Dia optimistik
Balithi tidak hanya akan kuat di krisan, kini juga bakal menjadi pemain utama
anggrek, gladiol, dan anyelir.
Tanaman hias, secara
garis besar, terbagi dua. Pertama, tanaman hias untuk memenuhi selera pencintanya,
seperti anthurium. “Kalau hobi, nafsunya sudah tersentuh, mau berapapun,
ratusan juta (rupiah), diambil,” kata Muchdar Soedarjo, Kepala Balai Penelitian
Tanaman Hias (Balithi), Kementan, di Pacet, Cianjur, Jabar, Kamis (17/3). Itu
sebabnya, banyak orang-orang yang “menggoreng” harga tanaman hias kategori ini
agar nilainya meroket.
Pertama, bila kita
belum berpengalaman berbisnis tanaman hias kategori ini, bisa-bisa menjadi bulan-bulanan
pemain yang lihai. Karena ada orang-orang tertentu yang menggerakkan harganya
sehingga bisa melambung. Tapi jika para pemain itu tidak lagi menggorengnya, harga
bakal ambruk.
Kedua, tanaman hias sebagai bagian dari agribisnis, seperti krisan, gladiol, mawar, anyelir, dan anggrek. Biasanya, menurut bapak kelahiran Probolinggo, Jatim, itu, harga tanaman hias kategori ini jarang melonjak-lonjak. “Harganya nggak pernah melejit, tapi tetap dapat marjin,” kata alumni Universitas Wisnuwardhana, Malang, Jatim, itu. Misalnya anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis), harganya berkisar Rp75.000-an per tanaman.
Peluang Bisnis
Balithi mempunyai amanah (tugas pokok dan fungsi/tupoksi) menghasilkan teknologi yang berhubungan dengan tanaman hias, terutama tanaman hias sebagai bagian dari agribisnis. Pengembangan teknologi ini meliputi varietas, budidaya, ataupun pengendalian hama dan penyakit. Dalam menghasilkan tanaman hias unggul, Balithi melakukan penyilangan biasa atau melalui hibridisasi. “Hasil silangnya bisa hibrida,” katanya kepada AGRINA.
Tentu, tanaman hias yang dihasilkan harus unggul secara komersial dan berdaya saing tinggi. “Research not only for research. Research for development. Produk yang kami hasilkan haruslah bernilai komersial dan berdaya saing,” lanjut pria keturunan Madura itu.
Balai ini sangat berhasil dalam mengembangkan pelbagai varietas tanaman krisan (Chrysanthemum sp) yang sudah dilepas. Misalnya varietas Sakuntala, Puspita Nusantara, Mustika Kaniya, Cut Nyak Dien, dan Swarna Kencana. “Sudah banyak varietas kami diadopsi dan ditanam petani,” klaim alumnus State University of Hawaii, Hawaii, AS, tersebut.
Kelebihan krisan keluaran Balithi, antara lain, dari penampakan, dan relatif lebih toleran terhadap hama dan penyakit utama, yaitu penyakit karat. “Varietas Balithi relatif tahan. Buktinya, waktu gelar teknologi, semua varietas Balithi sehat,” ucap ahli biologi molekuler itu. Sedangkan varietas introduksi dari luar negeri, serangan karatnya tinggi dan mutu bunganya kurang baik. Jika serangan karatnya tinggi, harga jualnya relatif rendah.
Sekadar berhitung, jika kita sudah memiliki saluran pasar yang jelas, dan krisan yang dihasilkan cukup baik, maka hasilnya lumayan menjanjikan. Untuk lahan seluas 250 m2, keuntungan yang diperoleh dari krisan (panen setiap tiga bulan) setara dengan menanam padi satu hektar per musim tanam. “Untuk tanaman hias, market-nya harus sudah jelas,” papar Muchdar.
Dianggap Musuh
Meski varietas krisannya relatif baik, toh masih banyak yang menilai tanaman hias rakitan Balithi ini kalah dari produk introduksi dari luar negeri. “Ini masalah perdagangan. Oleh pihak tertentu, Balithi dianggap sebagai musuh. Apalagi, Pak Dirjen (Hortikultura) sudah menyatakan untuk mengurangi impor, kalau Balithi sudah punya. Perdagangan itu saling membunuh karakter,” belanya.
Krisan introduksi Balithi banyak yang sudah ditanam petani penangkar dan petani komersial di Jawa Barat (Cianjur), Jawa Tengah (Bandungan, Wonosobo, dan Magelang), Yogyakarta, Jawa Timur (Malang dan Pasuruan), serta Bali. “Daerah-daerah lain ingin mengembangkan, tapi SDM untuk mengembangkan itu belum terlatih. Butuh pengetahuan dan keterampilan yang cukup. Pemerintah yang membuat mereka supaya bisa,” kata master mikrobiologi tanah dari State University of Hawaii, itu.
“Sampai sekarang, kekuatan Balithi pada krisan,” tandas doktor biologi molekuler itu. Tapi ke depan, Balithi juga akan menjadi pemain utama di pasar anggrek, gladiol, dan anyelir (Dianthus caryophyllus). “Pasar anyelir bagus, tapi petani belum banyak menguasai budidayanya. Padahal, teknologinya sederhana,” ujar Muchdar yang pernah meneliti dan mengisolasi antosianin pada umbi ungu di Jepang.
Menurut Muchdar, PT Alam Indah Bunga Nusantara (AIBN) di Kota Bunga kawasan Cipanas, Jabar, sudah memesan anyelir Balithi. Tapi perusahaan ini baru mencoba dulu. “Teknologinya sederhana. Anyelir ini belum dikembangkan petani kita,” tuturnya.
Merilis Anggrek
Petani penangkar dan petani komersial memang sudah merasakan manfaat krisan. Dan, tahun ini, rencananya Balithi merilis berbagai varietas anggrek. “Targetnya tahun ini minimal 15 varietas anggrek. Kami antusias membuat anggrek kita jadi tuan rumah di negeri sendiri. Selama ini, anggrek yang beredar di pasaran kebanyakan dari Thailand,” ungkapnya.
Sebenarnya, Muchdar tidak berlatar belakang bidang tanaman hias. Tahun 1990-an, bioteknologi sedang ramai dibicarakan dan merupakan bidang baru yang dianggap bisa meningkatkan produksi dan kualitas pertanian. Karena itulah, lelaki ini memilih mendalami bioteknologi. “Negara kita ‘kan pertanian,” katanya dengan bangga.
Penelitian doktornya tentang gen pada Rhizobium (bakteri pada bintil akar) yang berperan mendegradasi minosin, toksin pada lamtoro (Leucaena leucocephala). Meski ia mengerti transgenik, dalam menghasilkan tanaman hias unggul, Balithi tidak menerapkan teknologi ini tetapi lebih memilih penyilangan. “Tupoksi kami tidak di transgenik. Penelitian tentang transgenik ada di Biogen,” tuturnya.
Muchdar berharap hasil-hasil penelitian Balithi lebih dikenal masyarakat. Sebagai tempat pamer, ia ingin menjadikan kawasan Balithi sebagai tempat agrowisata, sehingga lebih dikenal masyarakat. Wisatawan, baik domestik maupun asing, bisa berkunjung ke kawasan ini. “Para wisatawan kami minta melihat ke sini. Krisan di mana, anggrek di mana,” katanya. Kelak, diharapkan, masyarakat lebih banyak mengenal produk-produk unggulan Balithi.
Syatrya Utama dan Abdul Hamid
Biodata
Nama : Muchdar Soedarjo
Lahir : Probolinggo, Jatim, 1 April 1962
Pendidikan : S-1, Universitas Wisnuwardhana, Malang
S-2, State University of Hawaii, Hawaii, AS
S-3, State University of Hawaii, Hawaii, AS