengembangkan ilmu yang mereka miliki. Endhay mengatakan ”Semua harus diasah. Jangan sampai jadi pimpinan, semuanya pimpinan aja. Anak buah mau kapan bagiannya.”

Seperti falsafah dari Ki Hajar Dewantoro, tokoh Pendidikan Nasional, ”ing ngarso sung tulodho ing madyo mangun karso, tut wuri handayani”. Prinsip ini begitu mengakar dalam jiwa Endhay karena keaktifannya dalam organisasi pramuka semasa sekolah hingga menjadi Pimpinan dan Pengurus Satuan Karya Pramuka (Pinsaka) tingkat Kwartir Nasional. ”Di depan itu kita harus berikan contoh, di tengah kita harus bisa membangun semangat. Kalau di belakang kita harus mampu mendorong kemauan, keinginan pasukan kita ’kan. Demikian baiknya,” tutup Endhay siang hari itu.

Windi Listianingsih

 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain