Senin, 30 Agustus 2010

Muhammad Akri : Naluri Kampung yang Bikin Happy

Ketertarikannya kepada agribisnis karena naluri kampungan serta faktor kejenuhan dan rutinitas sehari-hari.

“Soreeee…..kirain gak jadi datang,” sapa Mohammad Akri, salah seorang personil Grup Lawak Patrio, yang ngetop dengan sebutan Akri Patrio, ini ketika AGRINA berkunjung ke vilanya di Sasak Panjang, Parung, Bogor, Jabar. Sore itu, Minggu, 15 Agustus 2010, lulusan Fakultas Sastra dan Seni Bahasa Indonesia Universitas Muhammadyah Prof. Dr. Hamka (UHAMKA), Jakarta, ini baru saja menguras kolam ikannya.

Memang selama bulan puasa ini, Akri lebih banyak menghabiskan waktu di vilanya. ”Tadi aja baru ngeringin kolam, banyak ikannya, nih pada lecet kaki dan tangan, tapi senang,” ucap pria kelahiran Jakarta, 4 Mei 1968, ini sembari menunjukkan betisnya yang luka. Kegiatan lain pemain sinetron Para Pencari Tuhan arahan Deddy Mizwar ini, tetap syuting dan tausiah antarmasjid.

Meski rutenya agak rumit, tapi tidak terlalu sulit mencari vila bernuansa Betawi milik Akri. Tanya saja, di mana kediaman dan vila Akri, semua orang pasti tahu dan bersedia menunjukkan jalannya. Selain ketenarannya sebagai pelawak, pria humoris ini selalu mengikuti acara yang diadakan masyarakat sekitar. “Masyarakat di sini adem-adem aja, gak ada masalah, dari RT, RW, lurah, camat, saling bantu, ada acara apa kita ikut,” ujar pria bertubuh mungil, tapi bersuara berat penuh wibawa ini.

Kenangan masa kecil

Awal kariernya, Akri sebagai pendamping penyiar dan pelawak di Radio Suara Kejayaan (Radio SK) pada 1990-an. Dan namanya dikenal sebagai pelawak pada acara ‘Ngelaba’ bareng Eko Patrio,dan Parto di TPI. “Aku memang, aslinya anak yang lahir, tumbuh dan berkembang di perkampungan di Betawi, sebelum Jakarta ini jadi kota besar,” cerita Akri.

Semasa kecil, anak dari pasangan H. Muhammad Falakh dan Hj. Cholifah ini, pernah tinggal di daerah yang kini menjadi kawasan elit perumahan Pondok Indah, Jakarta. “Seperti anak kecil lainnya, main di sawah, makan keong, ngumpulin kijing (kerang air tawar), bantu ibu cari tambahan buat makan, dapat burung di pohon pun, kita goreng,” ungkap bapak tiga anak ini mengawali kisah ketertarikannya ke agribisnis.

Pemilihan agribisnis sebagai hobi, lebih karena faktor naluri yang kekampung-kampungan. Meskipun saat ini Akri terjun di dunia selebriti, tapi kebiasaan masa kecilnya menjadi kerinduan tersendiri. “Selera nggak bisa dibohongin. Mau dibawa ke Amerika sekalipun, mau makan apa, tetap makan ikan asin. Yang jelas ini berkaitan dengan nurani,” cetusnya. Ia pun tak peduli, “Bodo, orang mau bilang norak, kampungan, tapi kita happy, kenapa?” tambahnya dengan logat Betawi yang kental dan penuh semangat.

Selain itu, ketertarikannya pada agribisnis juga lantaran faktor kejenuhan dan rutinitas sehari-hari. ”Pada prinsipnya, yah, kalo kita udah capek, seminggu di Jakarta, kadang kadang kita kemari sehari saja, kebayar, plong aja gitu. Artinya, kepenatan hilang. Memang nurani gitu. Kalo kelamaan di Jakarta gak ke sini kangen, ada rasa yang hilang,” sambung suami Hj. Nurhasanah, yang sekarang tinggal di Lebak Lestari, Jakarta, ini.

Agribisnis terpadu

Meski memandang aktivitasnya masih sekadar hobi, toh Akri serius mengembangkan agribisnis terpadu. Hal ini terbukti dengan adanya tempat-tempat pemeliharaan ayam, kambing, itik, angsa, dan juga untuk bercocok tanam di lahan seluas 3 ha ini. Lahan yang dimilikinya sejak 1997 ini tidak dibeli sekaligus, tapi mulai dari 2.000 m2. Ia punya konsep, yang pertama kali perlu dimiliki adalah tempat. “Bahkan mati pun orang harus punya tempat,” tukasnya. Selain di Parung, Akri juga memiliki lahan sekitar 1,3 ha di Ciampea, Bogor, yang ditanami jambu merah, jagung, dan tiga petak sawah yang ditanami padi.

Menurut Syamsuddin alias Udin, pegawai Akri yang menangani peternakan ayam broiler, di Parung terdapat dua kandang berkapasitas 10.000 ekor. Bibit dan pakannya dibeli dari Charoen Pokphand (CP). Bahkan, menurut Akri, ada lahan mereka yang disewa CP. “Kami menjual ayam ke pasar tradisional,” kata Udin. Setiap kilo ayam hidup, Udin mendapat bagian Rp175 sehingga penghasilannya sekitar Rp1,75 juta per bulan.

Sedangkan yang menangani perikanan adalah Salkon Dono. Menurut Dono, di sini yang dikembangkan, antara lain lele, patin, gurami, dan belut. Sekali panen, bisa menghasilkan 6 ton patin dan 3 ton lele. Dari hasil penjualan, setelah dipotong berbagai biaya, Dono mendapat 40% keuntungan bersih, sedangkan pemodal (Akri) mempunyai bagian 60%. Kalau dihitung-hitung secara kasar, sekali panen lele, Dono bisa mengantongi Rp4 juta.

Meskipun baru mempunyai enam kolam yang berukuran sekitar 10 m x 15 m, dalam memelihara ikan, mereka sudah menggunakan pakan pabrikan. Misalnya untuk pakan lele, mereka menebar pakan Sinar Intan PL-3, yang diproduksi PT Matahari Sakti.

Pemilihan lokasi

Mengenai pemilihan lokasi di Parung bagi pengembangan agribisnisnya, Akri mengaku tidak punya alasan khusus. Pertimbangannya hanya faktor strategis karena lebih gampang ditempuh dari rumahnya di Lebak Lestari, Jakarta. Naik motor paling 30—40 menit. Selain itu, nuasanya masih kampung. “Tidak terlalu Sunda banget, dan Betawi banget juga nggak, di tengah, dong,” kata pemilik rumah panggung ala Betawi yang tanpa air ini.

Semua ini Akri lakukan karena kesadarannya akan profesi yang dia geluti saat ini. “Ngelawak itu ‘kan nggak selamanya gitu loh….bahkan maaf, ada beberapa temen-temen hingga akhir hayatnya menyedihkan. Kita cuma menyelamatkan amanat Tuhan, bukan memperkaya diri, menumpuk harta juga bukan, ini loh rejeki, kalo dikasih hari itu,hari itu habis, kita yang bodo dong. Harusnya bisa satu tahun tuh. Jadi akhirnya kita lebih ke aset, ada duit bikin kandang, udah jadi dikontrakin,” paparnya berapi-api.

Bagi Akri pribadi, agribisnis ini hanya sekadar hobi, tapi sekarang ia sudah mempekerjakan delapan orang karyawan. Karena sibuk, ia menyerahkan pengelolaan ikan, ayam, itik, angsa, dan tanaman kepada karyawannya. “Kalau petani kecil susahlah bisa punya Alphard (Toyota). Mungkin orang-orang yang manajemennya bagus bisa. Kita baru sebatas hobi,” katanya.

Akri mengaku ada kepuasan batin dengan kembali ke alam. Ia berharap, profesinya sebagai pelawak tetap jalan dan agribisnis pun jalan. Itulah sosok Akri, pelawak kondang yang merintis karirnya dengan jiwa dan nurani yang menurutnya kampungan, tapi berani investasi agribisnis bagi masa tuanya.

Liana Gunawati

 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain