Dengan kembalinya peraturan dari zone base menjadi country base, maka setiap daging sapi dan sapi bakalan yang masuk dapat diproteksi lebih baik guna menghindari penyakit mulut dan kuku (PMK).
Ketua Umum Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) Teguh Boediyana menilai dikabulkannya permohonan dari kalangan asosiasi peternak oleh Mahkamah Konstitusi (MK) adalah keputusan yang benar. Alasannya, dalam Undang-undang No.18/2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, Pasal 59 ayat 2 terdapat frasa, “Unit usaha produk hewan pada suatu negara atau zona,”. Frasa ini berpotensi merugikan kalangan peternakan dalam negeri. Kata zona inilah yang dihilangkan sesuai permohonan penggugat dari kalangan peternak.
Zone Base Sangat Berbahaya
Keputusan MK yang dirilis pada Jumat, 29 Agustus 2010 tersebut cukup melegakan bagi para asosiasi peternakan sebagai pihak penggugat. Pasalnya, dengan menghilangkan kata zona atau daerah dapat meminimalkan datangnya impor daging atau sapi bakalan yang berpenyakit. Praktis, ini dapat mengantisipasi agar tidak ada lagi impor daging atau sapi bakalan dari negara yang masih berstatus tidak bebas PMK.
Mengilas-balik permasalahan, menurut Teguh, jika impor produk hewan segar bisa berasal dari negara menggunakan sistem zona, itu merupakan hal yang tidak hati-hati atau berbahaya. Pasal “zona” tersebut muncul karena dulu sewaktu Anton Apriyantono menjadi Menteri Pertanian ingin memasukkan daging asal Argentina, kemudian juga dari Brasil. “Padahal negara tersebut statusnya masih belum terbebas dari PMK,” jelasnya.
Memang, ada negara yang sudah mempunyai zona bebas penyakit seperti India, tapi seberapa besar hal itu akan menjamin? Selain dapat memperlebar jalur impor daging, zone base juga bertentangan dengan komitmen pemerintah yang ingin mencapai Swasembada Daging pada 2014. Sebab saat ini negara sudah membatasi impor daging asal Amerika, Kanada, Australia, dan Selandia Baru.
Teguh menambahkan, untuk bisa mencapai swasembada daging, maka 90% kebutuhan daging harus bisa dipenuhi dari lokal. “Kita juga tidak mengerti bagaimana pemerintah bersikukuh (menetapkan sistem zona). Seharusnya pemerintah melakukan proteksi. Oleh karena itu kalangan peternak lebih menginginkan country base tidak lain untuk melakukan maximum security,” ungkap Teguh.
Merugikan Kita?
Respon berbeda diungkap Menteri Pertanian sekarang, H. Suswono. Menurutnya, keputusan MK itu merugikan kita karena negara ini sudah menjadi anggota badan kesehatan hewan dunia (OIE). Dan OIE memungkinkan adanya zone base, maka secara otomatis negara ini terikat dengan peraturan tersebut. “Dan karena kita sudah menetapkan undang-undang, maka kita harus tunduk kepada undang-undang itu dan harus menyesuaikan dengan peraturan yang baru tersebut,” tutur Suswono.
Suswono juga menjelaskan, saat ini sudah tidak ada kenaikan impor daging. Produsen, lanjut dia, menyuplai daging sapi ke pasar jauh lebih besar daripada kebutuhan sehingga terjadi oversuplai. ”Oversuplai ini yang menjadi kelihatan menekan peternak-peternak lokal,” ujarnya.
Namun Mentan juga tidak menampik adanya kemungkinan masuk daging selundupan ke pasar. Dia merujuk proyeksi kebutuhan impor daging sebanyak 73.000 ton dan 450 ribu ekor sapi bakalan. Tapi yang masuk lebih, misalnya 600 ribu ekor bakalan. Tidak heran jika Gubernur Jateng dan Jatim berteriak mengapa jumlah daging impor di pasar lokal banyak sekali. Melihat kejadian tersebut, pemerintah segera membatasi masuknya daging impor di pasar tradisional sehingga saat ini harga daging kembali normal.
Yuwono Ibnu Nugroho