Kata bekerjasama mungkin sudah tidak asing lagi didengar oleh telinga kita, namun apakah kita sudah dapat menjalankan kata tersebut. Sebab hanya dengan bekerjasamalah kita dapat mewujudkan segalanya.
Prabowo Respatiyo Caturroso menjelaskan, saat ini rakyat kita pandai dalam bekerja secara bersama-sama, namun tidak pandai dalam bekerjasama. Karena hanya dengan bekerjasamalah dunia peternakan dapat berkembang secara maksimal. Namun, untuk melakukan bekerjasama tidaklah gampang, mengapa? Karena di dalam bekerjasama haruslah mau menerima kritikan atau saran dari rekannya dan jangan saling menuduh antara satu dengan yang lainnya. “Sebab bisa saja yang disalahkan itu ternyata lebih benar daripada yang menyalahkan,” ucapnya kepada AGRINA di kantornya.
Karena itu langkah awalnya sebagai Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan yang baru, Prabowo akan membenahi struktur dan sistem yang selama ini dinilai salah dalam pengerjaannya. Sengaja ayah tiga anak ini lebih memilih langkah tersebut lantaran dia yakin akan mempermudah pelaksanaan program kerjanya.
Mantan Inspektur IV, Inspektorat Jendral Kementan ini juga menilai adanya budaya korupsi karena terdapat sistem yang salah dalam pengerjaannya. Agar struktur dan sistem yang salah tidak lagi terulang, ia akan mengumpulkan semua rekan kerjanya, “Duduk bersama serta saling intropeksi diri, bahkan jangan pernah tersinggung jika dikritik, tidak peduli atasan atau bukan. Hal itu adalah langkah sebagai membenahi struktur dan sistem,” ungkapnya.
Tiga Masalah di Peternakan
Prabowo pun sempat menyatakan keprihatinannya saat ini perunggasan Indonesia belum bisa menembus pasar internasional secara maksimal. Padahal dunia perunggasan sudah dapat dikatakan mandiri. Gagalnya perunggasan masuk ke pasar international tak lepas dari isu unggas asal Indonesia masih belum terbebas dari penyakit, padahal itu tidak benar. “Saya sedih sekali setiap ada pertemuan international mengenai peternakan, mengapa pelaku di peternakan tidak pernah muncul. (Ini) Karena kita lemah diplomasinya, kemudian lemah negosiasinya, dan yang terakhir lemah pada market intellegence,” kata pria yang gemar membuat syair.
Namun, lanjut bapak asal Yogyakarta ini, kondisi di dunia perunggasan berbeda dengan kondisi obat hewan. Prabowo merasa turut bangga kepada pelaku obat hewan asal Indonesia sudah mampu menembus pasar internasional secara maksimal, dan hal tersebut patut dicontoh. Bahkan bila perlu, komunitas obat hewan turut membantu komunitas perunggasan agar dapat menembus pasar ekspor dengan cara meyakinkan kepada publik bahwa unggas asal Indonesia bebas penyakit.
“Makanya saya akan membuat mereka kompak. Bahkan saya senang belakangan ini melihat orang-orang PDHI (Persatuan Dokter Hewan Indonesia) dengan orang peternakan sudah mulai berangkul-rangkulan, dan itu yang memang saya kehendaki,” sambungnya.
Kejar Swasembada Daging 2014
Di sisi ruminansia, Prabowo juga meyakini Indonesia mampu berswasembada daging sapi pada 2014 jika memang mau berusaha dan bekerja sama. Ia mengakui memang banyak kendala untuk mewujudkannya tapi bukan berarti tidak ada penyelesaiannya.
Pegawai Negeri Sipil yang memulai karirnya sejak 1983 ini mengungkapkan, masalah utama dalam swasembada daging adalah keakuratan data jumlah ternak versi pemerintah yang tidak sama dengan data asosiasi-asoasi peternakan. Kemudian, semakin berkurangnya jumlah sapi betina produktif, bahkan dalam keadaan bunting, akibat pemotongan yang menurut data terakhir sekitar 200 ribu ekor per tahun.
Untuk menjawab semua permasalahan tersebut, Prabowo sudah mempunyai beberapa langkah-langkah. Pertama, untuk mengetahui berapa sesungguhnya jumlah ternak, ia akan mengumpulkan petani ternak, pengusaha, asosiasi-asosiasi, hingga LSM. Dengan duduk bersamalah dapat diketahui berapa ketersediaan jumlah ternak yang ada saat ini, dan hal tersebut lagi-lagi akan terwujud dengan kerjasama. Kedua, untuk mengurangi pemotongan sapi betina produktif dan pemerintah melalui Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan sudah menganggarkan sejumlah dana untuk membeli sapi-sapi produktif. Meski sudah dibeli, perawatan sapi-sapi tersebut diserahkan kepada peternak. Tentu saja mereka mendapatkan kompensasi biaya perawatan.
Kemudian, setelah dibeli, sapi-sapi tersebut diberi tanda pada bagian telinga (ear tag). Tujuannya agar dapat diketahui bahwa sapi itu sapi produktif milik pemerintah. Sehingga jika kedapatan sapi bertanda tersebut dipotong, Dinas Peternakan daerah harus bertanggung jawab.
Jika sapi yang sudah diberi tanda tersebut tidak lagi produktif, barulah dapat dipotong. Konfirmasi status sapi ini diberikan oleh Dinas Peternakan setempat yang akan membuat laporan tertulis dan menyerahkannya ke pusat. “Tujuannya agar diketahui berapa jumlah sapi betina yang ada setiap tahun. Dengan begitu kita bisa menuju Swasembada Daging karena segala sesuatunya bisa dilakukan jika niat,” Prabowo menutup perbincangannya.
Yuwono Ibnu Nugroho
Nama : Drh. Prabowo Respatiyo Caturroso, MM
Tempat / Tanggal lahir : Yogyakarta, 4 Febuari 1954
Agama : Islam
Pendidikan : SD Muhammadiyah Yogyakarta
SMP Muhammadiyah Yogyakarta
SMAN III Yogyakarta
Fakultas Kedokteran Hewan UGM Yogyakarta
S2 STIE IPWIJA, Jakarta
S3 De La Salle University, Manila, Filipina