Senin, 30 Agustus 2010

Hati-Hati Jerat Maut Hawar Pelepah

Bagi petani padi di sentra-sentra padi, kehadiran penyakit hawar pelepah menjadi momok sepanjang tahun. Serangan hawar pelepah bisa menurunkan produksi hingga 30%. 

Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Rhizoctonia solani. Menyerang padi mulai dataran rendah sampai dataran tinggi. Penyakit hawar pelepah sangat sulit dikendalikan karena banyak tanaman inangnya. Hawar pelepah umumnya terjadi saat tanaman mulai membentuk anakan hingga menjelang panen. Ia juga bisa muncul pada tanaman muda. 

Pengaruh hawar daun pada penurunan hasil produksi cukup signifikan.  Menurut data Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi), serangan hawar pelepah bisa menurunkan produksi hingga 30%.  Di Kabupaten Sragen, salah satu lumbung padi Jawa Tengah, rata-rata penurunan di tingkat petani mencapai angka 15%.

Jika cendawan Rhizoctonia menyerang, sudah pasti petani bakal dirugikan. “Pangkal batang jadi rapuh sehingga tanaman gampang rebah. Bulir belum terisi penuh tapi tanaman sudah rusak sehingga saat panen jumlah gabah kosong juga jadi lebih tinggi, ungkap Suwardi, petani padi di Dusun Kembu, Desa Sidodadi, Masaran, Sragen, Jawa Tengah.  Makin awal kerebahan terjadi, makin besar kehilangan yang ditimbulkan. 

Suwardi menambahkan, hawar pelepah mengganas saat kelembapan udara tinggi, misalnya sewaktu musim penghujan.  Penyakit ini ditandai dengan rusaknya pelepah daun padi.  Pada bagian bawah permukaan daun muncul bercak-bercak besar berwarna cokelat dengan putih di tengahnya.  Jika kondisi memungkinkan, penyakit bisa naik hingga daun bendera.

Secara alami perkembangan fisiologis tanaman juga turut berpengaruh pada penyebaran cendawan.  Makin tua tanaman makin rimbun sosoknya, praktis kelembapan makin tinggi sehingga cendawan lebih leluasa menyebar.  Jika tidak diatasi, maka proses pengisian malai bakal terganggu, gabah tak terisi sempurna sehingga persentase gabah kosong makin besar. Produksi padi pun merosot.

Pengendalian tepat

Namun sekarang petani tak perlu khawatir.  “Sejak memakai Opus 75 EC, hawar pelepah bisa diatasi,” ujar Suwardi yang juga Ketua Kelompok Tani Dewi Sri Delepan. Dosis yang dipakai 15 ml untuk satu tangki ukuran 15 liter. Opus 75 EC yang berbahan aktif epoksikonazol 75 g/l bekerja secara sistemik.  Fungisida ini berbentuk cair dikemas dalam botol ukuran 250 ml dan 80 ml. 

Opus disemprotkan dua kali setiap kali musim tanam, umur 45 hari setelah tanam (HST) atau pada saat padi bunting dan 60 HST atau saat malai keluar 50% dari tiap rumpun. “Ini waktu-waktu krusial dalam proses pengisian malai,” jelas Gunarko, Sales Representative PT BASF Indonesia untuk Jawa Tengah bagian selatan.  Jika pengisian malai bisa berlangsung lancar tanpa gangguan cendawan, petani bisa berharap banyak saat panen tiba. 

Tak hanya mengatasi serangan hawar pelepah, Opus 75 EC juga bekerja ekstra meningkatkan  pertumbuhan dan kesehatan tanaman sehingga daya tahan tanaman meningkat. Daun bendera tetap berwarna hijau sampai menjelang panen, proses fotosintesis berjalan penuh sehingga pengisian bulir lebih sempurna.  Gunarko menyatakan, rendemen bisa mencapai 70%—71%.  Kualitas gabah lebih baik, beras lebih putih cemerlang.

Suwardi membuktikan pada musim panen yang lalu. Saat hama wereng menyerang di wilayah Sragen, ia masih bisa memanen 7 ton GKP per ha.  Panenan itu bisa lebih tinggi lagi kalau tidak ada serangan wereng.  Ini hasil dari kesehatan tanaman yang terjaga. Wajar bila petani berusia 55 tahun itu tetap bisa bernapas lega.

Laksita Wijayanti (Kontributor Jawa Tengah)

 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain